06/08/2011
Kredit Bermasalah UMKM Turun Tipis
JAKARTA. Kondisi rasio kredit bermasalah alias nonperforming luan (NPL) di segmen kredit usaha kecil, mikro dan kecil (UMM) per Juni 2011 mencapai 4,59%. NPL ini cenderung menurun dari Januari 2011 sebesar 4,66%.
Sumbangan kredit macet terbesar berasal dari kredit usaha kecil, yakni 6,17% seni-lai Rp 9,63 triliun. Bank Indonesia (BI) mencatat, tingginya rasio NPL bersumber dari sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, menyusul sektor konstruksi, dan sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga.i unik mencegah kenaikan rasio NPL, bank sentral bekerjasama dengan 18 kantor BI di berbagai daerah melakukan pembinaan ke pelaku usaha dan kluster UMKM. Misalnya, memfasilitasi binaan sektor industri dalam membuat kerajinan tangan di wilayah Gorontalo. "Kami juga menggandeng pemerintah daerahterkait, kemudian perguruan tinggi dan konsultan," kata Mahdi Mahmudy, Deputi Direktur Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia, Kamis (4/8).
Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, mengatakan, saat ini perbankan sedang berlomba-lomba memberikan fasilitas kredit, khususnya segmen UMKM. Oleh karena itu bagi bank perlu ketelitian dalam mengendalikan risiko kredit ini. Menurut Parwati, risiko sektor UMKM relatif baik.
Sementara itu. Direktur Co-mersial Banking Bank CIMB Niaga, Handoyo Soebali, mengatakan, tidak mudah menekan NPL sampai 0%, karena risiko bisnis perbankan tinggi. Khusus kredit mikro, bank yang mayoritas sahamnya milik investor Malaysia ini dapat menekan NLP hingga 0,5%.
Caranya, memitigasi risiko debitur melalui evaluasi dini kelayakan bisnis usaha mere-ka, aspek Imsi us debitur dalam menjalankan bisnis, dan ke manan debitur berwirausaha. "Kami tidak memilih pengusa ha yang sekali usaha kemudian selesai," ujar Handoyo.
Mengutip data BI, sektor kredit mikro -yang pinjamannya maksimal Rp 50 juta menn rasio kredit macet Kredit usaha kecil der pinjaman Rp 50 juta sampai Rp 500 juta mencatat kredit macet 2,28%. Sedangkiui kredit usaha menengah dengan nilai pinjaman Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar mencatat NPL 3,65%.
Rasio kredit macet teri inggi terjadi pada BPR, per Juni mencapai 8,19%. Mahdi mengatakan, kenaikan ini karena pengelolaan kredit yang lidak hati-hati. "NPL BPR itu terutama dari sektor perdagangan sebesar 8,57% dan pertanian 6,89%, ini karena fakiui musiman, kata Mahdi.
Ia menambahkan, rasio NPL tersebut akan menurun saatkondisi pasar mendukung perolehan kemampuan usaha debitur, Seperti di trio masa panen bulan Ramadan, Lebaran dan Tahun Baru.
Tingginya kredit macet juga karena bunga kredit BPR yang mencapai 22%-25%, bahkan lebih dan 2596 Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rak-yal Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto menilai, BPR tetap kompetitif mematok bunga kredit. Sebab masih harus bersaing dengan bank-bank umum yang kencang pula di segmen UMKM.Ia mengakui, NPL BPR memang masih tinggi, tapi trennya menurun sei iap tahun
Menurul Joko, penurunan NPL membutuhkan waktu yang lama Prediksinya, turun 1% setiap tahun. BPR menerapkan strategi menjemput bola ke pelaku usaha untuk mengetahui kondisi bisnis yang mereka jalankan.
JAKARTA. Kondisi rasio kredit bermasalah alias nonperforming luan (NPL) di segmen kredit usaha kecil, mikro dan kecil (UMM) per Juni 2011 mencapai 4,59%. NPL ini cenderung menurun dari Januari 2011 sebesar 4,66%.
Sumbangan kredit macet terbesar berasal dari kredit usaha kecil, yakni 6,17% seni-lai Rp 9,63 triliun. Bank Indonesia (BI) mencatat, tingginya rasio NPL bersumber dari sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, menyusul sektor konstruksi, dan sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga.i unik mencegah kenaikan rasio NPL, bank sentral bekerjasama dengan 18 kantor BI di berbagai daerah melakukan pembinaan ke pelaku usaha dan kluster UMKM. Misalnya, memfasilitasi binaan sektor industri dalam membuat kerajinan tangan di wilayah Gorontalo. "Kami juga menggandeng pemerintah daerahterkait, kemudian perguruan tinggi dan konsultan," kata Mahdi Mahmudy, Deputi Direktur Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia, Kamis (4/8).
Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, mengatakan, saat ini perbankan sedang berlomba-lomba memberikan fasilitas kredit, khususnya segmen UMKM. Oleh karena itu bagi bank perlu ketelitian dalam mengendalikan risiko kredit ini. Menurut Parwati, risiko sektor UMKM relatif baik.
Sementara itu. Direktur Co-mersial Banking Bank CIMB Niaga, Handoyo Soebali, mengatakan, tidak mudah menekan NPL sampai 0%, karena risiko bisnis perbankan tinggi. Khusus kredit mikro, bank yang mayoritas sahamnya milik investor Malaysia ini dapat menekan NLP hingga 0,5%.
Caranya, memitigasi risiko debitur melalui evaluasi dini kelayakan bisnis usaha mere-ka, aspek Imsi us debitur dalam menjalankan bisnis, dan ke manan debitur berwirausaha. "Kami tidak memilih pengusa ha yang sekali usaha kemudian selesai," ujar Handoyo.
Mengutip data BI, sektor kredit mikro -yang pinjamannya maksimal Rp 50 juta menn rasio kredit macet Kredit usaha kecil der pinjaman Rp 50 juta sampai Rp 500 juta mencatat kredit macet 2,28%. Sedangkiui kredit usaha menengah dengan nilai pinjaman Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar mencatat NPL 3,65%.
Rasio kredit macet teri inggi terjadi pada BPR, per Juni mencapai 8,19%. Mahdi mengatakan, kenaikan ini karena pengelolaan kredit yang lidak hati-hati. "NPL BPR itu terutama dari sektor perdagangan sebesar 8,57% dan pertanian 6,89%, ini karena fakiui musiman, kata Mahdi.
Ia menambahkan, rasio NPL tersebut akan menurun saatkondisi pasar mendukung perolehan kemampuan usaha debitur, Seperti di trio masa panen bulan Ramadan, Lebaran dan Tahun Baru.
Tingginya kredit macet juga karena bunga kredit BPR yang mencapai 22%-25%, bahkan lebih dan 2596 Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rak-yal Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto menilai, BPR tetap kompetitif mematok bunga kredit. Sebab masih harus bersaing dengan bank-bank umum yang kencang pula di segmen UMKM.Ia mengakui, NPL BPR memang masih tinggi, tapi trennya menurun sei iap tahun
Menurul Joko, penurunan NPL membutuhkan waktu yang lama Prediksinya, turun 1% setiap tahun. BPR menerapkan strategi menjemput bola ke pelaku usaha untuk mengetahui kondisi bisnis yang mereka jalankan.
Sumber : Harian Kontan
Nina Dwlantlka