>>>>Lulusan Amerika Memilih Berbisnis Sablon
Suhandi Wijaya saat ini boleh bangga dengan kesuksesannya berbisnis sablon dengan omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan. Untuk mencapai itu, pendiri Bluerayshop ini harus memulainya dari bawah. Walau mengenyam pendidikan luar negeri, sudah menjadi pilihan hidup Suhandi untuk menjadi wirausaha sejati.
KEINGINAN, bebas, tidak terikat waktu dengan bekerja pada orang lain, menjadi alasan Suhandi Wyaya memilih berwirausaha ketimbang menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Bagi pria berumur 32 tahun ini, waktu bagian terpenting dalam hidup.
Ia ingin bisa melakukan apa saja saat keinginan datang. Bekerja dengan orang lain hanya membuat waktu Suhandi terikat. "Kalau sudah terikat, saya tak akan pernah tahu kapan dan sampai umur berapa saya punya waktu sendiri dan bisa bebas," ujarnya
Oh, iya, Suhandi adalah pendiri Bluerayshop. Ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha sablon digital. Dari usaha ini, Suhandi meraih omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Sebelum menjajal bisnis sablon, Suhandi mengaku sudah mencoba berbagai bisnis. Salah satunya adalah berbisnis usaha alat tulis kantor atau ATK.Terlahir dari keluarga wirausaha, sulung dari tiga bersaudara ini menghabiskan masa kecilnya di Jakarta. Sebelum sempat menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA) di Ibukota, Suhandi memilih hijrah ke Negeri Sam. Di sana dia mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Tujuan saya belajar di luar negeri hanya ingin mencari pendidikan yang lebih baik," kata Suhandi.
Setelah menyelesaikankuliah selama lima tahun, Suhandi kembali ke Indonesia tahun 2001. Saat kembali, dia langsung mencari peluang bisnis yang bisa ia garap. "Barangkaii, saya memang punya jiwa entrepreneur sejak kecil," tuturnya
Pertama kali melangkah di dunia bisnis, Suhandi memilih berbisnis penyediaan alat tulis kantor. Pengalamannya sebagai tenaga penjual atau sales pisau dan tukang cuci piring di restoran di AS membuatnya tangguh menghadapi pasang surut bisnis ATK. Apalagi, modal usahanya terbilang sedikit.a
Kegagalan adalah pelajaranberharga bagiorang yang inginmaju.
Saat memulai usaha, Suhandi hariya punya uang Rp 10 juta Keterbatasan modal ini juga yang membuat Suhandi menerapkan konsep cash on delivery (COD) untuk setiap barang yang dia jual. Di awal usaha, dia bahkan harus menanggung biaya awal pembelian karena konsumennya baru sedikit.
Inilah yang membuat keuntungan yang didapatkan dari bisnis ATK minim. Namun, Suhandi tetap menjalaninya demi mengasah jiwa bisnis sekaligus membangun jaringan usaha. Toh, dari usaha ATK ini, Suhandi memetik banyak pengalaman manis sekaligus pahit.
Salah satunya ketika harusmengalami kecelakaan motor saat mengantar pesanan sebuah pulpen kepada konsumennya. "Ketimbang biaya perbaikan motor dan biaya rumahsakit, harga pulpen itu tak sebanding, lo," ujarnya dengan tawa renyah. Maklum, kecelakaan itu membuat sepeda motomya hancur saat dikeluarkan dari kolong sebuah bus.
Meski begitu, kecelakaan itu tidak membuatnya patah arah. Ia tak menyesal karena baginya pesanan konsumen harus tetap waktu. Apalagi, ia yakin dalam bisnis apa pun, layanan pada konsumen adalah nomor satu. "Salah pelayanan, konsumen secepat kilat berpindah," ujarnya berbagi tip.
Usaha Suhandi mengalami titik balik saat dia mulai berkenalan dengan sistem infus printer atau CISS. Sistem yang populer pada tahun 2002 itu diyakini bisa mengurangi biaya cetak, tanpa mengurangi kualitas hasil cetakannya
Printer adalah salah satudagangan Suhandi. Saat itu, kebanyakan printer masih menggunakan tinta isi ulang atau refill. Dari situ, muncul ide Suhandi untuk memopulerkan sistem infus. Ia pun lantas memulai bisnis sablon dengan mendirikan Bluerayshop. "Modal berbisnis sablon diambil dari bisnis ATK," ujarnya
Suhandi mantap dengan pilihannya menjadi entrepreneur, meski memiliki kesempatan besar untuk bekerja di perusahaan-perusahaan asing atau besar. "Pilihan saya adalah menjadi wirausaha," ujarnya
Meski tidak bisa langsung menikmati kesuksesan berbisnis, ia yakin berbagai pengalaman dalam menjalankan bisnis akan banyak memberikan ilmu, termasuk kegagalan dalam berbisnis. Suhandi tidak takut dengan kegagalan dalam berbisnis. Toh, kegagalan adalah pelajaran berharga bagi yang ingin maju.
Sumber : Harian Kontan
Suhandi Wijaya saat ini boleh bangga dengan kesuksesannya berbisnis sablon dengan omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan. Untuk mencapai itu, pendiri Bluerayshop ini harus memulainya dari bawah. Walau mengenyam pendidikan luar negeri, sudah menjadi pilihan hidup Suhandi untuk menjadi wirausaha sejati.
KEINGINAN, bebas, tidak terikat waktu dengan bekerja pada orang lain, menjadi alasan Suhandi Wyaya memilih berwirausaha ketimbang menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Bagi pria berumur 32 tahun ini, waktu bagian terpenting dalam hidup.
Ia ingin bisa melakukan apa saja saat keinginan datang. Bekerja dengan orang lain hanya membuat waktu Suhandi terikat. "Kalau sudah terikat, saya tak akan pernah tahu kapan dan sampai umur berapa saya punya waktu sendiri dan bisa bebas," ujarnya
Oh, iya, Suhandi adalah pendiri Bluerayshop. Ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha sablon digital. Dari usaha ini, Suhandi meraih omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Sebelum menjajal bisnis sablon, Suhandi mengaku sudah mencoba berbagai bisnis. Salah satunya adalah berbisnis usaha alat tulis kantor atau ATK.Terlahir dari keluarga wirausaha, sulung dari tiga bersaudara ini menghabiskan masa kecilnya di Jakarta. Sebelum sempat menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA) di Ibukota, Suhandi memilih hijrah ke Negeri Sam. Di sana dia mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Tujuan saya belajar di luar negeri hanya ingin mencari pendidikan yang lebih baik," kata Suhandi.
Setelah menyelesaikankuliah selama lima tahun, Suhandi kembali ke Indonesia tahun 2001. Saat kembali, dia langsung mencari peluang bisnis yang bisa ia garap. "Barangkaii, saya memang punya jiwa entrepreneur sejak kecil," tuturnya
Pertama kali melangkah di dunia bisnis, Suhandi memilih berbisnis penyediaan alat tulis kantor. Pengalamannya sebagai tenaga penjual atau sales pisau dan tukang cuci piring di restoran di AS membuatnya tangguh menghadapi pasang surut bisnis ATK. Apalagi, modal usahanya terbilang sedikit.a
Kegagalan adalah pelajaranberharga bagiorang yang inginmaju.
Saat memulai usaha, Suhandi hariya punya uang Rp 10 juta Keterbatasan modal ini juga yang membuat Suhandi menerapkan konsep cash on delivery (COD) untuk setiap barang yang dia jual. Di awal usaha, dia bahkan harus menanggung biaya awal pembelian karena konsumennya baru sedikit.
Inilah yang membuat keuntungan yang didapatkan dari bisnis ATK minim. Namun, Suhandi tetap menjalaninya demi mengasah jiwa bisnis sekaligus membangun jaringan usaha. Toh, dari usaha ATK ini, Suhandi memetik banyak pengalaman manis sekaligus pahit.
Salah satunya ketika harusmengalami kecelakaan motor saat mengantar pesanan sebuah pulpen kepada konsumennya. "Ketimbang biaya perbaikan motor dan biaya rumahsakit, harga pulpen itu tak sebanding, lo," ujarnya dengan tawa renyah. Maklum, kecelakaan itu membuat sepeda motomya hancur saat dikeluarkan dari kolong sebuah bus.
Meski begitu, kecelakaan itu tidak membuatnya patah arah. Ia tak menyesal karena baginya pesanan konsumen harus tetap waktu. Apalagi, ia yakin dalam bisnis apa pun, layanan pada konsumen adalah nomor satu. "Salah pelayanan, konsumen secepat kilat berpindah," ujarnya berbagi tip.
Usaha Suhandi mengalami titik balik saat dia mulai berkenalan dengan sistem infus printer atau CISS. Sistem yang populer pada tahun 2002 itu diyakini bisa mengurangi biaya cetak, tanpa mengurangi kualitas hasil cetakannya
Printer adalah salah satudagangan Suhandi. Saat itu, kebanyakan printer masih menggunakan tinta isi ulang atau refill. Dari situ, muncul ide Suhandi untuk memopulerkan sistem infus. Ia pun lantas memulai bisnis sablon dengan mendirikan Bluerayshop. "Modal berbisnis sablon diambil dari bisnis ATK," ujarnya
Suhandi mantap dengan pilihannya menjadi entrepreneur, meski memiliki kesempatan besar untuk bekerja di perusahaan-perusahaan asing atau besar. "Pilihan saya adalah menjadi wirausaha," ujarnya
Meski tidak bisa langsung menikmati kesuksesan berbisnis, ia yakin berbagai pengalaman dalam menjalankan bisnis akan banyak memberikan ilmu, termasuk kegagalan dalam berbisnis. Suhandi tidak takut dengan kegagalan dalam berbisnis. Toh, kegagalan adalah pelajaran berharga bagi yang ingin maju.
Sumber : Harian Kontan
Handoyo