07/10/2011
Laba Merekah dari Usaha Mengolah Hasil Laut
Pengusaha UKM di Belitung memperoleh berkah dari banyak pelancong yang datang ke sana. Lantaran Belitung kaya hasil laut, kepada pelancong itu, para pengusaha ini menawarkan olahan hasil laut yang dijual sebagai oleh-oleh khas Belitung. Mudahnya mendapatkan bahan baku membuat harga kudapan ringan ini jadi terjangkau.
SEBAGAI negeri yang berlimpah dengan hasil laut, tak heran bila banyak orang di Indonesia yang gemar makan seafood. Selain kandungan gizi yang tinggi, harga berbagai makanan laut ini juga relatif lebih murah, ketimbang daging.
Hanya saja, makanan laut ini mempunyai umur pendek. Oleh karena itu, beberapa pengusaha seting mengawetkannya dengan cara diasin-kan ata,u dikeringkan, untuk memperpanjang umur makanan hasil laut itu. Namun, kini, olahan seafood juga muncul dalam bentuk lain, seperti, nugget dan dendeng ikan. Salah satu pelaku usaha yang mempro-duksi berbagai makanan olahan hasil laut itu adalah Slamet Sitepu.
Sejak 2009 lalu, pengusaha asal Tanjung Binga, Kecamatan Sujuk. Provinsi Bangka-Belitung ini mulai merintis usahanya. Awalnya, Slamet hanya menjual ikan asin.
Namun, bisnis ikan asin dianggapnya kurang menarik karena harganya murah. Slamet hanya bisa menjual ikan asin dengan harga berkisar Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per kilogram (kg).
Ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberi pelatihan soal pengolahan hasil laut, Slamet pun tertarik. Usai ikut pelatihan, ia pun mencoba membuka usaha pengolahan ikan dengan modal Rp 10juta.
Dengan tiga karyawan, Slamet pun memproduksi beragam makanan olahan hasil laut. Di antara beragam produknya, yang menjadi primadona adalah nugget kakap dan pilus telur cumi.
Kini, Slamet pun bisa mendulang omzet hingga Rp 1 juta per hari. Maklum, beragam olahan itu dyualnya dengan harga terjangkau, yakni mulai Rp 10.000 hingga 35.000 per bungkus.Hanya saja, sampai saat ini, Slamet masih kesulitan mendapatkan balian baku pilus telur cumi. Pasalnya, produksi telur cumi sandal bergantung pada musim.
Nah, untuk mengisi kekurangan pasokan pilus telur cumi, Slamet punmembual produk pilus dari rumput laut. Meski rasanya berbeda, pilus ini juga mulai digemari pelanggannya Selain Slamet, pengusaha yang mengolah hasil laut lainnya adalah Jumniati. Berbeda dengan Slamet, warga Tanjung Binga ini memproduksi kericu, yakni keripik yang terbuat daritelur i......nim dan terikrispi. Jumniati juga memperoleh ketrampilan membuat makanan ini setelah mengikuti pelatihan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan. "Saya mendapatkan pelatihan pada 1990," ujar perempuan 27 tahun ini.
Namun, ia mulai serius menekuni usaha kericu pada 2005. Selang tiga tahun kemudian, baru ia memproduksiteri krispi. Kini, Jumniati bisa menghabiskan lima kilogram telur cumi dalam sehari. Setelah menjadi keripik, ia menjualnya dengan harga Rp 80.000 per kg. Untuk produk kericii dengan merek Ibu Jun ini.
Sedangkan, untuk produk teri krispi, ia membutuhkan hingga 25 kg teri tiap hari. Produk teri krispi dengan merk Jupe ini lantas dijualnya Rp 100.000 per kg. Dengan dibantu empat karyawan, Jumniati bisa memperoleh omzet hingga Rp 24 juta per bulan. Dari omzet itu, ia bisa meraup margin keuntungan hingga 50%
Hanya saja, pemasaran produk olahan laut warga Tanjung Hinga ini masih sederhana. Slamet misalnya, hanya mengandalkan gerai-gerai oleh-oleh khas Belitung. Otomatis, konsumen hanya berasal dari warga sekitar dan pelancong yang berkun-junga ke Belitung. "Saya belum tahu cara memasarkan produk ini ke luar daerah," ujarnya
Kendala pemasaran produk kericu dan teri krispi buatan Jumniati pun setali tiga uang. Ia hanya mampu mendistribusikan produk olahannya ke beberapa penjual di Pasar Tanjung Pandan.Meski teri krispi tak begitu digemari warga Belitung, n.umm banyak diburu pelancong sebagai oleh-oleh. Sementara, produk kericu lebih disukai penduduk lokal. Junuuati pun bisa mendapat banyak pesanan ketika mendekati Lebaran.
Laba Merekah dari Usaha Mengolah Hasil Laut
Pengusaha UKM di Belitung memperoleh berkah dari banyak pelancong yang datang ke sana. Lantaran Belitung kaya hasil laut, kepada pelancong itu, para pengusaha ini menawarkan olahan hasil laut yang dijual sebagai oleh-oleh khas Belitung. Mudahnya mendapatkan bahan baku membuat harga kudapan ringan ini jadi terjangkau.
SEBAGAI negeri yang berlimpah dengan hasil laut, tak heran bila banyak orang di Indonesia yang gemar makan seafood. Selain kandungan gizi yang tinggi, harga berbagai makanan laut ini juga relatif lebih murah, ketimbang daging.
Hanya saja, makanan laut ini mempunyai umur pendek. Oleh karena itu, beberapa pengusaha seting mengawetkannya dengan cara diasin-kan ata,u dikeringkan, untuk memperpanjang umur makanan hasil laut itu. Namun, kini, olahan seafood juga muncul dalam bentuk lain, seperti, nugget dan dendeng ikan. Salah satu pelaku usaha yang mempro-duksi berbagai makanan olahan hasil laut itu adalah Slamet Sitepu.
Sejak 2009 lalu, pengusaha asal Tanjung Binga, Kecamatan Sujuk. Provinsi Bangka-Belitung ini mulai merintis usahanya. Awalnya, Slamet hanya menjual ikan asin.
Namun, bisnis ikan asin dianggapnya kurang menarik karena harganya murah. Slamet hanya bisa menjual ikan asin dengan harga berkisar Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per kilogram (kg).
Ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberi pelatihan soal pengolahan hasil laut, Slamet pun tertarik. Usai ikut pelatihan, ia pun mencoba membuka usaha pengolahan ikan dengan modal Rp 10juta.
Dengan tiga karyawan, Slamet pun memproduksi beragam makanan olahan hasil laut. Di antara beragam produknya, yang menjadi primadona adalah nugget kakap dan pilus telur cumi.
Kini, Slamet pun bisa mendulang omzet hingga Rp 1 juta per hari. Maklum, beragam olahan itu dyualnya dengan harga terjangkau, yakni mulai Rp 10.000 hingga 35.000 per bungkus.Hanya saja, sampai saat ini, Slamet masih kesulitan mendapatkan balian baku pilus telur cumi. Pasalnya, produksi telur cumi sandal bergantung pada musim.
Nah, untuk mengisi kekurangan pasokan pilus telur cumi, Slamet punmembual produk pilus dari rumput laut. Meski rasanya berbeda, pilus ini juga mulai digemari pelanggannya Selain Slamet, pengusaha yang mengolah hasil laut lainnya adalah Jumniati. Berbeda dengan Slamet, warga Tanjung Binga ini memproduksi kericu, yakni keripik yang terbuat daritelur i......nim dan terikrispi. Jumniati juga memperoleh ketrampilan membuat makanan ini setelah mengikuti pelatihan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan. "Saya mendapatkan pelatihan pada 1990," ujar perempuan 27 tahun ini.
Namun, ia mulai serius menekuni usaha kericu pada 2005. Selang tiga tahun kemudian, baru ia memproduksiteri krispi. Kini, Jumniati bisa menghabiskan lima kilogram telur cumi dalam sehari. Setelah menjadi keripik, ia menjualnya dengan harga Rp 80.000 per kg. Untuk produk kericii dengan merek Ibu Jun ini.
Sedangkan, untuk produk teri krispi, ia membutuhkan hingga 25 kg teri tiap hari. Produk teri krispi dengan merk Jupe ini lantas dijualnya Rp 100.000 per kg. Dengan dibantu empat karyawan, Jumniati bisa memperoleh omzet hingga Rp 24 juta per bulan. Dari omzet itu, ia bisa meraup margin keuntungan hingga 50%
Hanya saja, pemasaran produk olahan laut warga Tanjung Hinga ini masih sederhana. Slamet misalnya, hanya mengandalkan gerai-gerai oleh-oleh khas Belitung. Otomatis, konsumen hanya berasal dari warga sekitar dan pelancong yang berkun-junga ke Belitung. "Saya belum tahu cara memasarkan produk ini ke luar daerah," ujarnya
Kendala pemasaran produk kericu dan teri krispi buatan Jumniati pun setali tiga uang. Ia hanya mampu mendistribusikan produk olahannya ke beberapa penjual di Pasar Tanjung Pandan.Meski teri krispi tak begitu digemari warga Belitung, n.umm banyak diburu pelancong sebagai oleh-oleh. Sementara, produk kericu lebih disukai penduduk lokal. Junuuati pun bisa mendapat banyak pesanan ketika mendekati Lebaran.
Sumber : Harian Kontan
Fitrio Nur Arlfenle