24/01/2012
Industri Kepiting Tercepit Bahan Baku
Walau baru menginjak empat bulan, pendapatan PT Graha Makmur Cipta Pratama sudah mencapai US$ 1 juta
JAKARTA. Prospek industri pengolahan kepiting yang menggiurkan membuat PT Graha Makmur Cipta Pratama tertarik untuk menggeluti usaha ini. Namun, salah satu anak usaha Indokom Group ini mengaku kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku.
Saimi Saleh, Direktur PT Graha Makmur Cipta Pratama mengatakan, sampai sekarang, krisis perekonomian yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa belum mempengaruhi kinerja ekspor produk kepiting olahan. Oleh karena itu, perusahaannya berani melebarkan sayap menjadi produsen produk olahan hewan bernama latin callinectes sapidus ini.
Saimi menambahkan, Graha Makmur sedang getol-getol-nya mengembangkan potensi perikanan lokal. Sebab, me-nurutnya, perikanan lokal memiliki potensi sangat besar dengan permintaan pasar yang terbuka lebar. "Krisis perekonomian tidak terlalu berpengaruh pada industri makanan," katanya kepada KONTAN, Jumat (20/1).
Graha Makmur Cipta Pratama adalah anak usaha Indokom Group yang sudah berdiri sejak 1994. Awalnya, grup ini hanya bergerak di bidang ekspor kopi dan produksi tambak udang. Sejak November 2011 lalu, Indokom memberanikan diri masuk dalam industri pengolahan kepiting dengan mendirikan PT Graha Makmur Cipta Pratama.
Graha Makmur memiliki dua pabrik pengolahan di Gresik, Jawa Timur dan Purwakarta, Jawa Barat. Kapasitas terpasang untuk pabrik pengolahan kepiting di Gresik mencapai 2,5 ton sampai 3 ton per hari. Khusus pabrik di Purwakarta, kapasitas pro-duksinya mencapai 1 ton sampai 1,5 ton per hari.
Pendapatan besar
Walau baru menjajaki usaha selama hampir empat bulan, angka penjualan Graha Makmur terlihat cukup besar. Saimi menceritakan, hingga Desember 2011, Graha Makmur telah memperoleh income atau pendapatan dari bisnis kepiting senilai US$ 1 juta. Dengan realisasi pendapatan tersebut, tak heran jika tahun ini Graha Makmur menargetkan meraup pendapatan sebanyak US$40 j uta.
Saimi optimistis target itu bisa tercapai. Sebab, awal tahun ini saja, sudah ada pemesanan kepiting olahan sebanyak empat kontainer atau setara dengan 60 ton. Nilai pemesanan tersebut mencapai lebih dari US$ 1 juta. "Kita menargetkan pada tahun 2014 mendatang, angka penjualanmenembus US$ 200 juta per tahun," ujarnya
Mengutip data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), target ekspor kepiting tahun ini mencapai US$ 262 miliar, naik 3,76% dibanding-Harga jual kepiting olahanmasih lebih mahal dibanding produk laut lain.kan target pada 2011 yang US$ 252,5 miliar.
Seluruh hasil produksi Graha Makmur ditujukan untuk pasar ekspor terutama Amerika Serikat, Eropa, China, Jepang, dan Timur Tengah. Saimi mengatakan, sampai saat ini, Graha Makmur belum memasarkan produk olahan kepiting di pasar domestik kare-na minimnya permintaan. Apalagi, dibandingkan dengan jenis produk olahan laut lain, harga jual kepiting olahan masih relatif lebih mahal.
Produk olahan kepiting Graha Makmur rata-rata dijual dengan harga USS 22 per kilogram (kg). Dari komponen harga penjualan itu, biaya produksi mencapai USS 17 per kg sampai USS 19 per kg. "Kalau bahan baku kepiting susah didapat, margin keuntungan menjadi lebih rendah lagi," ujarSaimi.
Saimi memberi gambaran, saat ini, harga kepiting ditingkat nelayan bisa mencapai Rp 30.000 per kg. Harga itu jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga ikan tuna dan kakap. Harga ikan tuna hanya Rp 15.000 per kg sampai Rp 18.000 per kg, sedangkan harga kakap Rp 10.000 per kg.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kepiting, Graha Makmur masih mengandal-kan pasokan dari para pemasok lokal. Oleh karena itu, Saimi khawatir, jika pasokan kepiting tidak lancar, kondisi itu akan menghambat kinerja produksi pabrik olahan kepiting Graha Makmur.
Hendri Sutadinata, Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) mengakui adanya permasalahan pada pasokan bahan baku industri pengolahan kepiting. Karena kurangnya pasokan bahan baku, menurut Hendri, selama lima tahun terakhir, sudahada sekitar 2-3 perusahaan yang gulung tikar. "Itu sangat disayangkan," ujarnya
Walau prospek permintaan produk olahan kepiting terbuka lebar, namun jika tidak dibarengi ketersediaan bahan baku, industri tidak akan bertahan lama. Apalagi bahan baku kepiting dan rajungan masih tergantung dari hasil tangkapan, bukan budidaya. Dengan mengandalkan tangkapan alam, saat memasuki musim angin barat dan hujan tinggi, pasokan tersendat.
Sumber :Harian Kontan
Handoyo