" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Tinggalkan Karier demi Mengajari Petani Membatik Indigo

Tinggalkan Karier demi Mengajari Petani Membatik Indigo

07/21/2011
Tinggalkan Karier demi Mengajari Petani Membatik Indigo

Kerinduan akan kampung halaman membuat Bambang Sugoro rela melepas karier di salah satu perusahaan asing di Jakarta. Ia pulang kampung dan menjabat sebagai kepala desa di Desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Di sinilah ia mengajak warga membatik dengan pewarna alami dari tanaman indigo.

RIN DI akan kampung halaman membual Bambang Sugoro rela meninggalkan pekerjaan cli bidang human resource development (HRD) disalali sain perusahaan kimia di Jakarta. Ia memutuskan pulang kampung dan memilih meninggalkan lm nk pikuk Ibukota.

Bambang pun kini menetap di Desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, tepatnya sejak 2000 silam. Agar tidak menganggur. Bambang Bambang Sugoro.bekerja sebagai HRD di salah satu hold su ;i.sta yang ada di Semarang.

Tapi, pada 2002, pekerjaan sebagai HRD ia tinggalkan. Sebab, saal ilu iadidaulat menjadi Kepala I esa Semawang. Hingga kini, ia sudah menjabat untuk kedua kalinya.

Saal memulai jabatan sebagai kepala desa inilah Bambang mencari Ide untuk kalkan krsc.j;ihleraan warganya yang mayoritas adalah petani.Berbekal pengalaman bekerja pada perusahaan asing, membual Bambang berfikir kreatif. Ia melirik potensi tanaman Indigo ijndigofem tinctoria) yang banyak tumbuh di I wang. Tanaman indigo bisa diolah menjadi sumpewarna alami dengan menghasilkan warna bim yang banyak digunakan ni.mil.ini. gambar alam

Bambang pun kemudian mengajak warganya mempro-duksi pewarna biru dari indigo itu. Agar pewarna indigo punya nilai tambah, Bambang pun mengajak warganya belajar membatik.Tak tanggung-tanggung, Bambang mengajak seorang instruktur bernama Sulianto-ro yang berprofesi sebagai pembalik di Yogyakarta untuk melatih warganya. Terutama melatih membatik dengan pewarnaan indigo.

I ntuk mengajak warga membatik dan mengolah tanaman indigo itu tentu juga butuh uakiii. Sebab, mengolah tanaman indigo menjadi pewarna bini buluh waktu paling cepat enam bulan.

Pertama, daun tanaman indigo direbus dulu, kemudian air hasil rebusan dicampur dengan kapur hingga berbentuk adonan. Usai berbentuk adonan, indigo dipendam di dalam tanah selama enam bulan. Kedua, usai melewati masa "karantina" selama enam bulan, adonan indigo berubah bentuk, mirip pasta. Setelah itu, adonan direbus lagi dan dicampur dengan gula jawa. "Proses dengan gula jawa untuk memperkuat warna biru daun indigo," ujar Bambang.

Setelah pewarnaan indigo selesai, banilah warga diajak membatik. Saat pertama kali buka kelas batik, ada 100 peserta yang ikut pelatihan secara cuma-cuma. "Pelatihan ini tidak pakai anggaran pemerintah," beber Bambang. Kini, warga Gemawang sudah memproduksi batik menggunakan pewarnaan indigo. Agar batik warga tidak sia-sia, Bambang memasarkan batik itu ke pusat perbelanjaan serta I mi ik -I ii it ik yang ada di Semarang.

Soal harga, batik indigo made in Gemawang djjuai seharga Rp 75.000 hingga Rp 500.000 per potong, tergantung dari kualitas. Selain dijual di pasar domestik, tak jarang warga juga menjual kain balik indigo itu kepada wisatawan asing yang berkunjung.

Sayang, produksi batik indigo ini belum maksimal Dalam sehari, warga baru mampu memproduksi 10 potong batik tulis, dan 30 potong batik cap yang dicampur tulis. "Dari seluruh produksi kain batik itu, baru 10% kami olah menjadi baju dao suvenir, sisanya dijual dalam bentuk kain batik," kata Bambang. Produksi yang mini itu terjadi karena banyak warga yang tidak tertarik membatik. Dari 3.-175 warga, baru -40 warga yang terlibat aktif membatik indigo. "Padahal, dengan membatik, mereka bisa menambah penghasilan selain bertani," ujar Bambang.

Dalam liitungan Bambang, pembatik bisa mendapatkan tambahan pendapatan Rp 1,5 juta sebulan jika memproduksi lebih dari tiga poli hiu kain batik tulis. Sebab, untuk satu potong kain batik indigo tulis harganya bisa mencapai Rp 500.000 per potong.

Sebagai kepala desa, Bambang bertekad menjadikan desa seluas 786 hektare itu menjadi desa wisata batik yang menggunakan pewarna alami. Sebab, Desa Gemawang punya banyak sumber pewarna alami. Seperti, kulit kopi untuk warna merah dan ungu, daun dan kulit pohon jati untuk merah hati, kulit akar pace untuk merah, kulit pohon mahoni untuk warna cokelat, serta gergajian kayu nangka untuk warna kuning. Pewarna indigo juga melimpah," kata Bambang,

Batik adalat) salah satu produk tren fesyen yang awet dan tidak ketinggalan zaman. Bambang melihal, masa depan balik sangatlah cerah, apalagi balik yang mengguna-kan bahan pewarna alami. Selain mengembangkan batik indigo, Bambang juga mengajarkan warga memproduksi madu, budidaya belut, serta sarang burung walet. Bambang bilang, untuk menyejahterakan warga harus dimulai dengan membangun ekonomi warga.

Tapi, (idak hanya membangun ekonomi, Bambang juga membangun fasilitas pendidikan. Seperti, rumah pintar yang dilengkapi dengan komputer dan juga perpustakaan. Tak hanya itu, Bambang juga merintis desanya hadir ill dunia maya lewal sinis Mrww.gemawang.com. "Pendidikan itu penting untuk kesejahteraan warga," tegas Bambang. C Bambang Sugoro lmemanfaatkan Jpotensi desa Euntuk kemajuan iekonomi warga.

Sumber : Haraian Kontan
Bambang Rakhmanto


Entri Populer