>>>>>UKM Terancam, Impor Harus Dikendalikan
Pemerintah diminta mengendalikan atau bahkan menghentikan izin impor barang yang diproduksi oleh industri, terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Aneka produk impor, khususnya dari China, sudah menjangkau seluruh Uni atau segmentasi pasar di dalam negeri.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan, lebih baik pemerintah berupaya menghentikan impor barang jadi yang menjadi pesaing (kompetitor) produk UKM dalam negeri.
"Saat ini, terindikasi impor barang jadi seperti baju koko, kerudung, bahkan batik masuk ke pasar Indonesia. Padahal, semua produk ini telah diproduksi oleh UKM kita," kata Erwin di Jakarta, Jumat (22/4), di sela acara Joint Executive for Empowering Young Entrepreneur between Smesco UKM and Hipmi.
Menurut dia, pemerintah harus tegas menutup keran impor barang jadi guna melindungi produk serupa produksi UKM lokal. Apalagi proteksi terhadap produk UKM lokal tidak bisa dengan hanya menaikkan tarif bea masuk. Pemerintah bisa memberi perlakuan khusus dengan menutup total keran impor barang jadi. "Kita harus berani dan berpihak pada UKM lokal," ujarnya.
Terkait hal ini, Hipmi sudah mengusulkannya kepada pemerintah, termasuk jenis produk apa saja yang harus diproteksi. "Kalau kita biarkan produk UKM lokal berhadapan langsung dengan produk impor, terutama dari China, maka akan sulit bersaing, karena China bisa melakukan produksi secara massal," tutur Erwin.
Dia juga mencontohkan, ada sejumlah produk seperti batik ataupun tenun yang diproduksi oleh UKM lokal. Produksi itu dilakukan selama dua bulan untuk satu lembar kain, sementara produk tiruan yang hampir mirip bisa diproduksi China secara massal dengan harga yang jauh lebih murah.
"Kami sudah pantau bahwa batik sudah mulai diimpor sebagian dari China. Selamaini, bahan baku sebagian juga merupakan hasil impor. Karena itu, jangan sampai impor kemudian meluas pada produk jadi, sehingga mengancam pasar produk lokal," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinasi Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, sejumlah langkah harus dilakukan dalam menanggulangi banjir produk dari China seiring pelaksanaan CAFTA.
"Ada empat hal, dan kita jangan memutar jarum jam, karena ini jadi satu kesepakatan ASEAN. Namun, untuk melindungi kepentingan nasional kita, ada pekerjaan rumah yang harus kita tuntaskan," ujarnya.
Menurut dia, Indonesia harus mempersiapkan daya tahan dan daya saing industri dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. "Apa itu infrastruktur, lalu memfasilitasi dengan katakanlah insentif apabila diperlukan. Atau, meningkatkan kemampuan teknologi dan SDM serta bagaimana mengembangkan konektivitas (infrastruktur transportasi) kita supaya efisien," katanya.
Selanjutnya, pemerintah akan mendorong peningkatan kecintaan bangsa terhadap produk dalam negeri. Ini dikarenakan produk buatan dalam negeri memang lebihbaik.
Pemerintah diminta mengendalikan atau bahkan menghentikan izin impor barang yang diproduksi oleh industri, terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Aneka produk impor, khususnya dari China, sudah menjangkau seluruh Uni atau segmentasi pasar di dalam negeri.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan, lebih baik pemerintah berupaya menghentikan impor barang jadi yang menjadi pesaing (kompetitor) produk UKM dalam negeri.
"Saat ini, terindikasi impor barang jadi seperti baju koko, kerudung, bahkan batik masuk ke pasar Indonesia. Padahal, semua produk ini telah diproduksi oleh UKM kita," kata Erwin di Jakarta, Jumat (22/4), di sela acara Joint Executive for Empowering Young Entrepreneur between Smesco UKM and Hipmi.
Menurut dia, pemerintah harus tegas menutup keran impor barang jadi guna melindungi produk serupa produksi UKM lokal. Apalagi proteksi terhadap produk UKM lokal tidak bisa dengan hanya menaikkan tarif bea masuk. Pemerintah bisa memberi perlakuan khusus dengan menutup total keran impor barang jadi. "Kita harus berani dan berpihak pada UKM lokal," ujarnya.
Terkait hal ini, Hipmi sudah mengusulkannya kepada pemerintah, termasuk jenis produk apa saja yang harus diproteksi. "Kalau kita biarkan produk UKM lokal berhadapan langsung dengan produk impor, terutama dari China, maka akan sulit bersaing, karena China bisa melakukan produksi secara massal," tutur Erwin.
Dia juga mencontohkan, ada sejumlah produk seperti batik ataupun tenun yang diproduksi oleh UKM lokal. Produksi itu dilakukan selama dua bulan untuk satu lembar kain, sementara produk tiruan yang hampir mirip bisa diproduksi China secara massal dengan harga yang jauh lebih murah.
"Kami sudah pantau bahwa batik sudah mulai diimpor sebagian dari China. Selamaini, bahan baku sebagian juga merupakan hasil impor. Karena itu, jangan sampai impor kemudian meluas pada produk jadi, sehingga mengancam pasar produk lokal," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinasi Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, sejumlah langkah harus dilakukan dalam menanggulangi banjir produk dari China seiring pelaksanaan CAFTA.
"Ada empat hal, dan kita jangan memutar jarum jam, karena ini jadi satu kesepakatan ASEAN. Namun, untuk melindungi kepentingan nasional kita, ada pekerjaan rumah yang harus kita tuntaskan," ujarnya.
Menurut dia, Indonesia harus mempersiapkan daya tahan dan daya saing industri dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. "Apa itu infrastruktur, lalu memfasilitasi dengan katakanlah insentif apabila diperlukan. Atau, meningkatkan kemampuan teknologi dan SDM serta bagaimana mengembangkan konektivitas (infrastruktur transportasi) kita supaya efisien," katanya.
Selanjutnya, pemerintah akan mendorong peningkatan kecintaan bangsa terhadap produk dalam negeri. Ini dikarenakan produk buatan dalam negeri memang lebihbaik.
Sumber: Suara Karya