" Status YM ""
ukm indonesia sukses

MEMPERTANGGUH USAHA KECIL


 MEMPERTANGGUH USAHA KECIL

Pemberdayaan UMKM berkontribusi langsung pada perekonomian masyarakat.
Bank syariah terus menunjukkan tajinya di dunia perbankan Tanah Air. Menurut data Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), pertumbuhan bank syariah di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 30 persen per tahun. Meskipun untuk pangsa pasarnya masih di kisaran tiga persen dari keseluruhan industri perbankan di Indonesia. Bank Syariah Mandiri (BSM) sebagai salah satu pemain besar di bidang ini pun terus memperlihatkan pertumbuhan yang menggembirakan.

Menurut lembaga rating internasional, Fitch, rating BSM menunjukkan peningkatan. Di 2011, data survei lembaga tersebut memperli-. hatkan rating BSM mengalami perubahan dari AA- menjadi AA. Peningkatan rating secara nasional ini, antara lain didorong oleh kinerja induk BSM, Bank Mandiri yang berhasil meningkatkan ratingnya menjadi AAA. Kesamaan nama dan dukungan Bank Mandiri sebagai pemilik penuh BSM melalui bantuanfinansial membuat perkembangan bisnis di BSM terus tumbuh.

Fitch pun menilai, dukungan tersebut akan tetap membuat BSM berkembang. Meskipun hanya sekedar meningkatkan jaringan, namun cukup menambah pendapatan dan mendukung pertumbuhan aset beserta modal. Selama 2010, laba bersih BSM meningkat menjadi Rp 320 miliar. Hal ini didorong oleh pertumbuhan pembiayaan yang kuat, hasil pembiayaan yang tinggi, dan deposito yang berada pada titik aman.

Sementara itu, rasio non performing finance (NPF) berada di angka 4,2 persen, setelah di tahun sebelumnya sempat menyentuh ambang batas Bank Indonesia 5,9 persen. Hal ini lantaran karena dukungan suntikan modal dengan situasi ekonomi yang sehat. Untuk tahun ini, Fitch memperkirakan pertumbuhan pembiayaan BSM akan meningkat hingga sebesar 37,6 persen. Sektor UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) akan menjadi salah satu fokusnya.

Direktur Bank Syariah Mandiri (BSM), Hanawijaya menjelaskan, BSM memasang target pertumbuhan pembiayaan sekitar 25-30 persen pada tahun ini. Salah satu strateginya adalah dengan melalui pembiayaan UMKM. "Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah salah satu pintu masuk kita untuk mengembangkan UMKM. Karena program ini dinilai baik menurut sudut pandang bank. Dia melalui prosedur bank, tapi kalau ada apa-apa dengan nasabahnya,bank di-cover sekitar 70 persen. Kan bagus buat bank," ujarnya, di Jakarta, belum lama ini.

Selain itu, program ini juga bertujuan untuk mengembangkan wirausaha baru yang tidak bankable, karena tidak mampu menyediakan jaminan. Namun, memiliki performa yang baik secara cashflow. Karenanya, bank menjadi terbantu ikut dalam program ini.

Ia menjelaskan, BSM selalu memberikan perhatian khusus kepada pelaku UMKM yang selama ini banyak berjasa dalam menggerakkan roda perekonomian serta penyerapan tenaga kerja. Dengan perkiraan jumlah pelaku usaha UMKM mencapai 98 persen, pemberdayaan UMKM menjadi salah satu upaya untuk memberikan kontribusi langsung ke perekonomian masyarakat.

Disebutkan, sejak awal berdiri, BSM konsisten membangun UMKM. Hal itu bukan hanya karena memiliki tingkat risiko yang lebih kecil dibanding pelaku usaha korporasi, tapi juga berdasarkan pertimbangan ilmiah yang telah membuktikan bahwa pengembangan sektor ini mampu meningkatkan gross domestic product negara.

"Menurut saya, ini merupakan salah satu program jenius yang dikeluarkan pemerintah sekarang. Karena bank susah mengakses orang yang non-bankable. Kedua, karena bisa jadi modal usaha bagi bank untuk membiayai wirausaha baru," katanya. Contohnya di BSM, pada 2010 ada 791 orang yang naik kelas dari KUR ke komersial.

Berorientasi bisnis
Pengamat ekonomi syariah dari Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Masyhudi Muqorobin menjelaskan, BSM memang menunjukkan kinerja yang cukup signifikan. "Ini sejalan dengan pertumbuhan economic performance perbankan syariah secara umum. Meskipun BSM termasuk lebih baik dari bank syariah lain," ujarnya.

Meskipun secara pertumbuhan ekonomi BSM dinilai cukup baik, ia melihat masih ada kekurangan dari sisi syariah. Yakni, terkait dengan tujuan untuk memberikan syariah bagi semua lapisan masyarakat. "Seperti perbankan syariah pada umumnya, orientasi bisnis yang dijalankan masih lebih tinggi ketimbang orientasi sosial yang justru menjadi identitas dari syariah itu sendiri," papar Masyhudi.

Sebagai gambaran, jelasnya, untuk skema pembiayaan yang dikeluarkan saat ini masih memiliki instrumen penambahan nilai dari jumlah yang dipinjam. Masih sulit untuk mendapatkan skema peminjaman dengan pengembalian sesuai dengan jumlah uang yang dipinjam. Hal ini tidak . jauh berbeda dengan yang dilakukan bank oleh konvensional dengan instrumen bunga.

Makanya, ia berharap ke depan perbankan syariah, khususnya BSM sebagai salah satu pemain besar, mampu meningkatkan orientasi syariahnya dengan lebih baik. "Jangan sampai peran sosial yang menjadi tanggung jawab perbankan syariah justru ditinggalkan atau porsinya lebih kecil."

INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/



Membesarkan pernak-pernik dengan waralaba


 Pernak-pernik  waralaba

Itukah moto yang diusung Dewi Tanjung dalam memulai bisnis handiraft yang diberi label De Tanjung. Ketika baru menjalani usahanya, perempuan muda ini benar-benar bisa dibilang modal dengkul, hanya RpSO.OOO. Itu pun diperoleh dari pemberian pamannya untuk membeli baju baru saat Lebaran.


"Saya ini orang biasa, bisa dibilang sangat sederhana. Ayah sudah wafat ketika saya masih bayi, dan ibu hanya lulusan sekolah dasar. Dia bekerja sebagai buruh pabrik dan pembantu rumah tangga, serta buka warung kecil-kecilan," ujar perempuan kelahiran 17 Mei 1978 ini.

WalauJiidup dalam kesederhanaan, semangat Dewi untuk sekolah tetap tinggi. Bahkan dia bisa lulus kuliah D3 Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Brawijaya, Malang. Dan saat ini melanjutkan Sl di IKIP Budi Utomo, Malang.

Saat berkuliah di Unibraw itu, Dewi mengalami kesulitan dalam membayar uang SPP. Suatu ketika dia diberi seorang pamannya uang RpSO.OOO untuk beli baju Lebaran, tetapi Dewi tidak membeli baju baru. Otaknya malahberpikir untuk menjadikan uang tersebut sebagai modal awalnya dalam berusaha.

Ketika itu, katanya, yang terpikirkan dalam benaknya adalah membuat kreasi pernak-pernik dari daun kering. Kebetulan di sekitar kampusnya banyak daun-daun dan bunga kering yang terbuang begitu saja. Dewi pun memungutinya dan membersihkannya. Helai demi helai daun dan bunga dicobanya untuk membuat sesuatu yang menarik dan berfungsi.

Kebetulan saat itu juga lagi tren membuat sesuatu dari produk daur ulang. Dewi pun membeli kertas dan karton serta lem. Dia berkreasi membuat buku catatan, buku telepon, pigura foto, dan pernak-pernik lainnya.

Semula dia membuat lima macam produk saja, dan masing-masing sebanyak sepuluh buah. Pemak-pemik itu saya tawarkan ke teman-teman di kampus. "Ada yang membeli, ada juga yang meledek saya ini sales. Tapi, saya acuh saja. Saya tetap percaya diri dan terus menjualnya," ujar Dewi yang saat ini sudah punya anak satu orang.

Berkembang pesat

Dari modal awal RpSO.OOO itu, bisnis pernak-pernik De Tanjung terus berkembang. Produk berbahan baku sampah kering seperti dedaunan dan bunga tersebut, di tangannya menjadi benda yang bagus serta punya nilai jual.

Awalnya Dewi mengerjakan sendiri proses produksi produknya, sampai pemasarannya. Tapi sekarang dia sudah memiliki 54 pegawai, 11 orang di antaranya membantunya dalam manajemen, lainnya adalah kaum ibu di sekitar tempat tinggalnya yang dilatih membuat pernak-pernik.

Darimana Dewi punya ide membuat pernak Untuk mempercepat perluasanpasar, Dewi menciptakansistem waralaba.pernik tersebut? "Saya belajar seraca otodidak, seperti buat undangan, dan suvenir lainnya. Sejak kecil saya suka membaca, melukis, dan jalan-jalan di pinggir sawah. Tapi khusus untuk produk daun, saya memperdalamnya dari Pak Heri Daun di Surabaya."

Kalau semula produknya cuma 10 buah saja per macam produk, kini dia sudah memproduksi sampai ribuan buah per bulan. "Saya kini fokus memproduksi untuk pernak-pernik pernikahan dengan empat macam produk saja yaitu undangan, suvenir, mahar, dan seserahan," katanya.

Bahan baku produk itu khas Indonesia, seperti daun kering, batik. Udi, bambu dan lainnya. Dia juga juga mengkombinasikannya dengan bahan impor yang lebih modern sebagai variasi dan pelengkap.

Bahan-bahan baku tersebut disuplai dari sekitar Malang, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Lombok. Sedangkan bahan import dari China dan Hong Kong. Menurut dia, proses pembuatan produk kerajinan tersebut tidak rumit, tetapi perlu ketelatenan dan kesabaran. Semua karyawan bisa mengikutinya karena dia memberi training dulu selama 1 minggu.

Dewi mengaku penjualan produknya meningkat signifikan dibandingkan dengan awal buka dulu. "Dulu penjualan hanya sekitar Rp 15 juta per tahun. Kini bisa mencapai di atas Rpl miliar per tahun."

INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/

Mendesain semangat usaha

 Semangat usaha

Dosen Tourism Hotel Management, Universitas
Ciputra Wapres Boediono saat menyampaikan arahan dalam Sidang Dewan Pleno II dan Munas Khusus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia di Istana Wapres, Rabu (19 Januari), menyatakan kualitas dan kuantitas wirausahawan nasional masih tertinggal sehingga diperlukan program bersama untuk mengembangkannya.

Menurut Wapres, jumlah wirausahawan nasional ketinggalan dibandingkan dengan dengan negara lain sehingga harus ada program bersama masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah yang dilakukan secara sadar dengan program yang jelas (Antara, 19/1).

Entrepreneurship by design yang dimaksud wapres telah menyebar dan dirasakan keampuhannya melawan kemiskinan dj beberapa kalangan masyarakat. Umumnya menjadi entrepreneur tidak by design melainkan by accident, karena ter-PHK misalnya. Namun, idealnya entrepreneurship harus disebarkan sistematis dan terukur sehingga hasilnya pun jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan melalui proses alami.

Terkait dengan itu, pada 15 - 20 November 2010 lalu, pekan entrepreneurship dunia (global entrepreneurship week) digelar di 112 negara termasuk Indonesia. Negeri kita mendapat kehormatan karena acara GEW ini dibuka langsung oleh penggagasnya, Carl Schramm (President dan CEO Kauffmann Foundation). CEW di gagas oleh Gordon Brown, mantan Perdana Menleri Inggris, bersama Carl Schramm sejak 3 tahun terakhir.

Pada tahun pertama GEW diikuti 77 negara, lalu pada 2009 diikuti 88 negara dan tahun ini mencapai 112 negara. Di Indonesia, Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) adalah organisasi resmi yang ditunjuk oleh panitia global GEW untuk menjadi tuan rumah GEW di Indonesia.

Even entrepreneur ini menghubungkan orang-orang yang berasal dari seluruh dunia melalui kegiatan lokal, nasional, dan glob.)) yang dirancang untuk membantu mereka mengeksplorasi potensi yang mereka miliki sebagai orang yang pertama kali memulai dan inovator.

Para murid dan pendidik, entrepreneur, pemimpin usaha, pejabat pemerintahan, media dan masih banyak lainnya berpartisipasi dalam serangkaian kegiatan untuk memanfaatkan jaringan sosial, untuk berhubungan dengan masyarakat yang melakukan tindakan-tindakan dalam komunitas lokal dan global, dan untuk merayakan entrepreneurship di seluruh dunia.

Dalam 1 minggu itu, jutaan anak-anak muda dari seluruh dunia bergabung dalam sebuah gerakan mendunia untuk melahirkan gagasan-gagasan baru dan untuk menemukan cara-cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu.

Kaum muda

Penempatan kaum muda sebagai sentral entrepreneurship dalam event GEW ini tidak semata-mata menyangkut isu kewirausahaan. Tahun 2010-2011 secara khusus didedikasikan oleh PBB sebagai tahun kaum muda sedunia.

Bahkan pada 21 September 2010 yang diperingati sebagai hari perdamaianinternasional, PBB mengangkat tema Peace, Youth and Development unluk perayaan tahun ini. Ketiga aspek tersebut (perdamaian, kaum muda, dan pembangunan) terangkai dalam satu asumsi sederhana, perdamaian dapat ditegakkan manakala kemiskinan dan pengangguran dapat ditanggulangi. Kaum muda memegang andil penting untuk berkontribusi di dalamnya.

Uniknya, PBB mengintegrasikan peran dan eksistensi kaum muda sebagai salah satu unsur vital dalam menciptakan perdamaian dunia. Lebih-lebih keterkaitan kaum muda tidak sekadar objek, melainkan pelaku sejarah yang akan menuntaskan Millennium Development Coals dengan mereduksi secara signifikan kemiskinan di muka bumi ini.

Di Indonesia, elan vital kaum muda berimpitan dengan problematika kaum muda itu sendiri dalam melepaskan diri dari ancaman pengangguran dan kemiskinan. Di sinilah pentingnya semangat dan praktik entrepreneurship untuk semakin dibumikan dan diterapkan di kalangan kaum muda maupun pihak-pihak yang terkait erat dengannya, khususnya institusi pendidikan tinggi. Di sini pulalah celah peningkatan kuantitas entrepreneur di Indonesia berada.

Namun, pembangunan kewirausahaan di Indonesia tidaklah mudah. Berdasarkan penelitian dari Enrrepreneurship Working Croup dari APEC (2004) terlihat bahwa hanya sedikit wirausaha yang berhasil menjadi pengusaha besar dalam siklus pola kewirausahaan. . Fenomena ini juga banyak terjadi di Indonesia.

Hambatan dan upaya

Rendahnya entrepreneur dari kalangan sarjana (fresh graduate) misalnya, juga disebabkan oleh ketidakmampuan mengatasitantangan dan kesulitan yang ada. Sebagai contoh, keterbatasan jumlah bisnis orang tua yang dapat diwariskan, tidak adanya pengalaman berusaha selama masa pendidikan, masih minimnya jaringan untuk membangun . usaha, baik itu rekan berbisnis, pelanggan, supplier, distributor, lembaga perbankan, dan jaringan lainnya.

Keterbatasan ini berdampak besar menurunkan tekad serta motivasi para sarjana untuk berusaha. Pandangan tentang ketatnya persaingan pasar, asumsi kalau pasar penuh distorsi dan merasa diri tidak mampu menghadapinya, hingga bayangan tentang persoalan-persoalan teknis yang melelahkan pikiran dan tenaga, membuang jauh-jauh profesi sebagai pengusaha (Kasali, 2010).

Demikian pula, lama terjadi ketidaksesuaian performa pendidikan di perguruan tinggi kita, ditambah dengan performa dosen yang sama tidak relevannya dengan tantangan-tantangan dan kesulitan-kesulitan jaman sekarang, menjadikan kewirausahaan di negeri kita kurang diminati.

Selain rekaan-rekaan itu, pendidikankewirausahaan kita memiliki banyakkelemahan lainnya. Beberapakelemahan yang mendasar adalah [uangnya minat wirausaha sukses untuk mau mengajar, kurikulum kewirausahaan kurang menarik, mental pengajar formal yang masih birokrat, dan masih minimnya pusat-pusat pelatihankewirausahaan baik secara formal maupun informal (ILO, 2003).

Lalu, apakah perguruan tinggi satu-satunya pihak yang menyebabkannya? Temyata tidak. Pendidikan dalam keluarga sebagai institusi paling dasar dalam kehidupan berbangsa turut menanamkan nilai-nilai antikewirausahaan.

Dominasi pengusaha Indonesia dari kalangan masyarakat Tionghoa tidak melepaskan sisi pendidikan di dalam keluarga mereka. Kita semua kagum dan perlu meneladani mentalitas bekerja mandiri yang sudali ditanamkan dan dipraktikkan pada anak-anak Tionghoa sejak kecil.

Kesuksesan masyarakat Tionghoa dalam berwirausaha bukan hanya fenomena di Indonesia, tetapi juga di Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura. Economist.com (2004) menulis bahwa cikal bakal wirausaha dari masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara berasal dari imigran China Tenggara yang mulai bermigrasi pada abad ke-19.

Dampak ketika keluarga dan pendidikan tinggi tidak pro-enfapreneurship adalah, selepas berkuliah sebagian besar sarjana berebut lapangan pekerjaan. Minimnya penyediaan (supply) lapangan pekerjaan diperebutkan oleh semakin besarnya jumlah pencari kerja (demand) yang sebagian besar berlatar belakang pendidikan tinggi.

Realitas itu adalah ironi tersendiri di negeri kita. Sarjana yang sedianya adalah harapan masyarakat untuk menciptakan perubahan-perubahan, terutama memberantas kemiskinan dalam kapasitasnya membuka lapangan pekerjaan, justru memperpanjang rantai kemiskinan itu dengan kemungkinan yang terburuk juga menjadi pengangguran (terdidik).

INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/


Entri Populer