>>>>>Industri Kreatif
Di tangan Supartini atau lebih dikenal dengan nama Tien Soebandiri,
limbah pelepah pisang bisa disulap menjadi produk kerajinan bernilai
jual tinggi.”Pada dasarnya saya suka berkreasi dengan kerajinan dari
bahan apa pun. Kalau kelobot atau kulit jagung dan daun kering rasanya
sudah sering, saya iseng coba pelepah pisang waktu itu,” kata wanita
dengan empat cucu ini.
Idenya sederhana, menjadikan pelepah
pisang sebagai produk kerajinan khas lokal yang bisa ditenteng sebagai
oleh-oleh bagi wisatawan. ”Suami saya kalau ke luar negeri sering beli
kerajinan khas negara tersebut. Kebanyakan berupa boneka. Saya
terinspirasi dari situ, menjadikan pelepah pisang sebagai boneka yang
mudah ditenteng wisatawan,” kata wanita berusia 66 tahun ini.
Awalnya,
ia hanya bermodal satu gedebok pisang yang sudah dikeringkan untuk
diuji coba. Bahannya, kawat sebagai kerangka, lem dan benang untuk
rambut. Untuk boneka besar yang lebih dari 20 cm, kerangkanya dari
botol. Baju boneka bisa di-mix pelepah pisang kering, kelobot,
kepompong, dan daun kering. Untuk rambutnya, bisa terbuat dari serabut
jambe atau potongan tali karung.
”Saya bikin 2–4 boneka sebagai
contoh. Setelah direspons, barulah bikin dalam jumlah banyak. Order
terbanyak ekspor ke Jepang dan Eropa, tapi tidak ekspor langsung
melainkan lewat buyer dari Jakarta yang mengirimkan ke sana,” ujar Tien saat ditemui di rumahnya di Jalan Ciliwung, Surabaya.
Untuk
boneka yang kecil-kecil setinggi 20 cm, harganya berkisar Rp
50.000–Rp70.000, sedangkan yang berukuran besar antara Rp 100.000–Rp
150.000.
Harga bisa menyesuaikan sesuai order dan tingkat kerumitan
pembuatan baju. ”Saya tidak ready stock, hanya by order.
Stok yang ada ini hanya untuk contoh. Tiap bulan tak selalu ada order
karena kerajinan saya tak hanya boneka, tapi ada bunga kering dan
kerajinan lainnya. Kalau order boneka sepi, omzet di-cover dari kerajinan yang lain,” lanjut mantan Ketua Asosiasi Pengrajin Bunga Kering dan Bunga Buatan (Aspringta) Surabaya ini.
Menurut
Tien, order paling ramai jika ada pameran dan musim pernikahan karena
banyak pesanan boneka limbah ini untuk dijadikan sebagai suvenir. Untuk
kebutuhan gedebok pisang, ia pesan langsung dari Yogyakarta, Mojokerto,
dan Sidoarjo.
”Kalau pas musim kemarau, saya beli gedebok banyak
untuk stok saat musim hujan karena susah dapat gedebok bagus, rata-rata
gampang busuk dan rusak,” ujar wanita kelahiran Yogyakarta, 14 Maret
ini.
Sekali mengirim gedebok kering sampai 10 kg dengan harga Rp
175.000–Rp 200.000. Ia sengaja tidak memesan gedebok basah karena
proses pengeringannya harus secara manual dan itu memakan waktu lama.
”Tak semua gedebok kering itu bisa dipakai, saya pilih serat yang
bagus, yang cacat dibuang.
Jadi 10 kg gedebok kering bisa menghasilkan
50 boneka kalau ukurannya besar, tapi untuk boneka ukuran kecil bisa
100 boneka. Itu jatah sebulan,” kata Tien yang melibatkan puluhan
ibu-ibu perajin untuk pembuatannya.
Proses pembuatan boneka
pelepah pisang tidak terlalu rumit. Gedebok kering direndam 60 menit
dengan cairan H2O2 (hidrogen peroksida). Harga cairan ini Rp 350.000
per galon. Jangan terlalu lama direndam karena bisa getas. Angkat, lalu
cuci bersih, diangin-angin sebentar, jangan dijemur di bawah terik
matahari. Masuk proses pewarnaan dengan sitrun selama 20 menit. Angkat,
lalu keringkan secara manual. Setelah itu baru disetrika, lalu
digunting sesuai kebutuhan.
”Dari unsur kepompong kering dan daun
kering, seperti daun sirsak, saya buat untuk aksesori boneka berupa
bros cantik. Proses pengeringannya hampir sama, cuma harus lebih
telaten karena gampang rusak,” kata wanita yang tiap bulannya bisa
meraup omzet Rp 5 juta dari usaha ini.