12/09/2011
Aswan, Sukses Usaha Bermodal Duit Pesangon
Menjadi korban PHK tidak selamanya membuat nasib terpuruk. Justru
setelah PHK, Aswan Nasser sukses berwirausaha di bidang perlengkapan
bayi bermerek La Vindhy Children & Baby Wear. Kini Aswan mampu
mencatat omzet sekitar Rp 100 juta per bulan. Bahkan dia sudah ekspor
produknya itu ke Afrika Selatan.
Membangun usaha dari hasil jerih
payah sendiri memang tak semudah membangun usaha hasil warisan. Hal
itulah yang dirasakan Aswan Nasser, pemilik merek La Vindhy Children
& Baby Wear yang merintis usaha perlengkapan bayi pada tahun 2004.
Walaupun sulit, Aswan membuktikan dengan kerja keras ia bisa membangun
usahanya itu. Kini, Aswan sudah memiliki tiga gerai penjualan
perlengkapan bayi di Bandung, Jawa Barat. Selain itu, Aswan juga memasok
perlengkapan bayi ke sejumlah toko dan department store yang ada di Bandung hingga Jakarta.
Tak puas hanya menjadi produsen kelas lokal, sejak beberapa tahun
silam, Aswan merintis ekspor perlengkapan bayi merek La Vindhy Children
& Baby Wear ke Afrika Selatan dan Hongkong. "Butuh waktu juga untuk
bisa ekspor itu," kata Aswan.
Namun dari semua cerita sukses itu,
yang membuat Aswan senang adalah dia bisa memberi kesempatan kerja pada
orang lain. Lihat saja, usahanya yang kini beromzet sekitar Rp 100 juta
per bulan itu, telah mampu menampung sebanyak 32 pekerja.
Aswan
mengungkapkan, sebelum terjun ke dunia bisnis, dia adalah karyawan Bank
Exim sejak tahun 1987. Dia bekerja di bank milik pemerintah itu selama
13 tahun lamanya. Bahkan saat bank itu merger menjadi Bank Mandiri,
Aswan menyandang jabatan Asisten Wakil Direktur Bank Exim.
Karena
merger itu pula, Aswan pun harus rela kehilangan pekerjaan alias
terkena PHK. "Jabatan itu ternyata tidak lama, karena saya keburu di
PHK," kenang Aswan.
Setelah PHK, Aswan sempat kebingungan
lantaran jadi pengangguran. Walaupun ada niat ingin bekerja tetapi
krisis ekonomi membuat lowongan pekerjaan di perbankan menjadi terbatas.
"Saya sempat kebingungan, saya itu mau ngapain," jelas pria kelahiran
Semarang, Jawa Tengah itu.
Karena terdesak kebutuhan ekonomi,
Aswan memutuskan untuk berdagang. Dengan modal uang pesangon, Aswan
memulai jualan seprai serta bed cover. Bersama sang istri,
Aswan menjajakan seprai kepada para kolega dan teman-temannya. Walaupun
labanya menggiurkan, tetapi seprai itu hanya laris pada waktu tertentu
saja alias musiman. "Penjualan ramai hanya bulan puasa saja," keluh
Aswan.
Setahun lamanya Aswan bertahan dengan berjualan seprai.
Hingga akhirnya, ia memutuskan banting setir menjual produk lain yang
lebih menguntungkan dan lebih banyak peminat, yakni berjualan pakaian
dan perlengkapan bayi. "Selama masih ada bayi yang lahir, selama itu
juga pakaian dan perlengkapan bayi akan dibutuhkan," ungkap Aswan.
Agar fokus untuk berjualan pakaian bayi, Aswan memboyong keluarganya
tinggal di kota Bandung. Tujuannya agar bisa lebih dekat dengan produsen
perlengkapan bayi yang banyak terdapat di Kota Kembang itu.
Dengan modal sebesar Rp 75 juta, sisa pesangon yang tersisa, Aswan pun
serius menggarap usaha pakaian dan perlengkapan bayi itu. Aswan menjual
perlengkapan bayi dengan cara memasarkannya dari toko ke toko hingga
masuk ke department store.
Setelah mendapatkan
langganan, Aswan mendapat batu sandungan. Produsen tempat ia mengambil
perlengkapan bayi enggan memberikan barang kepadanya. "Pasokan barang
sempat terhenti," ujar Aswan.
Demi menjaga nama baik kepada
pelanggan, Aswan memutuskan untuk memproduksi pakaian bayi dengan
membuka konveksi sendiri. Ia membeli mesin jahit dan mencari tenaga
kerja terampil yang banyak di kota Bandung. "Saya nekat memproduksi
perlengkapan bayi sendiri," kata alumni Universitas Diponegoro itu.
Bak gayung bersambut, keputusan Aswan memproduksi perlengkapan bayi
mendapat sambutan baik dari sang istri tercinta Sri Gamawati. Kebetulan,
Sri mahir menjahit pakaian tetapi bukan pakaian bayi.
Sembari
belajar menjahit pakaian bayi, Sri mengkoordinir penjahit terampil asal
Bandung untuk memproduksi aneka celana, baju, kaus kaki, dan sepatu
untuk bayi. "Istri saya yang memproduksi, saya yang menjual," ungkap
Aswan.
Sarjana dari penjualan kopi Pengalaman
berdagang semasa kuliah menyelamatkan Aswan Nasser dari kesulitan
akibat kena PHK. Dengan pengalaman jualan kopi saat kuliah, pria 44
tahun itu merintis usaha perlengkapan bayi La Vindy Children & Baby
Wear di Bandung. Namun merintis usaha memang tak mudah.
Bekerja
belasan tahun di perbankan ternyata tidak menghapus jiwa entrepreneur
Aswan Nasser, produsen La Vindy Children & Baby Wear, produsen
pakaian dan perlengkapan bayi di Bandung, Jawa Barat.
Bakat
sebagai seorang wirausahawan itu justru semakin kentara ketika Aswan
harus kehilangan pekerjaan. Awalnya memang tertatih-tatih, namun Aswan
akhirnya mampu membangun bisnis pakaian dan perlengkapan bayi tersebut.
Sebenarnya, Aswan memang tak buta sama sekali tentang dunia usaha.
Bagaimana pun, pengalamannya sebagai bankir tentu juga bersentuhan
dengan dunia usaha. Apalagi Aswan punya pengalaman sebagai penjual kopi
ketika dia masih kuliah di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang.
"Saat kuliah, saya sudah berjualan. Jadi sudah terbiasa," kata Aswan.
Saat menimba ilmu itu, Aswan sudah nyambi
dengan menjadi penjual kopi bubuk produksi orang tua sahabatnya.
Ketika itu, dia hanya bermodal semangat. Namun dengan semangat itu
pula, Aswan mampu berjualan kopi hingga ke Tegal, Pekalongan hingga ke
Cilacap.
Bahkan, dia mengaku keasyikan berjualan sehingga
sempat melupakan kuliah. "Sampai-sampai kuliah kerap bolos," kata Aswan
dengan tawa mengembang. Dari laba jualan kopi itulah, Aswan
mendapatkan tambahan uang saku dan juga untuk ongkos kuliahnya.
Walaupun orang tua Aswan terbilang mampu, Aswan tidak ingin merepotkan
mereka. "Awalnya cuma coba-coba ternyata menguntungkan," jelas Aswan.Nah, setelah jadi pengangguran, Aswan benar-benar mensyukuri
pengalamannya berjualan kopi di masa lalu itu. Dari pengalaman itu
pula, Aswan kembali tegak berdiri menyongsong masa depannya.
"Pengalaman itu menjadi bekal saya sekarang ini," imbuh Aswan.
Aswan mengakui memulai usaha itu memang berat. Bisnis sebagai produsen
dan pedagang aneka produk perlengkapan bayi, memang tak selalu bisa
berjalan mulus. Bahkan ketika usaha sudah mulai berkembang sekalipun.
Ketika itu, Aswan mengenang, sempat kehabisan stok barang akibat
produsen pakaian dan perlengkapan bayi langganannya menghentikan
pasokan barang kepadanya. Karena tidak punya produk yang bisa dijual,
usaha Aswan pun sempat goyah.
Namun bagi Aswan, merenungi
masalah tak akan menyelesaikan persoalan. Karena itu, dia justru
mengubah masalah itu menjadi peluang. Untuk menyelesaikan masalah
pasokan tersebut, Aswan memutuskan memproduksi sendiri aneka
perlengkapan bayi itu. "Masalah saya jadikan peluang," tegas Aswan.
Saat merintis produksi perlengkapan bayi itu, Aswan menyewa sebuah
rumah di Bandung. "Saya dan istri belajar tiga bulan agar bisa membuat
perlengkapan bayi itu," terang Aswan.
Pertama kali produksi,
Aswan bersama istrinya dibantu seorang karyawan. Dalam sepekan, Aswan
mampu memproduksi 40 lusin pakaian bayi. "Hasil produksi itu saya
pasarkan ke department store," kenang Aswan.
Setelah produksi
berjalan lancar, halangan usaha ternyata belum berhenti. Aswan
mengenang, ketika itu ada seorang pembeli yang gagal bayar pesanan
senilai Rp 14,4 juta.
Sedikitnya ada 20 lusin tas perlengkapan
bayi yang ia produksi menumpuk di rumahnya karena pembeli membatalkan
pemesanan. "Hal ini membuat putaran modal saya terhenti," kata Aswan
mengenang. Tak hanya itu, Aswan sempat merugi karena pesanan produk yang
telah diproduksi itu ternyata tidak sesuai dengan pesanan.
Demi menjaga kepercayaan pembeli pula, Aswan pun rela merugi dengan
mengganti semua pesanan yang tak sesuai dengan keinginan pelanggan itu.
"Daripada hilang pelanggan, lebih baik keuntungan berkurang," ungkap
Aswan.
Menurut Aswan, untuk menjadi pengusaha tangguh pantang
patah arang, halangan-halangan usaha seperti yang pernah dia alami
adalah sesuatu yang biasa. Ia juga yakin rintangan itu juga bisa
terjadi pada pengusaha lain.
Rekrut penjahit pemula
Sukses
menjadi pemasok perlengkapan bayi ke departement store membuat Aswan
Nasser makin berambisi meluaskan usaha. Setelah membuka tiga gerai di
Bandung, La Vindhy telah mempunyai empat terwaralaba. Kini Aswan juga
sedang mempersiapkan pembukaan cabang baru di Solo dan Semarang.
Terampil melakukan penjualan membuat usaha pakaian dan peralatan bayi
milik Aswan Nasser berkembang pesat. Hingga kini ia telah menjadi
pemasok di 30 departement store yang tersebar di Pulau Jawa.
Tidak hanya itu, Aswan juga mulai meninggalkan ketergantungan dari
pemasok dan mulai serius membuat produk sendiri. Nah, begitu mempunyai
produk sendiri, Aswan pun membuka gerai yang dia beri nama La Vindhy
Children & Baby Wear di Bandung. "Hingga sekarang saya sudah
memiliki tiga gerai, seluruhnya ada di Bandung," kata Aswan.
Agar usahanya bisa berkembang, Aswan dalam waktu dekat berencana untuk
mendirikan cabang di kota Solo dan kota kelahirannya, Semarang, Jawa
Tengah.Selain itu, tahun lalu, Aswan juga menawarkan usaha
waralaba perlengkapan bayi ini kepada khalayak. tak tanggung-tanggung,
usaha waralaba yang ditawarkan Aswan adalah waralaba konveksi dan
waralaba toko.
Untuk waralaba konveksi, Aswan sudah memiliki
dua terwaralaba, semuanya dari Jawa Barat. Untuk waralaba konveksi
itu, Aswan menawarkan paket investasi sebesar Rp 43 juta.Investor yang berinvestasi pada waralaba konveksi itu akan mendapatkan
dua mesin jahit, mesin potong kain, bahan baku, serta pelatihan usaha.
Sedangkan hasil produksi dari konveksi bisa dijual lewat gerai-gerai
La Vindhy. Hitungan Aswan, setidaknya 60 persen produksi terwaralaba
konveksi itu dijual lewat toko La Vindhy. Sedangkan, "40 persen sisanya
dijual ke pasar umum," terang Aswan.
Namun, penambahan pasokan
perlengkapan bayi dari terwaralaba konveksi itu tidak semerta-merta
mampu melayani seluruh permintaan. "Kami baru bisa melayani 25 persen
dari total permintaan," terang Aswan.
Untuk melayani semua
permintaan, Aswan berencana menambah penjahit untuk konveksi miliknya
sendiri. Namun, untuk menghemat biaya, Aswan tidak mencari penjahit
profesional. Ia malah mencari pejahit pemula.
Untuk mencari
penjahit pemula, Aswan membuat program kursus menjahit gratis di sebuah
perkampungan di pinggiran kota Bandung. "Program kursus menjahit
gratis ini sedang berjalan," ungkap Aswan.
Peserta kursus
menjahit yang dicari Aswan itu berasal dari pengangguran yang ada di
perkampungan itu. Setelah diberi kursus dan mahir dalam menjahit, maka
peserta itu bisa mendirikan usaha menjahit sendiri atau ikut bergabung
dengan konveksi miliknya.
Jika program itu berhasil, maka Aswan
tidak hanya mampu menambah produksi dengan menambah tenaga kerja dari
penjahit pemula itu. Ia bisa berbangga hati karena ikut membantu tugas
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran.
"Seharusnya program ini mendapat dukungan dari pemerintah," harap
Aswan.
Dalam membuat perlengkapan bayi, Aswan mengaku membuat
produk yang berkualitas. Sebab, pria asli Semarang itu membidik segmen
pasar kelas menengah atas.Namun soal harga, ia berani menjamin
harga yang bersaing. Ia memberi contoh, harga gendongan bayi dijual Rp
21.000 hingga Rp 50.000 per potong. Untuk tas bayi dijual Rp 24.000 -
Rp 75.000 per potong, sedangkan baju bayi dijual Rp 60.000 per lusin.
"Kami memberikan jaminan kualitas," klaim Aswan.
Adapun untuk
paket waralaba toko perlengkapan bayi, Aswan mematok nilai investasi
sebesar Rp 15 juta. Sejak ditawarkan tahun lalu, kini Aswan sudah
mempunyai dua terwaralaba toko perlengkapan bayi. Kedua terwaralaba itu
membuka gerai di Bandung.Walaupun belum banyak yang menjadi
terwaralaba, tapi Aswan mengaku tetap menjaga kondisi bisnis
terwaralabanya. Ia mengklaim, setelah satu tahun bisnis waralaba
berjalan, ia tidak menemukan adanya kendala. "Ini bukti usaha kami
mengutungkan, karena tidak ada terwaralaba saya yang merugi," terang
Aswan
Sumber : Harian Kontan