>>>>>Untung Berlimpah Berkat Kharisma Sang Budha
Patung Budha punya daya tarik tinggi. Tak heran jika patung Budha memiliki banyak peminat. Permintaan patung Budha banyak datang dari luar negeri. Dalam sebulan, pengiriman bisa mencapai 100 patung. Perajin patung ini pun bisa merup omzet lebih dari Rp 60 juta per bulan.
PATUNG Budha, temyata telah dianggap karya seni universal meskipun menjadi salah satu tokoh spiritual agama Budha Karakter sang tokoh Budha yang terpahat dari batu fosil menonjolkan karya yang sarat seni dan semangat spiritual.
Karena terbuat dari batu fosil, patung Budha pun terlihat antik dan indah. Keindahan patung Budha muncul dari kilau yang mampu dipancarkan wajah patung Budha. "Banyak orang tertarik untuk menjadikan patung Budha sebagai pajangan di rumah," papar Nanang Setiawan, pemilik Petrified Wood Art Craft
Menurut para pembuatnya, kekuatan patung Budha terletak pada tokoh Budha itu sendiri. "Karena pesanan justru paling banyak dari negara-negara yang penduduknya bukan mayoritas beragama Budha," ungkapnya Pesanan yang datang ke galeri Nanang berasal dari Amerika dan Prancis.
Setiap bulannya, Nanang mampu menjual hingga 100 patung seharga Rp 1,1 juta hingga RP 2,2 juta per patung. Tapi, kini, pesanan ornamen Budha ini cenderung menurun dibandingkan tahun 2010. "Penurunannya mulai sejak awal tahun ini,"kata Nanang yang sebelumnya bisa menjual 150 patung Budha saban bulan.
Salah satu penyebabnya adalah persaingan yang kian ketat. Selain itu, hujan yang sering turun akhir-akhir ini, juga memperlambat proses pengeringan patung Budha.Biasanya, patung ini bisa kering dalam waktu satu minggu. Namun, sekarang pengeringan butuh waktu dua minggu hingga satu bulan.
Sedangkan menurut Hafidz Kusbianto, pembuat patung Budha asal Surabaya yang bernaung di Gallery Kuz Art and Handycraft, permintaan patung Budha banyak datang dari Australia dan Jerman. "Pemeluk agama Budha di Indonesia sedikit dan orang luar negeri lebih menghargai karya seni," Hafidz beralasan.
Untuk dalam negeri, permintaan patung Budha hanya berasal dari Pulau Jawa dan Bali.
Ketika mendekati hari raya waisak, omzet Kusbianto bisa melonjak hingga 50%. "Permintaannya meningkat drastis," tambahnya. Hinggasaat ini, ia lebih memfokuskan penjualan melalui media dunia maya seperti internet dan mengandalkan relasi-relasinya
Fosil yang digunakan adalah jenis fosil dari tumbuhan dan hewan yang mengering hampir beribu-ribu tahun lamanya hingga akhirnya menjadi batu. Fosil yang baik dijadikan bahan pembuat patung adalah yang bertipe kristal kokoh. Bahan seperti itu banyak terdapat di sekitar Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sebelum membuat patung Budha dari batu fosil awal 2009, Kusbianto membuat patung sejenis dari bahan kayu aJbesia. "Prosesnya lebih singkat, namun keuntungannya juga tidak banyak," ujarnya.
Untuk parung terbuat dari kayu albesia, Kusbianto menjual seharga Rp 100.000-Rp 300.000. Sedangkan patung batu fosil ia jual dengan harga Rp 750.000 untuk ukuran tinggi 50 cm. Per bulan, ia bisa menjual sekitar 100 buah patung, dengan omzet Rp 60 juta
Sumber: Harian Kontan
Ragil Nugroho, Mona Tobing
Patung Budha punya daya tarik tinggi. Tak heran jika patung Budha memiliki banyak peminat. Permintaan patung Budha banyak datang dari luar negeri. Dalam sebulan, pengiriman bisa mencapai 100 patung. Perajin patung ini pun bisa merup omzet lebih dari Rp 60 juta per bulan.
PATUNG Budha, temyata telah dianggap karya seni universal meskipun menjadi salah satu tokoh spiritual agama Budha Karakter sang tokoh Budha yang terpahat dari batu fosil menonjolkan karya yang sarat seni dan semangat spiritual.
Karena terbuat dari batu fosil, patung Budha pun terlihat antik dan indah. Keindahan patung Budha muncul dari kilau yang mampu dipancarkan wajah patung Budha. "Banyak orang tertarik untuk menjadikan patung Budha sebagai pajangan di rumah," papar Nanang Setiawan, pemilik Petrified Wood Art Craft
Menurut para pembuatnya, kekuatan patung Budha terletak pada tokoh Budha itu sendiri. "Karena pesanan justru paling banyak dari negara-negara yang penduduknya bukan mayoritas beragama Budha," ungkapnya Pesanan yang datang ke galeri Nanang berasal dari Amerika dan Prancis.
Setiap bulannya, Nanang mampu menjual hingga 100 patung seharga Rp 1,1 juta hingga RP 2,2 juta per patung. Tapi, kini, pesanan ornamen Budha ini cenderung menurun dibandingkan tahun 2010. "Penurunannya mulai sejak awal tahun ini,"kata Nanang yang sebelumnya bisa menjual 150 patung Budha saban bulan.
Salah satu penyebabnya adalah persaingan yang kian ketat. Selain itu, hujan yang sering turun akhir-akhir ini, juga memperlambat proses pengeringan patung Budha.Biasanya, patung ini bisa kering dalam waktu satu minggu. Namun, sekarang pengeringan butuh waktu dua minggu hingga satu bulan.
Sedangkan menurut Hafidz Kusbianto, pembuat patung Budha asal Surabaya yang bernaung di Gallery Kuz Art and Handycraft, permintaan patung Budha banyak datang dari Australia dan Jerman. "Pemeluk agama Budha di Indonesia sedikit dan orang luar negeri lebih menghargai karya seni," Hafidz beralasan.
Untuk dalam negeri, permintaan patung Budha hanya berasal dari Pulau Jawa dan Bali.
Ketika mendekati hari raya waisak, omzet Kusbianto bisa melonjak hingga 50%. "Permintaannya meningkat drastis," tambahnya. Hinggasaat ini, ia lebih memfokuskan penjualan melalui media dunia maya seperti internet dan mengandalkan relasi-relasinya
Fosil yang digunakan adalah jenis fosil dari tumbuhan dan hewan yang mengering hampir beribu-ribu tahun lamanya hingga akhirnya menjadi batu. Fosil yang baik dijadikan bahan pembuat patung adalah yang bertipe kristal kokoh. Bahan seperti itu banyak terdapat di sekitar Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sebelum membuat patung Budha dari batu fosil awal 2009, Kusbianto membuat patung sejenis dari bahan kayu aJbesia. "Prosesnya lebih singkat, namun keuntungannya juga tidak banyak," ujarnya.
Untuk parung terbuat dari kayu albesia, Kusbianto menjual seharga Rp 100.000-Rp 300.000. Sedangkan patung batu fosil ia jual dengan harga Rp 750.000 untuk ukuran tinggi 50 cm. Per bulan, ia bisa menjual sekitar 100 buah patung, dengan omzet Rp 60 juta
Sumber: Harian Kontan
Ragil Nugroho, Mona Tobing