>>>>>>Berusaha Bangkit Setelah Kebakaranharmesta
Menjadi tempat belanja favorit bagi masyarakat ?atak yang merantau di Jakarta, sentra perlengkapan adat batak di vsar Inpres Senen selalu ramai oleh pembeli, amun, kebakaran yang erjadi pada Maret 2010 liu sempat memukul. usaha mereka.
IASAR Inpres Senen menam-1 "ing banyak pedagang yang menyediakan berbagailengkapan adat batak.ciuiin, tak sedikit pula pedagang yang menjual baju ,v;uig kerap dipakai pleh .arga keturunan batak di pnsar yang kerap disebut sebagai Pasar Senen Batak.
Bom Simbolon, pemilik Toko Mixon Sinaga, mengata- ni. tokonya selalu ramai dengan pembeli. "Ini karena s;iya beijualan barang adat Jadi selalu dicari," ujar Bom Simbolon yang beijualan i Hi is. Makanya, omzet yang didapatnya tetap stabil.
Kondisi ini berbeda dengan ,v;uig dialami oleh Marti Ulos. Menurut pemiliknya, Marti, pengunjung yang datang ke sentra ini cenderung menu-iui sejak reformasi tahun I! WS. Penyebabnya adalah
I1lenjamumya mal-mal diil ni kota. Tak sedikit warga keturunan batak yangsekarang suka berbelanja baju songket di mal-mal," ujar Marti. Dari penjualan baju songket, Marti mengantongi omzet Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan.
Bom Simbolon menambahkan, jumlah pengunjung yang datang ke sentra ini memang menurun. Utamanya ke toko-toko yang menjual baja Namun, bagi yang berdagang barang adat seperti ulos, kunjungan tetap stabil. "Jadi, pengaruhnya tak ada," ujar Bom Simbolon yang mampu meraih omzet Rp 30 juta saban bulan ini.
Meski begitu, baik Bom Simbolon maupun Marti mengungkapkan margin yang mereka dapatnya terbilang kecil. Pasalnya, harga ulos maupun songket dari produsennya sudah mahal.Panjaitan, pemilik Juli Ulos menambahkan, turunnya pengunjung dan omzet pedagang perlengkapan adat batak di Pasar Inpres Senenini juga tak lepas dari kebakaran hebat yang pernah terjadi di pasar ini.
Panjaitan keliilangan seluruh barang dagangannya yang ludes terbakar oleh si jago merah pada Maret 2010 lalu. Total, saya kehilangan barang dagangan senilai Rp 1,5 miliar," ujar Pai\jaitan mengenang. Ia bersyukur karena tak punya pinjaman ke bank saat itu. Panjaitan mengaku beruntung karena tidak memiliki pinjaman dari bank saat itu.
Akibat kebakaran itu. jumlah pengunjung yang datang ke sentra ini tak sebanyak dulu, sebelum peristiwa kebakaran itu terjadi. "Sepertinya, banyak orang yang mengira kalau di sini tak ada lagi yang jualan perlengkapan adat batak karena habis terbakar," ujarnya mengira-ngira.
Panjaitan enggan mengungkapkan besaran omzet yang didapatnya lantaranjumlah pengunjung yang tak pasti. "Sekarang enggak ada patokan omzet," ujar Panjaitan yang sebelum peristiwa kebakaran meraih omzet Rp 500.000 per hari.
Kini, Panjaitan tidak berani mendatangkan ulos yang harganya di atas Rp 10 juta sehelai. Padahal, sebelum kebakaran, dia menjual banyak ulos yang harganya mencapai Rp 35 juta Panjaitan bersyukur, saban hari ada saja orang yang membeli ulos atau songket di tokonya, meski mereka hanya membeli ulos atau songket yang harganya murah. Baginya, yang terpenting, bisnisnya jalan.
Itu pula yang membuatnya cepat bangkit pasca kebakaran. "Kami semua bangkit membangun toko-toko kanu secara swadaya," ujar Panjaitan yang diamini pedagang lainnya
Menjadi tempat belanja favorit bagi masyarakat ?atak yang merantau di Jakarta, sentra perlengkapan adat batak di vsar Inpres Senen selalu ramai oleh pembeli, amun, kebakaran yang erjadi pada Maret 2010 liu sempat memukul. usaha mereka.
IASAR Inpres Senen menam-1 "ing banyak pedagang yang menyediakan berbagailengkapan adat batak.ciuiin, tak sedikit pula pedagang yang menjual baju ,v;uig kerap dipakai pleh .arga keturunan batak di pnsar yang kerap disebut sebagai Pasar Senen Batak.
Bom Simbolon, pemilik Toko Mixon Sinaga, mengata- ni. tokonya selalu ramai dengan pembeli. "Ini karena s;iya beijualan barang adat Jadi selalu dicari," ujar Bom Simbolon yang beijualan i Hi is. Makanya, omzet yang didapatnya tetap stabil.
Kondisi ini berbeda dengan ,v;uig dialami oleh Marti Ulos. Menurut pemiliknya, Marti, pengunjung yang datang ke sentra ini cenderung menu-iui sejak reformasi tahun I! WS. Penyebabnya adalah
I1lenjamumya mal-mal diil ni kota. Tak sedikit warga keturunan batak yangsekarang suka berbelanja baju songket di mal-mal," ujar Marti. Dari penjualan baju songket, Marti mengantongi omzet Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan.
Bom Simbolon menambahkan, jumlah pengunjung yang datang ke sentra ini memang menurun. Utamanya ke toko-toko yang menjual baja Namun, bagi yang berdagang barang adat seperti ulos, kunjungan tetap stabil. "Jadi, pengaruhnya tak ada," ujar Bom Simbolon yang mampu meraih omzet Rp 30 juta saban bulan ini.
Meski begitu, baik Bom Simbolon maupun Marti mengungkapkan margin yang mereka dapatnya terbilang kecil. Pasalnya, harga ulos maupun songket dari produsennya sudah mahal.Panjaitan, pemilik Juli Ulos menambahkan, turunnya pengunjung dan omzet pedagang perlengkapan adat batak di Pasar Inpres Senenini juga tak lepas dari kebakaran hebat yang pernah terjadi di pasar ini.
Panjaitan keliilangan seluruh barang dagangannya yang ludes terbakar oleh si jago merah pada Maret 2010 lalu. Total, saya kehilangan barang dagangan senilai Rp 1,5 miliar," ujar Pai\jaitan mengenang. Ia bersyukur karena tak punya pinjaman ke bank saat itu. Panjaitan mengaku beruntung karena tidak memiliki pinjaman dari bank saat itu.
Akibat kebakaran itu. jumlah pengunjung yang datang ke sentra ini tak sebanyak dulu, sebelum peristiwa kebakaran itu terjadi. "Sepertinya, banyak orang yang mengira kalau di sini tak ada lagi yang jualan perlengkapan adat batak karena habis terbakar," ujarnya mengira-ngira.
Panjaitan enggan mengungkapkan besaran omzet yang didapatnya lantaranjumlah pengunjung yang tak pasti. "Sekarang enggak ada patokan omzet," ujar Panjaitan yang sebelum peristiwa kebakaran meraih omzet Rp 500.000 per hari.
Kini, Panjaitan tidak berani mendatangkan ulos yang harganya di atas Rp 10 juta sehelai. Padahal, sebelum kebakaran, dia menjual banyak ulos yang harganya mencapai Rp 35 juta Panjaitan bersyukur, saban hari ada saja orang yang membeli ulos atau songket di tokonya, meski mereka hanya membeli ulos atau songket yang harganya murah. Baginya, yang terpenting, bisnisnya jalan.
Itu pula yang membuatnya cepat bangkit pasca kebakaran. "Kami semua bangkit membangun toko-toko kanu secara swadaya," ujar Panjaitan yang diamini pedagang lainnya
Sumber : Harian Kontan