" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Menanam Untung pada Pohon Jati

Menanam Untung pada Pohon Jati


>>>>>Menanam Untung pada Pohon Jati
Membangun bisnis tak melulu bergantung pada besarnya modal, tapi juga kekuatan konsep dan jejaring. ADA benarnya teori bisnis yang menyebutkan pelayanan dan kepercayaan adalah segalanya untuk memajukan setiap usahn. Paling tidak itulah yang menjadi modal utama Santi Mia Sipan saat membangun bisnis paket hutan jatinya.

Pelayanan yang ia tawarkan kepada calon investor berupa konsep investasi paket. Dengan berbekal modal bibit pohon jati serta restu kepala desa dan para pemilik tanah untuk tempat bibit tersebut, usahanya pun berkembang pesat.

"Saat itu modal saya nol. Saya hanya punya bibit jati dari Profesor Soegiharto Soebijanto, lalu datangi kepala desa, lurah, dan camat. Saya bilang, saya enggak punya uang, cuma punya program mau tanam jati. Kalau mereka mau, saya jualin tanahnya," jelasnya saat ditemui di kediamannya. Jumat (10/6).

Bisnis yang dirintis Santi sejak 2005 silam, di bawah payung perusahaan PT Jat) Arthamas Soegih, itu menawarkan investasi berupa paket pohon jati, lahan, dan perawatannya dalam jangka pendek, sekitar tujuh tahun, serta jangka panjang, sekitar 25 hingga 40 tahun.

"Banyak yang ingin investasi tanam jati. Mereka punya uang, tapi tidak tahudi mana dan bagaimana menanamnya. Saya berusaha mempelajari keinginan mereka, mulai tanah yang tidak jauh dari Jakarta, terus tanahnya legal dan aman, harga tidak mahal. Saya siapkan dari hulu ke hilirnya," paparnya.

Dengan berbekal riset pasar kecil-kecilan itu, penerima penghargaan Ernst Young kategori Best Women Entrepreneur of the Year 2010 itu pun mulai gencar mencari lokasi untuk memulai bisnisnya. Percobaan pertama ia lakukan di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Sayangnya, percobaan tersebut kurang sukses.

Selain karena lokasi lahan yang kurang strategis, yaitu sekitar 3 jam dari Jakarta, di sana ia sempat mengalami kejadian tidak mengenakkan dengan para pemilik tanah. Para pemilik, yang mestinya bekerja sama dengan Santi yang bertindak sebagai broker, justru mencuri calon investornya.

Ternyata saya dipotong kompas melulu. Jadinya saya kerja bakti deh waktu di sana," kenangnya.Libatkan masyarakat Perempuan kelahiran Jakarta, 20 Mei 1965, itu pun mulai mencari lokasi lain. Pada 2008 lalu, ia menemukan lahan di kawasan Jonggol, Jawa Barat. Ia pun mulai mendekati kepala desa dan masyarakat setempat untuk menyosialisasikan misinya.

Beruntung, para penduduk desa bersikap kooperatif. Mereka punmemercayakan penjualan tanah kepada Santi. Bahkan, sebagian besar penduduk desa tersebut kini telah bekerja sebagai petani atau mandor yang mengurus tanaman jati di areal tersebut.

"Sekarang totalnya ada lebih dari 100 petani putra daerah untuk mengurus sekitar 250 hektare lahan di Jonggol. Mereka dibayar oleh investor dari biaya maintenance pohon dan lahan sebesar Rp600 ribu per bulan selama dua tahun pertama. Biayanya untuk gaji dan dana sosial petani juga mandor," rincinya.

Namun, biaya perawatan tanaman jati tersebut hanya dibebankan kepada investor selama dua tahun pertama. Pasalnya, kata sarjana Sastra Prancis IKIP Jakarta itu, setelah lewat usia dua tahun, pohon jati sudah bisa mencari makanan. Setelah tanaman tumbuh dan matang. Santi juga membebaskan para investor yang mau menjual kayu jati mereka.

"Punya jati itu ibarat punya anak perawan cantik, pintar, salehah. Banyak yang lamar. Jadi investor terbuka mau jual ke siapa saja, ke saya atau perusahaan furnitur yang mau bayar lebih mahal misalnya," ungkapnya.

Menguntungkan

Pohon jati, menurutnya, merupakan salah satu jenis investasi yang tergolong aman dan cepat mendatangkan hasil. Lantaran itu, paket-paketinvestasi yang ditawarkan PT Jaty Arthamas Soegih itu terbilang laris manis. Hingga kini sudah ada 200 lebih investor yang bergabung.

Maklum, kebutuhan global akan kayu jati terus meningkat setiap tahun. Jati memang dicari lantaran kekuatan, kekerasan, dan ketahanannya. Di Indonesia, kebutuhan kayu ini baru terpenuhi sekitar 30%. Selain itu, harga kayu jati terus meningkat signifikan setiap lima tahun dalam dua dekade terakhir.

Penanaman jati bahkan menjadi tradisi di banyak desa di Jawa Tengah. Sejak awal, setiap keluarga baru diajarkan untuk melanjutkan program tersebut. Pasalnya, hasil panen pohon jati bisa dimanfaatkan untuk menutup biaya kebutuhan jangka panjang, seperti biaya masuk sekolah dan pernikahan anak.

"Sekarang saya jual paket Rp350 juta per hektare, all in untuk bibit sejumlah 1.333 pohon, lahan, perawatan tiga bulan pertama, plus sertifikat kepemilikan. Untuk 1 hektare lahan jati yang dibeli saat ini, dalam 15 tahun ke depan, itu bisa bernilai Rp4 miliar-Rpl2 miliar karena satu pohon jati itu bisa panen sampai dua kali," jelasnya.

Ibu dua anak itu lantas menyebut konsepnya dengan double investment alias investasi ganda, yaitu investasi pada tanaman jati sekaligus tanah atau properti. Selain di Jonggol, Santi menyediakan paket hutan jati di desa VVirosari, Jawa Tengah. "Di sana untuk pasar investor Jawa Tengah dan Timur," tandasnya.

Sumber : Media Indonesia
Christina Natalia Sihite

Entri Populer