Sucipto, Peneliti Teknoldgi Industri Pertanian
Universitas Brawijaya, Kandidat Doktor IPB
Perkembangan waralaba di Indonesia cukup pesat, terutama produk makanan minuman (mamin). Waralaba merupakan altematif investasi menjanjikan. Kesan itu diperoleh saat International Franchise, License, and Business Concept Expo and Conference (IFRA) lidl 1, di.Jakarta 17-19 Juni 2011 (Kontan, 17 Juni 2011).
Benarkah demikian? Bagaimana posisi waralaba lokal produk makanan dan minuman di tengah persaingan dengan waralaba asing"? Apa yang diperlukan untuk memperkuat waralaba produk pangan?
Waralaba menjadi pilihan investasi karena dianggap berisiko lebih kecil dibandingkan memulai bisnis sendiri dari nol. Dengan modal dan tempat strategis, bisnis im dapat dimulai mengikuti pola ins nis dan branding milik pewaralaba Keuntungan cepat clan layak pun diharapkan dapat dituai
Perkembangan waralaba di Indonesia cukup menggembirakan. Tak terbatas di pusat belanja strategis, namun juga di pinggir jalan. Bisnis waralaba semakin beragam dan meningkat omsetnya. i Majalah Info Franchise Juni 2010, menunjukkan hingga akhir 2010 penjualan waralaba dan business opportunity (BO) atau semi waralaba diperkirakan senilai Rp 114,64 triliun. Jumlah ini naik 20% dari tahun 2009 sebesar Rp 95 Iniiun
Pada 2009, nilai waralaba pengusaha lokal 62% atau Rp triliun dan asing 38% atau Rp 36,35 triliun dan melibatkan 610.000 pekerja.Pada akhir tahun 2010 diperkirakan melonjak 18% mencapai 719.000 orang. Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) menargetkan pendapatan waralaba tahun 2011 naik 18,15% menjadi Rp 135,4 triliun.
Pertumbuhan waralaba lokal tak seiring dengan keberhasilannya. Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisesnsi Indonesia (WALI) menyatakan kegagalan waralaba di Indonesia mencapai 50%. Padahal, di Amerika Serikat tingkat kegagalannya kurang dari 8%. Hal ini dimengerti- karena bisnis waralaba lokal belum teruji puluhan tahun. Berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, banyak bisnis makanan minuman yang dianggap waralaba, sejatinya belum memenuhi prasyarat waralaba.
Ketua AFI Anang Sukandar menyatakan pada 2010 dari sekitar 1.500 waralaba dan BO, namun yang memenuhi standar dan kualitas waralaba di bawah 100. Hal ini terkait aspek keharusan adanya bimbingan dalam bentuk pelatihan, penelitian dan pengembangan dari pewaralabake terwaralaba Karena itu, PP tentang Waralaba mendorong hubungan setara dan saling membutuhkan antara pewaralaba dan terwaralaba Kepastian hukum, hak dan kewajiban antar pihak pun semakin jelas.
Jangan tergantung asing
Waralaba di Indonesia didominasi bisnis makanan minuman beromset Rp 12,6 iniiun pada 2010 dan ditargetkan menjadi Rp 49 triliun pada 2011. Ini seiring ragam kuliner nusantara yang berpotensi diwaralabakan. Dengan kecermatan menelusuri kelebihan, keunikan kuliner tersebut, ditambah inovasi konsep, merk, dan sistem bisnis akan diperoleh produk waralaba prospektif di masa depan.
Kita tak dapat menggantungkan besarnya nilai tambah dari waralaba asing yang sukses dan besar di Indonesia. Waralaba lokal makanan minuman dapat diperkuat dengan berbagai upaya
Beberapa waralaba lokal produk makanan minuman telah berkembang hingga memiliki banyak gerai di Indonesia dan siap yu international. Misal, Kebab Turki Baba Rafl, Bakso Malang Cak Eko, Coffee Toffee, Ayam Tulang Lunak Hayam Wuruk, Teh saring, Quemama, dan Jojo Cup. Hal ini menggembirakan dan menginspirasi waralaba lokal pangan lainnya
Besarnya tingkat kegagalan waralaba lokal perlu diperbaiki secara konsisten dan kontinyu mengacu peraturan yang lui laku. Penguatan ini dapat ditempuh dengan langkah berikut.
Pertama, menguatkan kepemimpinan, visi, dan misi pewaralaba Hal ini pentingkarena bisnis waralaba berbasis konsep, merek, dan sistem bisnis yang sei ara erat mutlak dipegang pewaralaba dan terwaralaba. Bisnis yang berhasil dikelo Ia sendiri tidak serta hk -iia dapal diwara-labakan. Potensi dan keuntungan bisnis mutlak dibuktikan secara juii sebelum bisnis diwaralabakan. Tanpa hal ini cepat bertambahnya terwaralaba justru m ancam keberlangsungan dau merusak citra merek yang lama dibangun.
Kedua, kejelasan dan kontrol jalannya prosedur standar operasional (SOP) bisnis menjadi kunci sukses jalannya waralaba. Rincian prosedur menjalankan lis nis, kiat, dan strategi alternatif kesuksesan pewaralaba perlu ditransfe) secara kontinyu pada terwaralaba. Jika demikian, pihak terwaralaba tak akan menjalankan bisnis sesuai kehendak masing-masing yang menghilangkan kekhasan waralaba tersehut Ketiga, membangun relasi bisnis yang harmonis antara pewaralaba dan terwaralaba. Hal ini penting agar bisnis waralaba berkembang kontinyu. Hak dan kewajiban masing-masing pihak mutlak dijalankan dengan prinsip win-win solution.
Keluhan dan masukan satu pihak mesti direspon pihak lain. Masukan terwaralaba yang bagus layak dihargai oleh pewaralaba dengan reward yang cukup. Untuk menjalankannya perlu negosiasi pada seluruh terwaralaba lain, karena waralaba merupakan bisnis bersama
Keempat, cermat memilih mil j ra. Mitra dalam waralaba perlu secara selektif dipilih. Rekam je-I jak baik pewaralaba dan iinvara-( laba perlu secara baik dikenali sehingga terbentuk kepercayaan. Tempat usaha sangat berpengaruh pada keberhasilan usaha. Pewaralaba tidak boleh tergiur ingin cepat menambah terwaralaba i lan mengorbankan syarat dan prosedur yang telah ditetapkan.
Kelima, penguatan riset p.isu dan promosi. Riset pasar meski sudah dilakukan sejak pewaralaba menjalankan bisnisnya, namun perlu dilakukan secara periodik. Hal ini dapat melibatkan lembaga rise) pasal Riset menjadi kunci prediksi dan pena nganan seluruh lini usaha Promosi waralaba yang dilakukan terpusat atau bersama-sama terwaralaba mutlak dilakukan. Pilihan media promosi sesuai dengan target pasar akan menentukan keberhasilannya waralaba
Keenam, bisnis waralaba makanan minuman perlu jaminan keamanan, mutu, dan kehalalan pangan. Hui iiu akan menciptakan kepercayaan konsumen Banyak waralaba asing meningkat ora-selnya setelah mendapat sertifikat tersebut. Karena itu, berbagai jaminan di atas mesti menjadi komitmen pengusaha waralaba lokal produk pangan.
Sumber : Harian Kontan