12/09/2011
Pipin, dari Pemandu Sukses Jadi Eksportir
Jika tidak bermodal nekat, Manampin Girsang tidak akan pergi ke Bali
dan sukses menjadi eksportir mebel. Bermodal Rp 1,5 juta dan bahasa
Inggris, ia dipercaya mengelola bisnis mebel antik dan akhirnya sukses
membuka bisnis sendiri.
Sukses sering berawal dari sebuah
pertemanan atau kemitraan. Itu juga yang dialami Manampin Girsang.
Berawal dari bekerja sama dengan seorang pedagang barang antik, kini
pria kelahiran Brastagi, Sumatra Utara, ini berhasil menjadi eksportir
mebel antik ke Eropa, Amerika Serikat, hingga Timur Tengah.
Dengan
menggunakan merek Gabe International, produk mebel Manampin sudah
dikenal sebagian pengusaha hotel atau vila di luar negeri. Sejak 20
tahun silam, ia memasok mebel antik ke beberapa hotel dan vila mewah di
Cayman Island, Kepulauan Fiji, Bahama, dan Mauritius. Tiap bulan, ia
mengekspor setidaknya enam hingga delapan kontainer. Nilai tiap
kontainer ukuran 40 kaki antara 20.000 dollar AS–25.000 dollar AS.
Saat ini, selain memiliki gerai mebel di Bali, Pipin, panggilan akrab Manampin, juga mempunyai galeri, workshop,
dan pabrik di Jepara, Jawa Tengah. Maklum, beragam produk yang
diekspornya, dari meja, bufet, kursi, hingga dipan, semuanya diukir,
dipahat, dan dikerjakan para perajin di Jepara.
Semua produk itu
rata-rata diekspor tanpa merek, terutama jika pemesannya adalah
perusahaan. Berdasar informasi dalam situsnya, klien Pipin antara lain
Soneva Hotel, Club Med, serta Great Bay Hotels and Casino. Selain
korporat, pelanggan mebel Gabe adalah para pemilik rumah atau vila.
Pipin,
kini berusia 42 tahun, tidak menyangka bakal menjadi eksportir mebel
seperti sekarang. Sejak kecil, ayahnya yang bekerja di PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN) mengarahkannya untuk belajar teknik. Setelah masuk
Sekolah Teknik Mesin (STM) di Brastagi, ia lantas kuliah di Jurusan
Teknik Mesin Universitas Indonesia.
Tapi, sebenarnya, anak
keempat dari tujuh bersaudara ini lebih menyukai bahasa ketimbang
teknik. Saat masih sekolah di STM, ia senang memandu turis yang datang
ke Brastagi. Nah, lantaran orientasinya berbeda, Pipin tidak lulus di
UI. Alhasil, ia memilih merantau ke Bali pada tahun 1989. “Saya kabur
karena drop out,” katanya.
Saat itu, dengan bekal duit
Rp 1,5 juta dan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, Pipin ingin
mencari kerja di Bali. Sementara masih lontang-lantung, ia lebih banyak
bergaul dengan para turis dan acap memandu mereka. Lewat seorang teman
dari Kanada yang dikenal saat masih di UI, ia bertemu Giovanni, pria
asal Italia yang berbisnis di Bali.
Nah, oleh Giovanni, Pipin
ditawari menjual bikini aspal. Artinya, merek terkenal tapi palsu.
Celakanya, usaha ini tidak berjalan lama. Dia ditangkap oleh petugas
keamanan lantaran tidak menjadi anggota paguyuban penjual. “Karena saya
bukan anggota mereka, saya dianggap ilegal,” katanya.
Akibatnya,
Pipin masuk dalam daftar hitam untuk berjualan dan beroperasi di
kawasan Kuta. Giovanni menawari Pipin bisnis lain, yakni berjualan
barang antik. “Orang Italia memiliki selera yang bagus untuk seni,”
ujarnya. Ia melihat kebutuhan mebel di Bali sangat besar. Giovanni
langsung percaya, dan memberi modal kamera dan uang agar pria yang
pernah ingin menjadi tentara angkatan laut ini bisa berburu mebel antik.
Berjualan mebel antik
Nah,
naluri bisnis Pipin tidak meleset. Ia berburu mebel antik ke Madura
dan Jepara. Produknya dijual di Indonesia maupun diekspor ke luar
negeri. Sebelum dijual, kadang ia harus memoles, mengecat, dan
memperbaiki sendiri mebel antik itu. Pipin mendapat bagian 10 persen
dari hasil penjualan mebel itu.
Karena hasil kerjanya bagus, akhirnya, Pipin mendapat modal Rp 30 juta dari Giovanni untuk membangun workshop
di Jepara. “Jepara memiliki banyak talenta dan mebelnya bagus,”
katanya. Ia juga mendapat hak untuk mencari pembeli sendiri, di luar
pelanggan Giovanni. Tahun 1991, ia resmi mendirikan Gabe International.
“Gabe berasal dari nama malaikat, Gabriel,” katanya.
Untuk memperluas pemasarannya, Pipin membuat website. Ia rela merogoh kocek Rp 2,5 juta untuk menyewa jasa pembuat situs. Nah, dari situsnya itu, para pembeli (buyers)
berdatangan, kebanyakan dari luar negeri. “Berbisnis lewat internet
juga bisnis kepercayaan. Karena itu, saya menjaga kualitas mebel yang
saya kirim,” kata Pipin yang sering terjun sendiri menjual produknya.
Mulai
tahun 2003, Pipin mengembangkan bisnis sendiri, lepas dari Giovanni
yang sedang terbelit masalah keuangan. Saat itu, ia tidak ada persoalan
dengan modal lantaran punya simpanan dalam dollar AS yang setara dengan
Rp 1,7 miliar. Berbekal itu, Pipin menggenjot penjualan lewat website.
Lantaran
selalu menjaga kepercayaan pemesan, pelanggan mebel antik buatan Pipin
semakin banyak. Hampir semuanya memesan lewat internet.
Saat ini
permintaan ekspor mebel tetap bagus. Ia bahkan menargetkan, dalam
beberapa tahun ke depan, nilai ekspornya mencapai Rp 1 triliun per
tahun. “Saya juga ingin punya merek sendiri,” katanya. Maklum, ia ingin
mengharumkan nama produk asal Indonesia.
Sumber : Harian Kontan
(Dian Pitaloka Saraswat