" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Warisan Sarung yang Merambah Mancanegara

Warisan Sarung yang Merambah Mancanegara


>>>>>>Warisan Sarung yang Merambah Mancanegara

Memiliki usaha dari hasil warisan keluarga tak mudah. Bahkan, beban berat disandang para ahli warisnya. Mereka yang yang mendapat amanat itu harus mampu melanjutkan usaha agar bisnis terus hidup dan mampu mengembangkan bisnis melebihi yang dihasilkan para pendahulunya.

SARUNG, yang termasuk pakaian tradisional Indonesia, hingga kini tetap banyak penggemarnya. Pemakaian kain itu masih kerap "menemani masyarakat Indonesia dalam berbagai acara, seperti kegiatan keagamaan, pernikahan, acara formal, atau dipakai untuk acara santai sekalipun, dipakai untuk sekedar menghangatkan badan dan mengusir nyamuk.

Pemakaian sarung ini memang bukan hanya milik lokal budaya Indonesia itu. Tapi, masyarakat di mancanegara juga memakainya.

Penggunaan sarung yang tak lekang zaman itu dianggap peluang bisnis yang tak pernah surut oleh Ahmad A Sungkar, pemilik Astex Industri, yang memproduksi dan menjual sarung. Bahkan, ia mengekspor sarung hingga ke Yaman dan Arab Saudi. "Tapi, saya lebih senang menjual ke pasar lokal, karena lebih menguntungkan. Sekitar 75 persen produksi sarung saya dipasarkan di dalam negeri," tutur Ahmad A Sungkar kepada Berita Kota, beberapa waktu lalu.

Astex Industri adalah perusahaan keluarga yang didirikan oleh Awud Sungkar tahun 1980, ayah dari Ahmad A Sungkar. Selanjutnya, estafet kepemimpinan di perusahaan itu diserahkan kepada Ahmad Sungkar di tahun 2002. Ahmad A Sungkar, anak keempat dari lima bersaudara Veluarga Awud Sungkar dan Zubaedah Sungkar. Ia dipercaya menjadi pengganti ayahnya, karena Ahmad anak laki satu-satunya dalam keluarga tersebut.

Dalam budaya Arab, anak lelaki punya nilai istimewa dalam keluarga. Begitu juga dalam keluarga Ahmad, ia dipercaya untuk menakhodai bisnis keluarga. °Anak laki adalah kebanggaan keluarga karena dia membawa nama keluarga," kata Ahmad.

Ketika ayahnya sakit, tahun 2002, Ahmad resmi menjadi pengendali perusahaan keluarga itu. Kreativitas dan kerja keras Ahmad makin ditantang setelah ayahnya meninggal dunia tahun 2004.

Saat ditemui Berita Kota, Ahmad sedang berada di kantor pengusaha batik Salsa, Rusdi Ahmad Baamir (36), di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat. Rusdi sengaja membangun sinergi agar pengusaha daerah bisa berkiprah di tingkat nasional. Rusdi dan Ahmad sama -sama berasal dari Pekalongan.

Dalam kesempatan itu. Rusdi "mempertemukan" Ahmad dengan seorang eksekutif dari perusahaan ritel skala besar di Jakarta. Perusahaan itu butuh sarung untuk bulan Ramadan nanti. Sarung itu akan ditaruh di gudang sebagai stok. Ahmad mengatakan, empat bulan menjelang bulan puasa, biasanya permintaan sarung mulai mengalir deras. "Semakin dekat bulan puasa, saya semakin kewalahan melayani pesanan," katanya.

Pegang Amanat Ayah

Ahmad mengaku, dia tidak canggung saat mendapat kepercayaan memimpin perusahaan itu. Sebab, sebelumnya dia sudah dipersiapkan untuk mengemban tanggung jawab itu. Tahun 2000, Ahmad telah dibawa ayahnya berkeliling untuk diperkenalkan kepada pelanggannya di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Sebelumnya, ayah telah mengarahkan saya. Beliau berharap saya kelak melanjutkan usaha ini. Ayah minta saya bekerja sungguh-sungguh, penuh kecintaan agar dapat mengembangkan usaha ini," ujar Ahmad mengingat pesan almarhum ayahnya.

Dengan kreativitas dan kerja keras. Ahmad dapat mengemban amanat tersebut. Hal itu tampak dari perkembangan usahanya. Pada tahun 2002, Ahmad baru bisa menjual 1.000 kodi per bulan. Lalu naik menjadi 2.500 kodi per bulan pada tahun 2004. Tahun 2010, omzet bisnisnya mencapai 5.000 kodi sarung per bulan atau Rp 3 miliar per bulan.

Selain menggempur pasar Tanah Abang, Astex Industri juga merambah daerah lain sebagai sasaran pemasaran sarung, seperti. Lombok, Surabaya, Padang, Cirebon, Kudus, Banjarmasin, dan Makasar. "Di Pasar Tanah Abang kami memiliki 15 toko pelanggan," ujar Ahmad.

Ahmad mengatakan, pihaknya memiliki beberapa merek sarung yang memiliki segmen pasar tersendiri, antara lain. Gajah Kidang, Selection, dan Al Razan. Tapi, katanya, andalannya merek Selection. "Untuk Selection, kami meluncurkan 10 motif dalam setahun agar pasar tidak jenuh," ujarnya.

"Sementara untuk ekspor kami pake merek khusus. Tidak memakai merek Gajah Kidang sebab pasar Arab tidak mau menerima nama binatang. Mereka maunya nama orang dan bunga. Kami memakai merek Al Razan. Itu nama anak saya," ujar Ahmad.


Ahmad mengaku, bisnisnya tidak selalu mulus. Ada saja kendalanya. Apalagi, bisnisnya makin berkembang.Namun dengan sikap positif dan berpikir kreatif. Ahmad bersyukur dapat menghadapi tantangan bisnisnya.

"Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Pasar juga baik. Banyak orang khawatir dengan produk China, tapi nyatanya tidak ada masalah. Yang penting kita jaga kualitas dan dapat mengikuti tren pasar," ujar Ahmad. Dengan terus memperbaiki diri, kreatif, dan jujur dalam berbisnis dapat memberi ruang bagi Ahmad untuk terus mengembangkan usaha keluarganya.

Usaha penjualan sarung yang dilakoni Ahmad A Sungkar sebagai industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Usaha itu pun dinilai sebagai salah satu sektor an-dalan perdagangan tekstil. Misalnya, di Pekalongan, Jawa Tengah, produksi sarung menjadi penggerak ekonomi Kota Pekalongan.

Rusdi Ahmad Baamir, pengusaha sukses asal Pekalongan, mengatakan, nilai produksi industri sarung di daerah itu sudah mencapai triliun rupiah. Di daerah penghasil batik ternama itu, terdapat lebih dari 20 pabrik sarung skala menengah dan besar, termasuk Astex Industri milik Ahmad A Sungkar yang berlokasi di Jalan Surabaya, Pekalongan, hc

Berita Kota

Entri Populer