Bisnis angkringan yakni bisnis makanan yang dinikmati dengan duduk di
lantai terus melakukan invasi ke kota-kota besar. Berasal dari bahasa
jawa angkring punya arti duduk santai.
Belakangan, angkringan justru lebih dikenal sebagai tempat jualan
aneka makanan dengan gerobak dorong. Pembeli biasanya menikmati makanan
di selembar tikar yang terhampar tak jauh dengan gerobak.
Awalnya, angkringan banyak dijumpai di pinggir jalan di Jawa Tengah
dan Yogyakarta. Kini, bisnis angkringan ini telah berkembang di sejumlah
kota di Indonesia termasuk Jakarta dan sekitarnya Beragam makanan yang
dijual seperti nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur
puyuh, keripik dan lain-lain.
Selain makanan, kita bisa juga menemukan aneka minuman seperti teh,
jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua makanan itu dijual dengan
harga terjangkau.
Kini, bisnis angkringan terus merambah ke daerah lain, salah satunya
berkat tawaran kemitraan dari pebisnis ini. Apakah usaha ini masih
menjanjikan? Berikut ulasan perkembangan usaha sejumlah kemitraan bisnis
angkringan yang pernah diulas KONTAN.
• Angkringan Ki Asem
Pada Mei 2009 lalu, KONTAN mengulas tawaran kemitraan dari Angkringan
Ki Asem asal Bekasi. Ki Asem yang berdiri pada tahun 2007 itu
menawarkan kemitraan di 2008. Ki Asem memiliki delapan gerai, tiga
diantaranya milik sendiri dan sisanya milik mitra.
Setelah kurang lebih tiga tahun beroperasi, Ki Asem mengalami
perkembangan. Hal ini terlihat dari penambahan jumlah gerai milik
sendiri. Menurut Sartono, pemilik Angkringan Ki Asem, saat ini mereka
telah memiliki 14 gerai yang tersebar di Bekasi dan Jakarta, sembilan
diantaranya milik sendiri dan lima milik mitra. "Kami terus menargetkan
pertambahan outlet minimal tiga sampai empat tiap tahun," ujarnya.
Agar bisa menjaring banyak mitra, Sartono rajin berpromosi lewat
iklan di media, terutama via internet. Ki Asem juga terus menjaga
kualitas rasa agar pelanggan tetap datang. Sekali setahun, Ki Asem pasti
menelurkan menu baru sehingga pelanggan mendapatkan rasa baru dan tidak
bosan dengan menu lama.
Angkringan Ki Asem mengerek biaya investasi. Jika pada 2009 lalu, Ki
Asem mematok biaya investasi Rp 15 juta, saat ini menjadi Rp 20 juta.
Kenaikan menyesuaikan dengan harga barang-barang yang juga naik tiap
tahun.
Dengan investasi itu, mitra berhak atas gerobak, meja dan kursi
dengan kapasitas 20 orang. Mitra juga mendapat pasokan peralatan makan
seperti nampan, dan teko yang diboyong Sartono langsung dari Solo.
Dengan investasi tersebut, Mitra diperkirakan bisa meraup omzet
sekitar Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per hari. Kalau tempatnya strategis bisa
lebih tinggi lagi. Ki Asem juga memungut royalty fee sebesar 2% dari
omzet mitra per bulan. Mitra diperkirakan akan balik modal dalam waktu 6
bulan - 8 bulan.
Soal kalau harga makanan, Sartono bilang, kenaikannya rata-rata
sekitar 20% dari harga sebelumnya. Gorengan misalnya, semula harganya Rp
500 per potong, kini menjadi Rp 750 per potong.
• Solo Rasa Angkringan
Solo Rasa Angkringan berdiri di Malang, Maret 2010.
Lalu sang pendiri, Anton Haekal mulai menawarkan kemitraan usahanya ini
pada 2011 lalu. Saat KONTAN mengulas kemitraan angkringan yang diklaim
menggabung konsep tradisional dan modern ini pada Maret 2011, Solo Rasa
Angkringan baru memiliki dua gerai milik sendiri.
Kala itu, biaya investasi menjadi mitra Solo Rasa Angkringan
bervariasi tergantung lokasi. Biaya investasi di Jawa Timur Rp 9 juta,
Jawa Tengah Rp 19 juta, Jawa Barat Rp 25 juta, dan luar Jawa Rp 35 juta.
Dengan omzet Rp 9 juta-Rp 15 juta per bulan, mitra diprediksi bisa
balik modal sekitar enam bulan hingga setahun.
Medio 2012 ini, Solo Rasa Angkringan telah mengalami beberapa
perubahan. Kata Anton, sampai saat ini ia telah menggaet dua mitra,
yakni di Malang dan Bandung. "Khusus mitra di Bandung kami menggabungkan
konsep kafe dan angkringan sekaligus," katanya.
Sedangkan untuk paket investasi, belum ada perubahan. Bahkan, Anton
membuat terobosan dengan memberlakukan investasi fleksibel alias
menyesuaikan bujet mitra. Model ini efektif untuk mengangkat pamor
angkringan miliknya.
Ia bilang, kini keempat gerai angkringan, baik miliknya pribadi dan
milik mitra, dapat meraup omzet Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per hari.
"Perhitungannya jika dikonsep lebih modern dan lengkap, balik modalnya
sekitar setahun dengan laba 30 %," tuturnya.
Demi memikat banyak mitra, kini Anton menghilangkan Royalty fee
sebesar Rp 150.000 per bulan atau Rp 9 juta untuk lima tahun. Selain
itu, ia pun memberikan kesempatan bagi mitra untuk menjadi investor
dengan sistem pengelolaan penuh dijalankan oleh pusat. "Kami berlakukan
bagi hasil untuk gerai under management yakni 60% pusat, 40% mitra,"
jelasnya.
Inovasi menu pun dihadirkan Anton dengan menambah beberapa menu lain
seperti nasi gudeg dan ceker setan atau ceker rasa pedas. Ia bilang
harga makanan di angkringan ini bervariasi dari mulai Rp 1.000-Rp 4.000
per porsi.
• Angkringan Fatmawati
Angkringan yang sudah berdiri sejak Juni 2006 di Jalan Fatmawati ini
masih tetap eksis hingga sekarang. Namun, mengalami kemandekan dalam
menjaring mitra. Saat diulas KONTAN, Mei 2011 lalu, Angkringan Fatmawati
telah memiliki tiga mitra di Pasar Minggu, Ciputat dan Cililitan.
Menurut Handayani, pemilik sekaligus pendiri Angkringan Fatmawati, ia
sempat memiliki mitra keempat, yakni di Depok. Tapi kini, mitra
Angkringan Fatmawati tinggal dua mitra. Sementara gerainya sendiri ada
tiga, yakni di kawasan Cililitan, Depok dan Fatmawati.
Menurut Handayani, mitranya berkurang karena mereka menjadikan usaha
ini sekadar sampingan saja. "Mitra saya orang kantoran, jadi saat anak
buahnya sering tidak masuk, usaha keteteran," ujarnya.
Sebetulnya, kata Handayani, cukup banyak yang berminat menjadi mitra
Angkringan Fatmawai, tetapi mereka kesulitan mencari lokasi yang pas.
Maklum, Handayani memberi syarat luas tempat usaha sekitar 8 meter x 6
meter untuk membuka usaha angkringan. "Jadi harus cukup untuk lesehan
juga, selain tempat gerobaknya karena konsep saya memang lesehan,"
jelasnya.
Meski begitu, ia yakin, cabangnya masih akan berkembang. Maka itu,
Handayani terus mencari mitra serta mengembangkan menu-menu baru
angkringan.Untuk menjadi mitra Angkringan Fatmawati, harga paket investasinya
saat ini sudah naik. Sebelumnya, Handayani mematok investasi Rp 13 juta.
Harga ini sudah termasuk gerobak dan seluruh peralatan awal yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha ini.
Kini, paket investasi tersebut naik menjadi Rp 15 juta karena naiknya
harga-harga peralatan. Namun, bagi mitra yang ingin membuka usaha
dengan menyiapkan gerobak serta peralatan sendiri, biaya investasi yang
ditawarkan masih tetap Rp 5 juta.
Dengan ongkos itu, mitra mendapatkan lisensi nama dari Angkringan
Fatmawati untuk jangka waktu lima tahun dan konsultasi. Angkringan ini
juga tetap tidak memungut biaya royalti.Handayani menargetkan mitranya bertambah tiga hingga akhir tahun ini.
"Bisnis ini masih bagus karena pasarnya jelas," ujar Handayani.
http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html
http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html
Sumber : Kontan.co.id