>>>>>>Sukses Berbisnis setelah Divonis Menderita Thalasemia
Siti Aisah Farida, Kreator Mainan Edukatif dan Peraga Pendidikan
Ikhlas dan sabar, begitudivonis dokter menderitathalasemia. Tanpa perluberkeluh kesah, Siti Aisahmelakoni segala aktivitaslayaknya manusia normal.
Berbekal pengalamanbisnis orang tua, dia kin!sukses jadi pengusahamainan edukatif.SITl-panggilannya, sempat drop saat divonis menderita thalasemia. Penyakit aneh yang dideritanya itu sempat membuatnya dia sedih. Namun kekuatan hati mampu menjadi obat mujarab untuk bangkit. "Buat apa pikirin sakit terus. Saya harus berbuat yang lebih baik. Tidak boleh putus asa," ujar pemilik workshop 11.ii 11 im di Kota Depok ini.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek. Akibatnya, para penderita thalsemiakerap mengalami pusing, pucat, lesu, lemah, sukar tidur dan lainnya. Siti mengakui penyakitnya tak mungkin sembuh lantaran tidak ada obatnya. Penyakit itu terjadi karena kegagalan sumsum tulang belakang menghasilkan darah merah.
Sehingga proses transfusi darah baru ke tubuh penderita penyakit ini begitu penting. "Saya rutin melakukan transfusi darah. Itu satu-satunya cara terbaik," ujarnya tanpa beban. Kondisi itu yang membuat S.iti bertahan.
Guna memenuhi kebutuhan berobat membuat dia kreatif. Meski penyakit yang dideritanya kerap mengganggu. Berbekal pengalaman bisnis orang tua. Siti membuat terobosan besar.
"Awalnya bermodal Rp 200 ribu itu pun pinjam orang tua. Tenaga kerjanya saya minta tolong kakak kandung untuk mengajari dulu." terangnya kepada INDOPOS belum lama ini. Tanpa disadari, lanjut diajuga, krea-sinya membuat meja mungil untuk kebutuhan TK diterima pasar. Sejak itulah bisnis membuat permainan edukatif dan peraga sekolah dia lakoni.
Pasarnya pun meluas. Produk Sitimendapat kepercayaan dari berbagai kalangan. Terutama pelaku pendidikan di sekolah-sekolah TK. "Saya sudah bikin 300 item alat peraga pendidikan dan permainan edukatif. Semuanya diterima pasar," jelas ibu dua anak ini. Bisnis yang digeluti sejak 1997 ini pun kian menggurita. Nama Hanimo pun kian popular.
Banyak pelaku pendidikan menggunakan karya Hanimo di sekolah. Dengan alasan yang beragam. Dalam sebulan saja. Siti menuturkan bisa memproduksi 250 alat peraga. Itu dalam kondisi normal. Jumlahnya bisa meningkat saat ajaran baru.
"Saya sering kedatangan tamu jam 2 malam. Ada pula yang subuh-subuh sudah datang. Hanya untuk memesan alat peraga pendidikan." terangnya. Untuk memenuhi kebutuhan itu. Siti merekrut 40 tenaga kerja. Mereka bertugas pada bagian masing-masing. Mulai dari penyiapan bahan, pemuli--san sampai finishing. Semua alat peraga dan permaianan edukatif ini terbuat dari kayu. Bahan-bahan kayunya, sambung dia lagi, didapat dengan mudah. Karena kayu yang dibutuhkan tidak besar. Bahkan, ada yang menggunakan kayu bekas. Namun masih berkualitas baik, (bersambung)
Sumber: Indo Pos
Berbekal pengalamanbisnis orang tua, dia kin!sukses jadi pengusahamainan edukatif.SITl-panggilannya, sempat drop saat divonis menderita thalasemia. Penyakit aneh yang dideritanya itu sempat membuatnya dia sedih. Namun kekuatan hati mampu menjadi obat mujarab untuk bangkit. "Buat apa pikirin sakit terus. Saya harus berbuat yang lebih baik. Tidak boleh putus asa," ujar pemilik workshop 11.ii 11 im di Kota Depok ini.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek. Akibatnya, para penderita thalsemiakerap mengalami pusing, pucat, lesu, lemah, sukar tidur dan lainnya. Siti mengakui penyakitnya tak mungkin sembuh lantaran tidak ada obatnya. Penyakit itu terjadi karena kegagalan sumsum tulang belakang menghasilkan darah merah.
Sehingga proses transfusi darah baru ke tubuh penderita penyakit ini begitu penting. "Saya rutin melakukan transfusi darah. Itu satu-satunya cara terbaik," ujarnya tanpa beban. Kondisi itu yang membuat S.iti bertahan.
Guna memenuhi kebutuhan berobat membuat dia kreatif. Meski penyakit yang dideritanya kerap mengganggu. Berbekal pengalaman bisnis orang tua. Siti membuat terobosan besar.
"Awalnya bermodal Rp 200 ribu itu pun pinjam orang tua. Tenaga kerjanya saya minta tolong kakak kandung untuk mengajari dulu." terangnya kepada INDOPOS belum lama ini. Tanpa disadari, lanjut diajuga, krea-sinya membuat meja mungil untuk kebutuhan TK diterima pasar. Sejak itulah bisnis membuat permainan edukatif dan peraga sekolah dia lakoni.
Pasarnya pun meluas. Produk Sitimendapat kepercayaan dari berbagai kalangan. Terutama pelaku pendidikan di sekolah-sekolah TK. "Saya sudah bikin 300 item alat peraga pendidikan dan permainan edukatif. Semuanya diterima pasar," jelas ibu dua anak ini. Bisnis yang digeluti sejak 1997 ini pun kian menggurita. Nama Hanimo pun kian popular.
Banyak pelaku pendidikan menggunakan karya Hanimo di sekolah. Dengan alasan yang beragam. Dalam sebulan saja. Siti menuturkan bisa memproduksi 250 alat peraga. Itu dalam kondisi normal. Jumlahnya bisa meningkat saat ajaran baru.
"Saya sering kedatangan tamu jam 2 malam. Ada pula yang subuh-subuh sudah datang. Hanya untuk memesan alat peraga pendidikan." terangnya. Untuk memenuhi kebutuhan itu. Siti merekrut 40 tenaga kerja. Mereka bertugas pada bagian masing-masing. Mulai dari penyiapan bahan, pemuli--san sampai finishing. Semua alat peraga dan permaianan edukatif ini terbuat dari kayu. Bahan-bahan kayunya, sambung dia lagi, didapat dengan mudah. Karena kayu yang dibutuhkan tidak besar. Bahkan, ada yang menggunakan kayu bekas. Namun masih berkualitas baik, (bersambung)
Sumber: Indo Pos
RIKO NOVIANTORO, Depok