>>>>>>Martabak Mini Alim Beda dari yang lain
Citarasa khusus dari tangan trampil membuahkan rasa yang unik dilidah, hal ini tentu membuat para peminat betah minikmatinya. Kini puluhan puluhan gerai ia miliki. Salah satu gerainya yang terdapat di jl. Alteri permata hijau, Jakarta Selatan.tujuh bulan silam, bersedia memberi lisensi waralaba. Pewaralaba pertama membuka cabang di daerah Kemang Pratama, masih di Bekasi. Saat itu Alim meminta harga Rp SO juta. Alim tidak menyangka uang Rp SO juta itu dianggap murah bagi calon pewaralaba. Begitu cabang pertama dibuka, cabang kedua dan ketiga dengan cepat menyusul. "Saya bilang baru kemarin dapat Rp SO juta, nah ini dapal duit lagi, katanya.
Dalam dua bulan setelah waralaba pertama dibuka, sudah ada tujuh cabang dibuka. Peminat terus bertambah. Alim
NERACA. Semua kalangan, rasanya mengenal makanan martabak, makanan ini telah melekat dilidah kita semenjak kecil. Kini bentuk serta rasa kudapan khas Indonesia ini dibuat berbeda di tangan Alim.
Berawal dari perjalanan hidup yang dijalaninya dari berbagai profesi mulai dari kuli panggul, pernah pula menjalani profesi sopir angkot. Namun sejak November 2007 Alim memulai bisnis dengan menjual martabak. Tak susah memilih nama, ia gunakan namanya untuk gerai martabak itu Martabak Alim. Modalnya cuma, dua loyang untuk membuat martabak ukuran reguler dan empat loyang kecil untuk membuat martabak unyil (kecil). Saat itu ia menyewa tempat ukuran 2 x 3 m2 di Bekasi. Suhanto Alim nama aslinya.
Alim menawarkan aneka pilihan martabak. Untuk martabak manis saja ada 35 varian rasa, sedangkan untuk martabak telor ada 18 varian. Belum lagi ada Martabak Burger. Untuk martabak manis ada varian berdasarkan ukuran yaitu Martabak Unyil, mini, dan jumbo. Harganya mulai Rp 4.000. Paduan antara variasi rasa yang beraneka, harga yang terjangkau membuat Martabak Alim langsung meledak. Jumlah pengunjungnya membludak.
Belakangan untuk mengantisipasi animo msyarakat yang tinggi Alim mengembangkan sistem modern dengan mengadopsi sistem kerjasama model franchise. Pola kerjasama ini yang meningkatkan jumlah cabangnya bertambah dengan cepat. Ia menawarkan paket usaha mulai dari paket gerobak dengan investasi Rp 15 juta hingga paket outlet dengan investasi Rp 150 juta. Tak sampai dua tahun cabangnya sudah mencapai 54 cabang yang tersebar mulai dari Jabodetabek, Bandung, hingga luar Jawa.
Punya ratusan Cabang
Warung Martabak Alim, biasanya memiliki ciri berlampu terang, tampak cerah. Lantainya porselin, tampak higienis. Pegawainya berseragam, tampak profesional. Menunya banyak, tampak variatif. Dan warung martabak ini memiliki 103 cabang, yang membuatnya tampak hadir di mana-mana. Padahal dua tahun silam si pemilik Martabak Alim, Suhuanto Alim, masih mengandalkan hidup dari warung mie. Warung itu berpindah-pindah di seputaran Bekasi dan, malangnya, tidak begitu sukses.
"Waktu itu saya sudah banyak berhutang. Di bank saya berhutang sampai Rp 95 juta," kata pria 45 tahun ini menuturkan jaman susahnya. "Bayangkan saya memakai sepuluh kartu kredit dan semuanya overlimit." Tambahnya.
Sebagai pria kelahiran
Bangka, menjadikan soal membuat martabak dianggapnya bakat alam. "Bisa dibilang membuat martabak ini sudah mendarah daging, kebetulan kakak saya juga berjualan martabak," kata Alim.
Setelah urusan modal kelar, Alim memikirkan produk martabaknya. Ia tidak hanya membuat martabak dengan rasa seperti di gerobak atau warung-warung martabak lain. Martabak Alim ini banyak memiliki variasi rasa yang sebelumnya tidak pernah terdengar. Awalnya, Martabak Alim menawarkan martabak rasa durian. "Durian itu kan banyak diuber sama orang. Bisa dihitung dengan jari lah berapa orang yang tidak suka durian," katanya. "Makanya saya berani jualan.
Tak hanya durian, Alim juga menggembrak dengan martabak selai. Yang ditawarkan antara lain martabak rasa stroberi dan bluberi. Setelah soal produk. Alim memikirkan harga. Di gerobak-gerobak, martabakbiasanya mesti dibeli dengan ukuran selebar piring yang mesti dihabiskan beberapa orang. Hal ini memaksa harga menjadi tinggi. Alim menyiasati dengan menawarkan produk yang lebih kecil-ia sebut ukuran "unyil"-sampai ukuran besar. Harga pun tidak hanya Rp 20 ribu, untuk ukuran besar, tapi juga cukup dengan uang Rp 4.000 untuk ukuran unyil ini. Hal ini membuat harga makin terjangkau.
Alim sangat bangga dengan ide variasi rasa maupun kebijakan harga. Ide ini murni keluar dari kepalanya. "Prinsip saya, kalau berdagang tidak mau mencontek," katanya. Martabak Alim rupanya disambut bagus oleh pasar. Selama setahun pertama, usaha ini berjalan maju pesat. Rekan-rekan Alim mulai melirik bisnis ini dan bertanya kemungkinan membuka waralaba. Alim malah bingung ditanya soal waralaba. "Waktu itu saya tidak tahu apa itu franchise," katanya.
Dia belajar dan akhirnya,pun menaikkan harga lisensi waralaba dari yang semula Rp 50 juta itu. "Kalau sekarang, untuk franchise martabak sudah Rp 120 juta," katanya.
Harga ini tetap memikat para pewaralaba. Tak heran, sekarang sudah ada 103 cabang di seluruh Indonesia, tidak hanya di Bekasi atau Jakarta. Alim sendiri menganggap waralabanya bukan franchise murni. Ia lebih suka menyebut sebagai mitra kerja. Pihaknya memang masih melakukan pelatihan bagi karyawan dan memasok bahan baku.
Tapi pemegang lisensi berhak melakukan inovasi produk Martabak Alim meski ada rambu-rambu tertentu. Akibatnya, katanya, "Di cabang satu dan lainnya suka berbeda rasa." Tidak hanya itu, pemegang lisensi dipersilakan membuka usaha serupa asal tidak merusak citra Martabak Alim. Di warung tempat Martabak Alim pertama berdiri, (shiddig)
Sumber: Harian Ekonomi Neraca
Citarasa khusus dari tangan trampil membuahkan rasa yang unik dilidah, hal ini tentu membuat para peminat betah minikmatinya. Kini puluhan puluhan gerai ia miliki. Salah satu gerainya yang terdapat di jl. Alteri permata hijau, Jakarta Selatan.tujuh bulan silam, bersedia memberi lisensi waralaba. Pewaralaba pertama membuka cabang di daerah Kemang Pratama, masih di Bekasi. Saat itu Alim meminta harga Rp SO juta. Alim tidak menyangka uang Rp SO juta itu dianggap murah bagi calon pewaralaba. Begitu cabang pertama dibuka, cabang kedua dan ketiga dengan cepat menyusul. "Saya bilang baru kemarin dapat Rp SO juta, nah ini dapal duit lagi, katanya.
Dalam dua bulan setelah waralaba pertama dibuka, sudah ada tujuh cabang dibuka. Peminat terus bertambah. Alim
NERACA. Semua kalangan, rasanya mengenal makanan martabak, makanan ini telah melekat dilidah kita semenjak kecil. Kini bentuk serta rasa kudapan khas Indonesia ini dibuat berbeda di tangan Alim.
Berawal dari perjalanan hidup yang dijalaninya dari berbagai profesi mulai dari kuli panggul, pernah pula menjalani profesi sopir angkot. Namun sejak November 2007 Alim memulai bisnis dengan menjual martabak. Tak susah memilih nama, ia gunakan namanya untuk gerai martabak itu Martabak Alim. Modalnya cuma, dua loyang untuk membuat martabak ukuran reguler dan empat loyang kecil untuk membuat martabak unyil (kecil). Saat itu ia menyewa tempat ukuran 2 x 3 m2 di Bekasi. Suhanto Alim nama aslinya.
Alim menawarkan aneka pilihan martabak. Untuk martabak manis saja ada 35 varian rasa, sedangkan untuk martabak telor ada 18 varian. Belum lagi ada Martabak Burger. Untuk martabak manis ada varian berdasarkan ukuran yaitu Martabak Unyil, mini, dan jumbo. Harganya mulai Rp 4.000. Paduan antara variasi rasa yang beraneka, harga yang terjangkau membuat Martabak Alim langsung meledak. Jumlah pengunjungnya membludak.
Belakangan untuk mengantisipasi animo msyarakat yang tinggi Alim mengembangkan sistem modern dengan mengadopsi sistem kerjasama model franchise. Pola kerjasama ini yang meningkatkan jumlah cabangnya bertambah dengan cepat. Ia menawarkan paket usaha mulai dari paket gerobak dengan investasi Rp 15 juta hingga paket outlet dengan investasi Rp 150 juta. Tak sampai dua tahun cabangnya sudah mencapai 54 cabang yang tersebar mulai dari Jabodetabek, Bandung, hingga luar Jawa.
Punya ratusan Cabang
Warung Martabak Alim, biasanya memiliki ciri berlampu terang, tampak cerah. Lantainya porselin, tampak higienis. Pegawainya berseragam, tampak profesional. Menunya banyak, tampak variatif. Dan warung martabak ini memiliki 103 cabang, yang membuatnya tampak hadir di mana-mana. Padahal dua tahun silam si pemilik Martabak Alim, Suhuanto Alim, masih mengandalkan hidup dari warung mie. Warung itu berpindah-pindah di seputaran Bekasi dan, malangnya, tidak begitu sukses.
"Waktu itu saya sudah banyak berhutang. Di bank saya berhutang sampai Rp 95 juta," kata pria 45 tahun ini menuturkan jaman susahnya. "Bayangkan saya memakai sepuluh kartu kredit dan semuanya overlimit." Tambahnya.
Sebagai pria kelahiran
Bangka, menjadikan soal membuat martabak dianggapnya bakat alam. "Bisa dibilang membuat martabak ini sudah mendarah daging, kebetulan kakak saya juga berjualan martabak," kata Alim.
Setelah urusan modal kelar, Alim memikirkan produk martabaknya. Ia tidak hanya membuat martabak dengan rasa seperti di gerobak atau warung-warung martabak lain. Martabak Alim ini banyak memiliki variasi rasa yang sebelumnya tidak pernah terdengar. Awalnya, Martabak Alim menawarkan martabak rasa durian. "Durian itu kan banyak diuber sama orang. Bisa dihitung dengan jari lah berapa orang yang tidak suka durian," katanya. "Makanya saya berani jualan.
Tak hanya durian, Alim juga menggembrak dengan martabak selai. Yang ditawarkan antara lain martabak rasa stroberi dan bluberi. Setelah soal produk. Alim memikirkan harga. Di gerobak-gerobak, martabakbiasanya mesti dibeli dengan ukuran selebar piring yang mesti dihabiskan beberapa orang. Hal ini memaksa harga menjadi tinggi. Alim menyiasati dengan menawarkan produk yang lebih kecil-ia sebut ukuran "unyil"-sampai ukuran besar. Harga pun tidak hanya Rp 20 ribu, untuk ukuran besar, tapi juga cukup dengan uang Rp 4.000 untuk ukuran unyil ini. Hal ini membuat harga makin terjangkau.
Alim sangat bangga dengan ide variasi rasa maupun kebijakan harga. Ide ini murni keluar dari kepalanya. "Prinsip saya, kalau berdagang tidak mau mencontek," katanya. Martabak Alim rupanya disambut bagus oleh pasar. Selama setahun pertama, usaha ini berjalan maju pesat. Rekan-rekan Alim mulai melirik bisnis ini dan bertanya kemungkinan membuka waralaba. Alim malah bingung ditanya soal waralaba. "Waktu itu saya tidak tahu apa itu franchise," katanya.
Dia belajar dan akhirnya,pun menaikkan harga lisensi waralaba dari yang semula Rp 50 juta itu. "Kalau sekarang, untuk franchise martabak sudah Rp 120 juta," katanya.
Harga ini tetap memikat para pewaralaba. Tak heran, sekarang sudah ada 103 cabang di seluruh Indonesia, tidak hanya di Bekasi atau Jakarta. Alim sendiri menganggap waralabanya bukan franchise murni. Ia lebih suka menyebut sebagai mitra kerja. Pihaknya memang masih melakukan pelatihan bagi karyawan dan memasok bahan baku.
Tapi pemegang lisensi berhak melakukan inovasi produk Martabak Alim meski ada rambu-rambu tertentu. Akibatnya, katanya, "Di cabang satu dan lainnya suka berbeda rasa." Tidak hanya itu, pemegang lisensi dipersilakan membuka usaha serupa asal tidak merusak citra Martabak Alim. Di warung tempat Martabak Alim pertama berdiri, (shiddig)
Sumber: Harian Ekonomi Neraca