09/09/2011
Mendorong lahirnya technopreneur
Butuh kerja sama yang saling mendukung
Pada momentum Hari Kebangkitan Nasional lalu, penqusaha properti, Ciputra, yang juga dikenal sebagai ma-haguru pendidikan entrepre-neurship di Tanah Air berpesan untuk terus-menerus membangun manusia Indonesia dan memajukan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui entrepreneurship.asa kebangkitan politik telah terlalui dan kini saatnya kita raih kese- jahteraan dankebangkitan bangsa dalam bidang entre-preneurship. Lahimya technopreneurship sangat kita harapkan untuk mampu mengolah kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini," tambahnya.
Di berbagai kesempatan pengusaha sekaligus mentor andal ini juga mengingatkan saat seorang entrepreneur baru memulai bisnis maka semuj terlihat lebih sukar karena harus memulai dari nol.
Namun, janganlah keterbatasan dalam sejumlah aspek itu (seperti permodalan, jaringan) mengekang ambisi untuk bergerak maju.
"Bagi seorang entrepreneur unggul, modal bukan hanya berupa uang tetapi juga bisa berupa keinginan yang kuat, semangat dan kepercayaan diri yang tinggi."Menurut Ciputra, Singapura memiliki 15 kali pendapatan dan Malaysia memiliki pendapatan tiga kali lebih tinggi dari lndo-nesia. Mengapa? Karena entrepreneur mereka lebih banyak dan kita dijajah sepanjang 350 tahun.
Ajakan bangkit ini harus diimbangi keinginan introspeksi diri dari berbagai pihak. Pasalnya kata Franz Celbke, penasihat Pengembangan Bisnis dan Transfer Teknologi dari Jerman, jika bandingkan dengan negara-negara lain dalam kawasan Asean, waktu untuk mendirikan suatu usaha di Indonesia bisa dikatakan sebagai yang paling lama.
"Pemerintahan yang lebih baik dan berkomitmen dibutuhkan untuk mengatasi ini. Indonesia memiliki banyak peraturan, bahkan terlampau banyak saya pikir. Di sisi lain, ada peraturan yang tidak seorang pun peduli, misalnya, pemotongan pajak bagi usaha baru," katanya.
Rata-rata entrepreneur baru tidak peduli dengan peraturan pemotongan pajak tersebut karena tidak membantu mereka secara langsung. Bahkan penghasilan mereka belum memenuhi syarat untuk dipotong pajak. Satu-satunya jalan ialah perampingan peraturan yang ada.
Peran pemerintah
Di Jerman, pemerintahnya memiliki banyak cara dan program untuk menstimulasi kemunculan entrepreneur termasuk cechnopreneur muda baru. Jika diamati, ada dua gelombang yaitu bidang teknologi informasi dan gelombang entrepreneur dalam bidang bioteknologi.
Kini banyak usaha baru di Jerman yangtelah berhasil meski mereka harus berjuang mati-matian dalam menjalani proses awal mendirikan usaha yang hampir membuat kewalahan. Proses itu seperti membuat catatan keuangan yang cukup menyita tenaga dan pikiran.
Usaha-usaha kecil biasanya akan bekerja sama dengan usaha yang lebih besar dan mapan dalam peluncuran produk mereka ke pasar (konsumen). Jika usaha yang lebih mapan lebih fleksibel, mereka bisa membeli/mengambil alih sebuah ide dari usaha yang lebih kecil.
Selain itu, dibutuhkan budaya entrepreneurial yang inovatif yang lebih mendukung di Indonesia, sehingga diperlukan pula kerangka yang lebih kondusif. Hibah, promosi, bantuan, insentif, pelatihan, inkubasi bisnis bisa diberikan untuk menggiatkan entrepreneurship.
Nico Budianto dari Indonesia Technopreneur Community mengatakan untuk menggenjot lahimya teclmopreneur memang butuh kerja sama dan saling dukung pihak terkait. "Harus ada pembagian tugas yang jelas, siapa melakukan apa, di samping kesatuan visi dan misi."
Kontribusi para akademisi, misalnya, sangat diharapkan karena dari dunia pendidikan ini akan lahir angkatan kerja baru. Pengenalan entrepreneurship sejak dini kepada siswa sudah menjadi keharusan, agar siswa punya paradigma baru, bahwa sekolah bukan sekadar untuk cari pekerjaan setelah lulus. Kalau bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, angkatan kerja baru tidak perlu menganggur karem menunggu lowongan pekerjaan.
Sementara itu, dari para pengusaha dan entrepreneur yang sudah sukses, merekaseharusnya mau mendampingi dan menjadi mentor bagi para startup. Dukungan permodalan juga diperlukan mengingat aturan perbankan tidak memungkinkan pemberian modal bagi startup.
Pengusaha-pengusaha sukses perlu didorong membangun Venture Capital (VC) atau Angel Investor (AJ) bagi para startup. Dibutuhkan VC dan Al sebanyak-banyaknya juga di Indonesia.
.rn sisi pemerintah harus ada gooduill dan komitmen nyata untuk mendukung pengembangan entrepreneurship ini melalui kebijakannya. Kenyataannya beberapa kebijakan dan peraturan malah menghambat pengembangan entrepreneurship," kata Nico.
Salah satu penghambat, misalnya, kebijakan BI Checking yang tidak memungkinkan perbankan memberi modal bagi startup yang tidak punya agunan, dan minimal usaha yang harus sudah berjalan 2 tahun yang tidak mungkin dipenuhi.
Aset utama para startup adalah pengetahuan, ide kreatif, dan inovatif yang ada di kepala, sementara kepala tidak mungkin diagunkan. Masyarakat juga punya andil 1h-s.ii melahirkan technopreneur. Pasalnya komunitas entrepreneurship harus mau bekerja sama dan saling dukung, tidak sendiri-sendiri karena pada dasarnya mereka mempunyai visi misi yang sama.
"Sejak 2005. banyak bermunculan komunitas bisnis ini dan hal ini menjadi iklim yang bagus bagi pengembangan en-treprenurship, namun menjadi lebih bagus kalau semua mau bekerja sama dan tidak eksklusif ngurusin komunitasnya sendiri-sendiri." kata Nico.
Butuh kerja sama yang saling mendukung
Pada momentum Hari Kebangkitan Nasional lalu, penqusaha properti, Ciputra, yang juga dikenal sebagai ma-haguru pendidikan entrepre-neurship di Tanah Air berpesan untuk terus-menerus membangun manusia Indonesia dan memajukan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui entrepreneurship.asa kebangkitan politik telah terlalui dan kini saatnya kita raih kese- jahteraan dankebangkitan bangsa dalam bidang entre-preneurship. Lahimya technopreneurship sangat kita harapkan untuk mampu mengolah kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini," tambahnya.
Di berbagai kesempatan pengusaha sekaligus mentor andal ini juga mengingatkan saat seorang entrepreneur baru memulai bisnis maka semuj terlihat lebih sukar karena harus memulai dari nol.
Namun, janganlah keterbatasan dalam sejumlah aspek itu (seperti permodalan, jaringan) mengekang ambisi untuk bergerak maju.
"Bagi seorang entrepreneur unggul, modal bukan hanya berupa uang tetapi juga bisa berupa keinginan yang kuat, semangat dan kepercayaan diri yang tinggi."Menurut Ciputra, Singapura memiliki 15 kali pendapatan dan Malaysia memiliki pendapatan tiga kali lebih tinggi dari lndo-nesia. Mengapa? Karena entrepreneur mereka lebih banyak dan kita dijajah sepanjang 350 tahun.
Ajakan bangkit ini harus diimbangi keinginan introspeksi diri dari berbagai pihak. Pasalnya kata Franz Celbke, penasihat Pengembangan Bisnis dan Transfer Teknologi dari Jerman, jika bandingkan dengan negara-negara lain dalam kawasan Asean, waktu untuk mendirikan suatu usaha di Indonesia bisa dikatakan sebagai yang paling lama.
"Pemerintahan yang lebih baik dan berkomitmen dibutuhkan untuk mengatasi ini. Indonesia memiliki banyak peraturan, bahkan terlampau banyak saya pikir. Di sisi lain, ada peraturan yang tidak seorang pun peduli, misalnya, pemotongan pajak bagi usaha baru," katanya.
Rata-rata entrepreneur baru tidak peduli dengan peraturan pemotongan pajak tersebut karena tidak membantu mereka secara langsung. Bahkan penghasilan mereka belum memenuhi syarat untuk dipotong pajak. Satu-satunya jalan ialah perampingan peraturan yang ada.
Peran pemerintah
Di Jerman, pemerintahnya memiliki banyak cara dan program untuk menstimulasi kemunculan entrepreneur termasuk cechnopreneur muda baru. Jika diamati, ada dua gelombang yaitu bidang teknologi informasi dan gelombang entrepreneur dalam bidang bioteknologi.
Kini banyak usaha baru di Jerman yangtelah berhasil meski mereka harus berjuang mati-matian dalam menjalani proses awal mendirikan usaha yang hampir membuat kewalahan. Proses itu seperti membuat catatan keuangan yang cukup menyita tenaga dan pikiran.
Usaha-usaha kecil biasanya akan bekerja sama dengan usaha yang lebih besar dan mapan dalam peluncuran produk mereka ke pasar (konsumen). Jika usaha yang lebih mapan lebih fleksibel, mereka bisa membeli/mengambil alih sebuah ide dari usaha yang lebih kecil.
Selain itu, dibutuhkan budaya entrepreneurial yang inovatif yang lebih mendukung di Indonesia, sehingga diperlukan pula kerangka yang lebih kondusif. Hibah, promosi, bantuan, insentif, pelatihan, inkubasi bisnis bisa diberikan untuk menggiatkan entrepreneurship.
Nico Budianto dari Indonesia Technopreneur Community mengatakan untuk menggenjot lahimya teclmopreneur memang butuh kerja sama dan saling dukung pihak terkait. "Harus ada pembagian tugas yang jelas, siapa melakukan apa, di samping kesatuan visi dan misi."
Kontribusi para akademisi, misalnya, sangat diharapkan karena dari dunia pendidikan ini akan lahir angkatan kerja baru. Pengenalan entrepreneurship sejak dini kepada siswa sudah menjadi keharusan, agar siswa punya paradigma baru, bahwa sekolah bukan sekadar untuk cari pekerjaan setelah lulus. Kalau bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, angkatan kerja baru tidak perlu menganggur karem menunggu lowongan pekerjaan.
Sementara itu, dari para pengusaha dan entrepreneur yang sudah sukses, merekaseharusnya mau mendampingi dan menjadi mentor bagi para startup. Dukungan permodalan juga diperlukan mengingat aturan perbankan tidak memungkinkan pemberian modal bagi startup.
Pengusaha-pengusaha sukses perlu didorong membangun Venture Capital (VC) atau Angel Investor (AJ) bagi para startup. Dibutuhkan VC dan Al sebanyak-banyaknya juga di Indonesia.
.rn sisi pemerintah harus ada gooduill dan komitmen nyata untuk mendukung pengembangan entrepreneurship ini melalui kebijakannya. Kenyataannya beberapa kebijakan dan peraturan malah menghambat pengembangan entrepreneurship," kata Nico.
Salah satu penghambat, misalnya, kebijakan BI Checking yang tidak memungkinkan perbankan memberi modal bagi startup yang tidak punya agunan, dan minimal usaha yang harus sudah berjalan 2 tahun yang tidak mungkin dipenuhi.
Aset utama para startup adalah pengetahuan, ide kreatif, dan inovatif yang ada di kepala, sementara kepala tidak mungkin diagunkan. Masyarakat juga punya andil 1h-s.ii melahirkan technopreneur. Pasalnya komunitas entrepreneurship harus mau bekerja sama dan saling dukung, tidak sendiri-sendiri karena pada dasarnya mereka mempunyai visi misi yang sama.
"Sejak 2005. banyak bermunculan komunitas bisnis ini dan hal ini menjadi iklim yang bagus bagi pengembangan en-treprenurship, namun menjadi lebih bagus kalau semua mau bekerja sama dan tidak eksklusif ngurusin komunitasnya sendiri-sendiri." kata Nico.
Sumber: Bisnis Indonesia