" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Tragedi Bisnis Bola

Tragedi Bisnis Bola

Piala dunia memang selalu menciptakan sihir tersendiri. Pertandingan 4 tahunan ini selalu melibatkan emosi para penonton yang tidak pernah tertandingi liga sepakbola profesional mana pun. Tak ada gol yang bisa terkenal seperti gol tangan Tuhan Maradona di pertandingan Uga. Tapi kalau kita bicara fulus, klub-klub liga lali tempatnya Pemain mana sih yang tidak mau dikejar Real Madrid atau Manchester United? Siapa yang tak mau bergaji £ 183.000 - S 556.000 (Rp 2,5 miliar-Rp 7,7 miliar) per minggu seperti Cristiano Ronaldo?

Sepakbola memang sudah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Menurut Deloittes Sports Business Grup, omzet bisnis sepakbola Eropa mencapai € 15,7 miliar di musim kompetisi 2008/2009. Liga terbesar di dunia, yaitu Liga Premier Inggris, berhasil mengeduk pendapatan 1,98 miliar. Tapi lihat tragedi yang terjadi pada Tim Inggris di Piala Dunia. Laga di Inggris memang terkenal membuat pemain kelelahan dan cedera Lihat saja habisnya pemain Chelsea. Sang juara Laga Premier ini malah membuat pemain bintangnya, seperti Didier Drogba (Pantai Gading) dan Michael Ballack (Jerman) tak bisa membela negaranya karena cedera

Di awal Piala Dunia, ada 106 pemain Laga Premier Inggris dari total 736 pemain yang berlaga Tapi memasuki perempat final hanya tersisa 21 pemain dan terus menciut menjadi 8 pemain memasuki semifinal. Mendekati final, justru pemain dari Bundesliga yang mencatat rekor terbanyak merajalela di Piala Dunia. Di perempat final masih ada 32 pemain dan tersisa 28 pemain di babak semi final.

Bundesliga dengan sengaja membuat libur musim dingin yang panjang sehingga pemainnya bisa beristirahat dan memberikan penampilan terbaiknya untuk tim nasional. Tak hanya itu, klub-klub Bundesligajuga tak mau jorjoran menghamburkan uang untuk gaji pemain. Hasilnya, di musim kompetisi 2008/2,009 Bun-desliga berhasil melampaui keuntungan Liga Premier Inggris.

Keuntungan Laga Premier Inggris memang terus menciut. Pasalnya belum-belum mereka harus menghabiskan 67% pendapatan untuk gaji pemain. Celakanya, tak ada yang mau (bisa) menghentikan rekor-re-kor angka yang fantastik itu. Tragisnya, ujungnya hanyalah tragedi di Piala Dunia

Untuk bisnis tertentu, kita memang tak bisa mengelolanya hanya dari kacamata bisnis. Kemampuan imtuk menang dan berani menggaji tinggi pemain atau pelatih, bukanlah segala-galanya.

Entri Populer