07/18/2011
Berkah Melimpah Jelang Lebaran buat Produsen Bumbu Instan
Pada saat Lebaran, hidangan opor, rendang, dan rawon seringkali menjadi menu wajib. Namun, kini, banyak orang tak mau repot untuk meracik bumbu sendiri. Mereka pun mengandalkan bumbu instan. Alhasil, produsen bumbu instan pun menuai lonjakan permintaan.
BULAN Ramadan memang bulan penuh berkah. Tak terkecuali bagi produsen bumbu instan.Gunawan Widjaja salah satunya. Pemilik Agung Sari, produsen bumbu instan merek Dua Kuali asal Surabaya, ini mulai menuai kenaikan permintaan sejak Juli ini.Peningkatan permintaan ini teruta ma pada bumbu masakan khas Lebaran, seperti rawon, rendang, dan opor ayam. "Banyak toko belajar dari pengalaman. Mereka memasok persediaan jauh-jauh hari," jelasnya Alhasil, omzet Agung Sari pun naik hingga 20%. Dari yang biasanya Rp 34 juta, kini omzet jadi Rp 40,8 juta per bulan.
Gunawan memulai usaha pembuatan bumbu sejak 2003, setelah adiknya selalu meminta kiriman bumbu masak buatan ibu. Lantas, ia melihat adanya peluang orang-orang yang rindu masakan rumah.Sekarang, ia memproduksi 24 jenis bumbu yang terdiri dari tiga kategori, yaitu bumbu instan berbentukpasta dengan harga produk antara Rp 3.500 sampai Rp 3.600 seperti bumbu lodeh, ayam goreng, soto, rawon, opor ayam dan rendang.
Lalu, bumbu dasar dapur seperti merica bubuk, ketumbar bubuk, dan pala liiilnik, yang harganya Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Terakhir, bumbu pelengkap dapur seperti petis dan terasi yang harganya Rp 5.000 sampai Rp 8.000.Gunawan mendapatkan I al mi i baku segar untuk bumbu itu dari para pedagang langganannya. Ia mengolah bahan baku itu bumbu dengan cara biasa Setelah jadi, bumbu ditumis 3dengan minyak goreng agar lebih awet
Gunawan pun telah memasarkan produknya ke Batam, Samarinda, Makassar, dan Papua. Melalui tangan kedua, produk saya juga sudah diekspor ke Belanda, Malaysia, dan India," ujarnya.
Pengusaha bumbu instan lainnya adalah Inggrid. Berbeda dengan Gunawan, Inggrid menjual produknya ke rumah makan di Jakarta, Depok, dan Bekasi. "Berdasarkan pengalaman tahun lalu, seminggu menjelang Lebaran ada kenaikan sampai 30%," ujar Inggrid, yang kini omzetnya berkisar Rp 10 juta per bulan.
Inggrid yang mulai membuat bumbu instan sejak tiga tahun lalu, menjual bumbu dalam bentuk pasta seharga Rp 15.000 per bungkus. Ia menyediakan bumbu untuk memasak soto ayam, soto betawi, sop buntut, nasi goreng, dan rendang.
Sebenarnya, bumbu instan sudah banyak diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar. Namun, karena berbentuk serbuk, bumbu itu kalah sedap dengan bumbu instan berbentuk pasta Gunawan pun mengungkapkan bahwa pesaing terberat mereka justru berasal dari pedagang-pedagang bumbu giling yang ada di pasar, karena jauh lebih segar dibandingkandengan bumbu masak instan-nya yang harus ditumis agar tahan lama. "Tapi, tak semua orang ininya waktu untuk pergi ke J pasar," ujarnya | Sedangkan
Inggrid mengutamakan faktor higienitas. Ia pun mewajibkan pekerjanya memakai peralatan lengkap, seperti sarung tangan dan masker. "Kalau sampai ada orang yang sakit setelah memakan makanan yang memakai bumbu kita, reputasi bisa hancur," kata Inggrid memperingatkan.
Pada saat Lebaran, hidangan opor, rendang, dan rawon seringkali menjadi menu wajib. Namun, kini, banyak orang tak mau repot untuk meracik bumbu sendiri. Mereka pun mengandalkan bumbu instan. Alhasil, produsen bumbu instan pun menuai lonjakan permintaan.
BULAN Ramadan memang bulan penuh berkah. Tak terkecuali bagi produsen bumbu instan.Gunawan Widjaja salah satunya. Pemilik Agung Sari, produsen bumbu instan merek Dua Kuali asal Surabaya, ini mulai menuai kenaikan permintaan sejak Juli ini.Peningkatan permintaan ini teruta ma pada bumbu masakan khas Lebaran, seperti rawon, rendang, dan opor ayam. "Banyak toko belajar dari pengalaman. Mereka memasok persediaan jauh-jauh hari," jelasnya Alhasil, omzet Agung Sari pun naik hingga 20%. Dari yang biasanya Rp 34 juta, kini omzet jadi Rp 40,8 juta per bulan.
Gunawan memulai usaha pembuatan bumbu sejak 2003, setelah adiknya selalu meminta kiriman bumbu masak buatan ibu. Lantas, ia melihat adanya peluang orang-orang yang rindu masakan rumah.Sekarang, ia memproduksi 24 jenis bumbu yang terdiri dari tiga kategori, yaitu bumbu instan berbentukpasta dengan harga produk antara Rp 3.500 sampai Rp 3.600 seperti bumbu lodeh, ayam goreng, soto, rawon, opor ayam dan rendang.
Lalu, bumbu dasar dapur seperti merica bubuk, ketumbar bubuk, dan pala liiilnik, yang harganya Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Terakhir, bumbu pelengkap dapur seperti petis dan terasi yang harganya Rp 5.000 sampai Rp 8.000.Gunawan mendapatkan I al mi i baku segar untuk bumbu itu dari para pedagang langganannya. Ia mengolah bahan baku itu bumbu dengan cara biasa Setelah jadi, bumbu ditumis 3dengan minyak goreng agar lebih awet
Gunawan pun telah memasarkan produknya ke Batam, Samarinda, Makassar, dan Papua. Melalui tangan kedua, produk saya juga sudah diekspor ke Belanda, Malaysia, dan India," ujarnya.
Pengusaha bumbu instan lainnya adalah Inggrid. Berbeda dengan Gunawan, Inggrid menjual produknya ke rumah makan di Jakarta, Depok, dan Bekasi. "Berdasarkan pengalaman tahun lalu, seminggu menjelang Lebaran ada kenaikan sampai 30%," ujar Inggrid, yang kini omzetnya berkisar Rp 10 juta per bulan.
Inggrid yang mulai membuat bumbu instan sejak tiga tahun lalu, menjual bumbu dalam bentuk pasta seharga Rp 15.000 per bungkus. Ia menyediakan bumbu untuk memasak soto ayam, soto betawi, sop buntut, nasi goreng, dan rendang.
Sebenarnya, bumbu instan sudah banyak diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar. Namun, karena berbentuk serbuk, bumbu itu kalah sedap dengan bumbu instan berbentuk pasta Gunawan pun mengungkapkan bahwa pesaing terberat mereka justru berasal dari pedagang-pedagang bumbu giling yang ada di pasar, karena jauh lebih segar dibandingkandengan bumbu masak instan-nya yang harus ditumis agar tahan lama. "Tapi, tak semua orang ininya waktu untuk pergi ke J pasar," ujarnya | Sedangkan
Inggrid mengutamakan faktor higienitas. Ia pun mewajibkan pekerjanya memakai peralatan lengkap, seperti sarung tangan dan masker. "Kalau sampai ada orang yang sakit setelah memakan makanan yang memakai bumbu kita, reputasi bisa hancur," kata Inggrid memperingatkan.
Sumber : Harian Kontan
Dharmesta