" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Abaikan Omzet Puluhan Juta, Utamakan Idealisme Akhirat

Abaikan Omzet Puluhan Juta, Utamakan Idealisme Akhirat

15/01/2012
Abaikan Omzet Puluhan Juta, Utamakan Idealisme Akhirat


Tidak banyak pengusaha yang memilih jalan seperti Nur Efendi. Pria kelahiran Kudus Jawa Tengah itu meninggalkan usahanya di bidang biro travel perjalanan yang sudah meraup omzet puluhan juta per bulan ke bidang sosial. Ia bergabung dengan Rumah Zakat sebagai lembaga fllantropi internasional berbasis pemberdayaan yang profesional.

Novita Amelilawaty, Jakarta

Dulu saya bergelut di usaha yang mengatasnamakan profit, untung dan untung tidak mau rugi dan tidak peduli dengan sesama. Pokoknya, saya kerja dapat keuntungan besar. Itu saja," kenang Efendi. Sebagai pengusaha muda yang saat itu baru merintis usaha dan langsung sukses tentu profit sedikitnya Rp 20 juta per bulan sangat menggiurkan.

Pria kelahiran Kudus, 29 tahun lalu itu menggeluti bisnis biro perjalanan wisata selama setahun lebih. Sayangnya, kata Efendi, selama menjalankan bisnis tersebut hatinya takpernah merasakan kedamaian. "Berbenturan dengan idealisme saya, kalau berpikir masalah duniawi, harta insya Allah lebih pada saat itu (usaha biro travel), tapi dalam hidup ini serasa ada yang kurang yakni berbagi dengan sesama," ujarnya.

Semenjak itulah, kata Efendi, dia meninggalkan semuanya. Termasuk usaha dan karir. "Saya hijrah. Saya pindah pekerjaan yang bisa memberikan manfaat untuk orang lain," katanya. Pada pertengahan 2006, tepatnya usai salat zuhur di Masjid Simpang Lima Semarang, Efendi mengaku membaca brosur Lembaga Zakat bernama Rumah Zakat "Lembaga itu mencari konsultan zakat atau yang sering disebut sebagai Zis Consultan. Saya berpikir inilah tempat hijrah saya untuk bisa berbagi dan bermanfaat bagi orang lain," tutur Efendi.

Bergabung dengan Rumah Zakat sejak 2006, Efendi dipercaya menjadi ziz consultant pada awalnya. Kemudian, lanjutnya, pada awal 2007 ia dipercaya menempati posisi Branch Manager Rumah Zakat cabang Surabaya sampai pertengahan 2008. "Selama di Surabaya, alhamdulillah, bisa meningkatkan penerimaan zakat sampai 60 persen," kenang Efendi.

Kinerjanya sangat bagus. Efendi bahkan menikmati pekerjaan itu. "Lembaga mempercayakan saya sebagai Head of Region untuk Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jogjakarta sampai akhir 2008," katanya. Belakangan karirnya terus meningkat. Ia kemudian dipercaya menjadi CEO Rumah Zakat hingga kini.

Selama bergabung di Rumah Zakat, kata Efendi,ia mantap mencari bekal di dunia dan akhirat. "Saya berusaha menyelamatkan umat dari keka-liran akibat kefakiran (kemiskinan), serta keinginan untuk berbagi dan bermanfaat bagi sesama," tuturnya. Bahkan, semangat itu makin menguatkan ketika dia melihat sosok Abu Syauqi, pendiri Rumah Zakat. "Beliau (Abu Syauqi) di mata saya adalah sosok orang yang soleh, penuh dengan inspirasi, dan visioner," kata Efendi.

Tatkala bercerita Efendi sesekali meneguk se-duhan teh hangat sebelum bercerita kembali. Menurutnya, Rumah Zakat memang tidak bisa disamakan dengan industri lainnya. "Rumah Zakat bukan tempat untuk mencari uang atau kekayaan. Kalau saya pingin kaya sudah dilakukan sejak dulu, tapi saya meninggalkannya," katanya kemudian tersenyum lebar. Rumah Zakat, lanjutnya, adalah jihad berjuang di jalan Tuhan. "Subhanaalah yang saya rasakan di rumah zakat lebih dari uang, tetapi keberkahan, kebahagiaan, dan ketenteraman hari," ujarnya.

Rutinitasnya adalah melihat anak-anak yatim piatu dan anak kurang mampu agar mereka bisa sekolah secara gratis. Kemudian, memberikan beasiswa dari SD sampai Perguruan Tinggi, melihat layanan kesehatan gratis, melihat para usaha kecil bisa mandiri menjadi usaha yang besar. "Itu semua sangat membuat saya bahagia, meskipun terkadang saya meneteskan air mata mendengar doa mereka kepada para donatur," terangnya.

Sebagai lembaga filantropi internasional berbasis pemberdayaan yang profesional, kata Efendi,tentunya pengelolaan lembaga harus lebih baik layaknya mengelola sebuah perbankan, baik itu sistem penerimaan, pengelolaan dan penyaluran berdasarkan Good Corporate Governance (GCG), dengan dukungan sistem IT yang terintergrasi yang memudahkan dan lebih kredibel proses pengelolaan lembaga, (vit)

Sumber: Indo Pos

Entri Populer