>>>>Anak Jalanan juga Bisa Sukses
HIDUP adalah pilihan. Mau sukses atau tidak, tergantung semangat dan ketekunan kita yang menjalankannya. Buktinya, Rio Priono bisa sukses meski berlatar belakang sebagai anak jalanan."Dulu saya hanya anak kecil kumuh yang tak mampu berkata apa-apa. Hanya bisa tersenyum di atas muka kecut orang lain," turur Rio, 24, mengawali ceritanya. Sosok mahasiswa Stikes Dharma Husada Bandung itu penuh semangat, dedikasi, dan visioner.
Tak ada yang menyangka mahasiswa tingkat akhir yang aktif sebagai wakil presiden mahasiswa di kampusnya ini pernah mengecap kehidupan jalanan."Saya pernah berprofesi sebagai pengamen, penjual asongan, dan terkadang menjadi kuli panggul di pasar. Sempat berhenti sekolah satu tahun setelah lulus SMP. Waktu satu tahun itu, saya habiskan di jalanan," kenang Rio.
Kenapa dia bisa sampai hidup di jalan? Perekonomian keluarga alasannya. Ibu terpaksa jadi kuli cuci baju untuk menafkahi keluarga dan saya bertekad untuk membantu keluarga. Apa pun caranya, asalkan halal.
"Selain itu, karena pengaruh lingkungan sekitar dan pergaulan. Maklum saya tinggal di daerah pinggiran perkotaan yang ringkat perekonomiannya rendah," cerita Riosendu.
Pendidikan nomor satu
Kehidupan sebagai anak jalanan dijalaninya selama empat tahun, 1999-2003. Namun, semangatnya untuk tetap bersekolah selalu ada. "Saya merasa selalu ada kekuatan dalam diri saya untuk terus menekuni dunia pendidikan. Di antara teman-teman di jalanan, saya satu-satunya yang bersekolah," tuturnya.
Lucunya, menurut Rio, hingga kini orang tuanya tidak tahu dia pernah jadi anak jalanan. Mereka hanya tahu Rio jarang pulang ke rumah. "Iya, dulu saya jarang pulang ke rumah karena kalau beroperasi mulai subuh di Pasar Ujung Berung, Bandung, sebagai kuli panggul dan pedagang keresek asongan. Lalu, pulang sekolah menjadi pengamen di Terminal Bundaran Cibiru, Tanjung Sari, bahkan sampai Sumedang," ujar Rio. Tampak jelas di raut wajahnya kenangan akan perjuangan beratnya dulu.
Kini ia mengaku bahagia pernah merasakan hidup di jalan. "Dari jalan inilah saya sadar banyak anak yang jauh kurang beruntung jika dibandingkan dengan saya. Apalagi saya sekarang dapat merasakan bagaimana rasanya kuliah," ujar Rio bersyukur.
Sebagai bentuk kontribusi nyata, Rio bersama teman-teman di kampus beberapa waktu lalu membangun rumah baca di kawasan daerah terisolasi. Kampung Cigumentong, Desa Sindulang, Cicalengka, Bandung."Ke depannya kita juga berniat membangun rumah baca di kawasan kumuh perkotaan sekalian mengadakan bimbingan belajar bagi anak-anak yang tidak mampu," tambahnya bersemangat.
Menurutnya, anak-anak yang tidak mampu bukan berarti tidak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Walau rumah baca ini bukan sekolah formal, melainkan paling tidak dapat membantu memenuhi keinginan adik-adik kita untuk belajar," kata Rio. (M-7)
HIDUP adalah pilihan. Mau sukses atau tidak, tergantung semangat dan ketekunan kita yang menjalankannya. Buktinya, Rio Priono bisa sukses meski berlatar belakang sebagai anak jalanan."Dulu saya hanya anak kecil kumuh yang tak mampu berkata apa-apa. Hanya bisa tersenyum di atas muka kecut orang lain," turur Rio, 24, mengawali ceritanya. Sosok mahasiswa Stikes Dharma Husada Bandung itu penuh semangat, dedikasi, dan visioner.
Tak ada yang menyangka mahasiswa tingkat akhir yang aktif sebagai wakil presiden mahasiswa di kampusnya ini pernah mengecap kehidupan jalanan."Saya pernah berprofesi sebagai pengamen, penjual asongan, dan terkadang menjadi kuli panggul di pasar. Sempat berhenti sekolah satu tahun setelah lulus SMP. Waktu satu tahun itu, saya habiskan di jalanan," kenang Rio.
Kenapa dia bisa sampai hidup di jalan? Perekonomian keluarga alasannya. Ibu terpaksa jadi kuli cuci baju untuk menafkahi keluarga dan saya bertekad untuk membantu keluarga. Apa pun caranya, asalkan halal.
"Selain itu, karena pengaruh lingkungan sekitar dan pergaulan. Maklum saya tinggal di daerah pinggiran perkotaan yang ringkat perekonomiannya rendah," cerita Riosendu.
Pendidikan nomor satu
Kehidupan sebagai anak jalanan dijalaninya selama empat tahun, 1999-2003. Namun, semangatnya untuk tetap bersekolah selalu ada. "Saya merasa selalu ada kekuatan dalam diri saya untuk terus menekuni dunia pendidikan. Di antara teman-teman di jalanan, saya satu-satunya yang bersekolah," tuturnya.
Lucunya, menurut Rio, hingga kini orang tuanya tidak tahu dia pernah jadi anak jalanan. Mereka hanya tahu Rio jarang pulang ke rumah. "Iya, dulu saya jarang pulang ke rumah karena kalau beroperasi mulai subuh di Pasar Ujung Berung, Bandung, sebagai kuli panggul dan pedagang keresek asongan. Lalu, pulang sekolah menjadi pengamen di Terminal Bundaran Cibiru, Tanjung Sari, bahkan sampai Sumedang," ujar Rio. Tampak jelas di raut wajahnya kenangan akan perjuangan beratnya dulu.
Kini ia mengaku bahagia pernah merasakan hidup di jalan. "Dari jalan inilah saya sadar banyak anak yang jauh kurang beruntung jika dibandingkan dengan saya. Apalagi saya sekarang dapat merasakan bagaimana rasanya kuliah," ujar Rio bersyukur.
Sebagai bentuk kontribusi nyata, Rio bersama teman-teman di kampus beberapa waktu lalu membangun rumah baca di kawasan daerah terisolasi. Kampung Cigumentong, Desa Sindulang, Cicalengka, Bandung."Ke depannya kita juga berniat membangun rumah baca di kawasan kumuh perkotaan sekalian mengadakan bimbingan belajar bagi anak-anak yang tidak mampu," tambahnya bersemangat.
Menurutnya, anak-anak yang tidak mampu bukan berarti tidak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Walau rumah baca ini bukan sekolah formal, melainkan paling tidak dapat membantu memenuhi keinginan adik-adik kita untuk belajar," kata Rio. (M-7)
Sumber : Media Indonesia