" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Mengikat Erat Laba dari Pembuatan Kepala Gesper

Mengikat Erat Laba dari Pembuatan Kepala Gesper

10/12/2011
Mengikat Erat Laba dari Pembuatan Kepala Gesper

Memproduksi kepala gesper atau dikenal dengan nama buckle memiliki peluang pasar yang mencengangkan jika tergarap optimal. Seperti dua pelaku usaha pembuat buckle ini, selain membikin buckle bagi perusahaan fesyen, mereka melayani buckle untuk perusahaan dan komunitas. Omzetnya bisa ratusan juta rupiah per bulan.

PEMAKAIAN ikat pinggang atau gesper memang tak pernah lekang oleh zaman. Bentuk gesper pun selalu sama, namun yang sering berubah sesuai trend adalah kepala gesper.Itulah sebabnya, para pebisnis kepala gesper atau dikenal dengan nama buckle, tak pernah sepi pesanan. Apalagi banyak pemakai gesper gemar memakai buckle berdesain khusus, biar dia bisa tampil gaya dan tampil beda

Menurut Agung Nurlam-bang, Manajer Pemasaran GV Akurat di Bandung, permintaan buckle di Akurat terus naik sejak mereka memulai produksi pada 2009 lalu. Bisnis ini makin menarik, dengan pasar yang tenis berkembang, jumlah produsen buckle temyata tak banyak. Wajar jika produsen buckle bisa meraih untung besar.

Agung menceritakan, pasar buckle milik Akurat tidak hanya di kota Bandung saja. Beragam buckle yang mereka produksi telah dikirim ke berbagai daerah di Nusantara. Selain untuk industri fesyen, buckle juga dipesan perusahaan tambang. "Perusahan tambang butuh memesan buckle untuk penghargaan kepada pegawainya," kata Agung.

Saat ini, untuk menghadapi pasar yang terus berkembang, Agung pun perlu menyiapkan berbagai desain buckle. Mulai desain sederhana hingga desain rumit seperti buckle bergambar dan berlogo. "Kami bisa bikin buckle bentuk apapun," tegas pria berusia 34 tahun ini.

Selain menerima pesanan pembuatan buckle, Akurat juga memiliki merek buckle sendiri yang diberi nama Eastland.

Buckle buatan Akuratmenggunakan bahan baku logam bernama pewter. Bahan ini merupakan logam campuran dari timah, tembaga, dan juga perak. Bahan baku ini berbeda dengan pembuat tnickle lainnya yang lebih menggunakan besi sebagai bahan baku. "Bahan baku peicler lebih berkualitas dari pada besi," klaim Agung.

Untuk membuat buckle, Agung memadukan pekerjaan tangan dan teknologi. Ia membuat desain buckle dengan bantuan komputer, kemudian pembuatan dan pencetakan buckle mengandalkan pekerjaan tangan. Akurat menjual buckle mulai dari harga Rp 77.000 sampai dengan Rp 133.000 per unit. Perbedaan harga tergantung pada bentuk, model, dan ukuran buckle.

Meski hanya memasarkan lewat internet, Akurat mampu menjual ribuan buckle per bulan. "Omzet saya capai Rp 200 juta-Rp 300 juta per bulan," tutur Agung.Namun usaha ini juga bukan tanpa kendala. Menurut Agung, kendala utama terletak pada ketersediaan bahan baku. Selain itu, harga balian baku pun fluktuatif sehingga menyulitkan Agung untuk menghitung laba usaha. "Kendala lainnya adalah proses pengerjaan yang lama. Pengerjaan sebuah buckle butuh waktu hingga tiga nunggu. Produsen buckle lainnya

Pemesan kepalagesper ataubuckle datangdari perusahaandan komunitas.adalah Lagar, pemilik merek Kepala Sabuk Bangkok di Bandung. Ligar memproduksi kepala gesper sejak tujuh tahun lalu. Pelanggan utama Ligar datang dari komunitas motor besar dan juga komunitas mobil.

Sama dengan Agung, Ligar memasarkan buckle produksinya lewat dunia maya. Selain melayani pasar komunitas, ia juga melayani pesanan dari pebisnis fesyen di Jawa, Sumatera hingga Kalimantan.

Bagi ligar, pembuatan buckle dengan desain khusus tidaklah butuh waktu lama. Ia menggambarkan, pengerjaan ratusan buckle bisa dilakukan hanya dalam tempo tiga hari. "Membuat buckle mirip membuat perluasan," ujar Ligar yang mempekerjakan lima orang karyawan itu.

Bahan baku buckle milik Ligar merupakan campuran kuningan, besi, nikel serta tembaga. Sebelum dicetak, seluruh campuran logam mesti dicairkan terlebih dahulu. "Pewarnaan dilakukan berulang kali agar warna buckle bisa pekat dan tak mudah luntur," terang Ligar.Ligar menjual buckle seharga Rp 12.000 sampai Rp 75.000 per buah. Dalam sebulan, dia dapat menangguk omzet Rp 40 juta.

Sumber : Harian Kontan
Fahriyadi, Dea Chadiza Syafina


Entri Populer