" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Bisnis mainan edukatif Mendidik Sekaligus Menguntungkan

Bisnis mainan edukatif Mendidik Sekaligus Menguntungkan

Khusus untuk lem­baga pendidikan prasekolah dan Taman Kanak-kanak (TK), tahun ajaran baru bisa berarti harus menyediakan dan menambah lagi alat permainan edukatif untuk murid-murid baru. Karena, boleh jadi mainan atau alat peraga yang dimiliki sudah tak layak lagi. Maka biasanya, sudah jauh-jauh hari pengelola lembaga pendidikan tersebut memesan alat peraga baru ke produsennya.Salah satu produsen alat peraga TK yang kebanjiran pesanan men­jelang tahun ajaran baru adalah Hanimo. Di workshop sekaligus kantornya di bilangan Sawangan, Depok, beberapa alat peraga dan permainan edukatif lainnya tam­pak sudah dipilah-pilah berdasar­kan nama pemesan. Bahkan, di antaranya sudah terbungkus rapi dan siap dikirim ke pemesan di luar Jawa.

"Biasanya di tahun ajaran baru, saya dan karyawan sampai klenger menerima dan menger­jakan pesanan. Bahkan, ada pesanan yang sampai waktunya belum selesai, karena kendala sumber daya manusia," papar siti Aisah Farida, pemilik Han­imo. Menurutnya, kadang ada karyawan yang sakit atau tidak masuk kerja dan itu bisa menghambat proses produksi. Terkadang peker­jaan tidak bisa didelegasikan ke karyawan lain, karena masing-masing punya tugas dan keahl­ian sendiri-sendiri. Ada yang bisa cuma mengecat, ada yang khusus kayu dan mengelas besi, ada juga yang ahli menggambar.

Sudah sejak tahun 1998, Siti bersama suaminya Yudiono bahu-membahu mengelola Hanimo. Sejak itu pula, ratusan item produk dibuat untuk me­layani lembaga pendidikan prasekolah dan TK yang ada di Jakarta dan luar Jakarta, termasuk dari luar Jawa.Bisnis Mainan Edukatifberdekatan dengan bengkel Hanimo, ada bengkel khusus las dan besi, ada juga bengkel yang khusus untuk melukis dan mengecat. Rencananya, Siti akan membangun workshop sekaligus showroom dalam satu atap di lahan seluas 700 m2 yang sudah dibelinya, tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang.

Saat ini Hanimo menyediakan alat peraga TK mulai dari mainan dalam kelas, perlengkapan PAUD dan playgroup, alat permainan edukatif (APE), sampai perlengka­pan administrasi dan buku-buku TK termasuk seragamnya. Hanimo juga melayani jasa melukis tem­bok (murai) di dinding sekolah dengan tarif RpSO ribu per meter persegi, serta pesanan alat peraga untuk menyandang autis dengan harga dipatok mulai dari RpSOO per buah (perlengkapan).

Produk Hanimo tidak hanya dipasarkan dengan cara jemput bola, tapi juga lewat promosi mulut ke mulut dan ajang pameran. Di tahun 2007, dua ajang besar pameran besar dii­kuti Hanimo, yakni Inacraft dan Pekan Budaya Indonesia di JCC, Jakarta.Dengan karyawan tetap ber­jumlah 40 orang dan 10 karyawan paruh waktu, dalam setahun Hanimo bisa memproduksi 100 set mainan atau alat peraga. Lantas berapa omzetnya?" Kalau menghitung omzet susah, karena tiap bulan bisa berbeda-beda, ter-gantug musimnya. Musim tahun ajaran baru biasanya bisa besar. Tapi, rata-rata kami bisa meraih omzet sekitar Rp900 juta per tahun," ujar Siti yang mengaku membiayai sekolah masing-mas­ing satu anak karyawannya ini.

Perempuan yang aktif di Asosiasi UKM Depok, juga sempat membuahkan penghargaan pada bulan Juli 2007 lalu dari Walikota Depok, karena berjasa memaju­kan UKM di wilayah tersebut. Le­wat organisasi itu, dibantu reko­mendasi Pemda, Komenkop dan UKM serta Kanwil Departemen Perdagangan Depok, Hanimo kini menjadi mitra binaan PT.Telkom dan Bank Mandiri. Bahkan, belum lama ini kedua perusahaan yang dikenal punya banyak mitra binaan UKM tersebut, mengucur­kan kredit kepada Hanimo senilai Rp40juta (Telkom) dan Rp80juta (Mandiri).

"Semula saya hanya memutar-kan modal sendiri. Tapi alham­dulillah, ada pihak ketiga yang peduli pada kami. Modal kredit itu akan kami pakai untuk mengem­bangkan produk lokal yang bisa bersaing dengan produk buatan luar, tandas alumni Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indo­nesia ((Jll) Yogyakarta ini. Hr

Mendidik Sekaligus Menguntungkan
"Pendidikan tak ter­henti, termasuk pendidi­kan anak-anak. Apalagi sekarang tak terbatas hanya playgroup dan TK. Tapi juga ada pendidikan pra TK lain seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan BKB (Bina Keluarga Balita). Jadi pasarnya masih terbuka, karena mainanan edukasi masih tetap dibutuhkan," sambung wanita yang mantan dosen ini.

Siti sebelumnya memang tercatat sebagai dosen ekonomi di kampus Universitas Terbuka (UT), Pondok Cabe, Tangerang sejak tahun 1977. Setelah melalui pertimbangan, tahun 1987 Siti mengundurkan diri sebagai dos­en supaya tidak fokus mengem­bangkan Hanimo yang ketika itu sudah banyak menerima pesanan. Berbisnis alat peraga TK memang bukan hal baru buat ibu dua anak im. Siti adalah salah satu anak almarhumah Hj. Nurohmah Su­narto, pemilik CV Mataram Indah yang sejak tahun 1972 dikenal sebagai produsen alat peraga TK di Yogyakarta.

"Waktu saya diterima sebagai dosen di UT, saya juga bawa produksi Mataram Indahke Jakarta.
Tahun 1988, saya buka alat khusus peraga TK di kawasan Cirendeu, Jakarta Selatan. Saya juga jemput bola, mendatangi sekolah-sekolah TK yang ada di Jakarta dan sekitarnya sam­bil menawarkan produk. Dari situ, produk buatan ibu saya mulai dikenal di Jakarta," tutur Siti.

Setelah menikah den­gan Yudiono, koleganya di UT tahun 1989, Siti berniat membuka sendiri sebagian alat peraga TK. Dibantu beberapa tukang. Siti mencoba mem­produksi alat permainan edukatif dengan segmen sedikit di bawah Mataram Indah yang mengincar pasar TK menengah-atas. Awalnya sebatas memproduksi mebeler (bangku dan meja TK). Sayangnya, setahun kemudian tempat usah­anya di Cirendeu dipindah, karena lahannya dipakai si pemilik tanah. Bersama keluarga, Siti akhirnya memilih sebidang tanah di kaSawangan, Depok sebagai rumah baru dan sekaligus tempat usah­anya. Belakangan, usahanya dina­makan Hanimo.yang merupakan gabungan nama panggilan dua anak lelakinya, Han-han dan Imo.

Meski sudah memproduksi sendiri, tapi untuk beberapa item produk yang tidak dibuatnya, Hanimo masih mendatangkan dari Jogja. Begitu juga untuk membuat alat permainan lainnya yang berbahan baku besi, seperti ayunan, seluncuran ataupun titian besi, Siti memesannya ke tukang las yang ada didekat rumahnya. "Awalnya mereka tidak di belakang workshop dan show­room Hanimo. Tapi, untuk lebih praktis dan memudahkan produksi, kami sewa lahan di belakang rumah sebagai bengkel," terang perem­puan kelahiran Yogya­karta, 15 Februari 1959 ini. Saat ini kantor dan showroom Hanimo men­empati lahan lebih dari 200 m2. Di belakang bangu­nan berbentuk semi permanen tersebut, berdirilah rumah ting­gal Siti dan keluarga. Tersebar tapi sal­ing

Entri Populer