" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Belajar Autodidak, Sukses Kembangkan Budi Daya Jamur

Belajar Autodidak, Sukses Kembangkan Budi Daya Jamur

Semangat tinggi dan kerja keras menjadi kunci keberhasilan usaha jamur tiram di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Hebatnya,mereka mempelajari produksi dan pemasaran secara autodidak.

ADALAH Eeng Suheni, Sl, Utar, 35,bersamaAdeSuhanan,35,yang suksesmengembangkanusahake-cil dan menengah di bidang jamur tiram. Masing-masing memiliki peran penting dalam menjalankan usaha itu sejak 2008 di Desa Windujanten, Kecamatan Kadu-gede, Kabupaten Kuningan, dengan nama usaha "Raharja".

Eeng menuturkan, usaha ini bermula saat adiknya yang bekerja di Jakarta berniat memberi modal usaha.Tanpapikirpanjang,diamenyambut tawaran itu. Eeng bercerita, semula keluarganya memiliki usaha peternakan ayam potong. Dengan pertimbangan harga pasaran ayam yang tak stabil, ditambah polusi udara hingga isu flu burung, dia pun berniat mengalihkan usahanya. Pembudidayaan jamuradalahusahayangketika itu dipilih.

Sebenarnya, usaha budi daya jamur di Kabupaten Kuningan telah berlangsung sejak 1989. Dengan dasar itu, Eeng yakin usaha-nya punya pasar untuk berkembang. Dia lantas mengajak Utar dan Ade untuk memulai usaha.

Eeng memegang kendali sebagai pengawas, Ade sendiri bertanggung jawab terhadap kelangsung-an usaha, sedangkan Utar merupakan penanggung jawab lain yang turut membantu pengembangan usaha keluarga tersebut.

Eeng yang ketika dijumpai didampingi Utar menyebutkan, modal total yang dikeluarkan untuk membangun usaha itu dari nol berkisar RplOO juta. Dari modal tersebut, usaha yang telah berjalan nyaris genap dua tahun tersebut menghasilkan keuntungan RplOjuta per bulan.

Dari jumlah modal sebesar itu, sekitar Rp80 juta digunakan untuk membuat kumbung (tempat budi daya jamur). Selebihnya untuk belanja bahan baku jamur yang bera sal dari limbah kayu.

Produk yang dihasilkan padaawalnya dipasarkan sebatas di wilayah Kabupaten Kuningan. Kini, budi daya jamur "Raharja" mengembangkan sayapnya hingga Cirebon dan Bandung. Perkembangan ini membawakonsekuensi pada penambahan jumlah karyawan yangsemula empat orang kini berlipat menjadi 15 orang. Pada umumnya karyawan yang turut serta dalam usaha itu termasuk pemuda-pemuda sekitar yang membutuhkan pekerjaan.

Tak ada yang mulus pada usaha ini. Semula budi daya jamur "Raharja" kesulitan memasarkan produksinya akibat persaingan pasar. Namun mereka tak ingin menyerah.

Perlahan-lahan mereka mempelajari peta pasar budi daya jamur dan menjalin komunikasi dengan para bandar, demikian mereka menyebut pihak pengepul. Ditambah dukungan yang diberikan Dinas Kehutanan setempat, jalan pun mulai terbuka.

Meski begitu, baik Eeng maupun Utar mengaku, akibat keterbatasan tempat mereka tak bisa memenuhi kebutuhan pasar. Salah satunya permintaan penyediaan jamur seberat 1 kuintal per hari, terpaksa mereka tolak karena tak sanggup. "Tempat kami belum bisa memenuhi permintaan sebanyak itu," ujar Utar.

Proses budi daya jamur ini di-wujudkan dalam bangunan seluas 50 x 24 meter. Dalam bangunan itu terdapat tiga kumbungyang menjadi tempat budi daya jamur. Selain kumbung, ada pula ruangan lainyangmenjadipendukungpro-ses pembudidayaan. Proses diawali dengan fermentasi di mana bahan-bahan berupa 1 karungser-buk kayu seberat 20-25 kg, dedak 20 kg, 0,5 kg tepung jagung, 0,5 kg kapur dicampur air sebelum menjadi adonan. Selama dua hari dua malam, adonan tersebut difer-mentasi untuk kemudian dibungkus plastik atau yang dikenal dengan sebutan beglog.

Seusai fermentasi, beglog disterilisasi menggunakan alat sederhana yang terbuat dari drumdengan kayu sebagai alat pemba-karnya. Menurut Utar, alat sederhana itu mereka gunakan karena keterbatasan dana. Namun, penggunaan alat tersebut nyatanya telah menghemat biaya produksi dan lebih disukai.

Sterilisasi yang dilakukan selama 14-16 jam lalu dilanjutkan dengan inokulasi atau pembibitan. Bibit jamurdimasukkandalam beglog dan disimpan melalui proses inkubasi. Penyimpanan beglog dal amkumbungdilakukan hingga spora tumbuh, biasanya dalam waktu 30 hari.

Barulah kemudian jamur dapat dipanen. Dalam dua bulan, panen bisa mencapai 5-6kali dengan jarak panen 7-14 hari. Dah hasilpanen itu, seberat 7 kg per hari mereka lemparkan ke pasaran.

Pemasaran pun mereka lakukan secara sederhana, menggunakan kendaraan roda dua, bekerja sama dengan bandar yang akan mendatangi tempat usaha mereka dan mengambil jamurjamur tiram yang telah siap dipasarkan. Jamur tiram yang mereka produksi biasanya dimanfaatkan sebagai bahan olahan masakan.

Selain jamur tiram, mereka sebenarnya pernah mencoba budi daya jamur lain, yaitu shitake. Sayangnya potensi pasar jamur asli Jepangitu tak sebesar jamurtiram.

Selain terkendala tempat yang masih terbatas, kendala lain yang dihadapi usahanya adalah mengem-bangkan ke pasar yang lebih luas. Sejauh ini mereka masih melakukan metode pemasaran konvensional yangdinilai belum optimal.

Meskipun ada kendala, itu tak menghalangi langkah mereka meneruskan usaha budi daya jamur. I urmengatakan,merekabahkan i rani menargetkan pembangunan kumbung baru dengan target in.nn nuhi i" mintaan yang lebih berai ijgi.

Dalan pi ngembangan usaha ini.mtnk.i mengharapkan perha-ti.in Kbih pemerintah setempat. Mi nurul i tm i-aha semacam itu dapal ihlih.ii sebagai produk dae-rahyangmeningkatkan perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah. Bahan baku budi dayajamur sesungguhnya tersedia dalamjumlah besardi Kuningan. Namun, permodalan masih menjadi salah satu kendala berarti. Usaha itu sendiri menghadapi persaingan dengan pmduk budi daya jamur dari Bandung.

Jika ditanya apa yang mereka butuhkan, Utar menyebut bantuan pemasaran agar produk ini mencapai sasaran yang lebih luas. Selama ini promosi yang mereka lakukan hanya berupa kabar dari mulut ke mulut. "Tapi kami optimistis sa-ja.Selamakitamasihbisa bergerak, kita harus gerak. Kalau bisa jalan, kami jalan, kalau masih merang-kak, kami akan merangkak karena kami tak ingin diam," ujar Utar.

Entri Populer