>>>>>Koperasi dan UMKM Punya Peluang Go Public
Jakarta - Idealisme koperasi adalah menjadi tulang punggung ekonomi bangsa ini di tengah ter-jangan faham kapitalisme, tampaknya belum memiliki dukungan agar terus survive, khususnya dalam hal modal bagi industri kecil dan menegah, yang kini masih sulit mendapatkan kredit dari perbankan.
Memasuki hari jadi koperasi tahun ini, dimana banyak harapan dan tantangan ke depan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, persoalan klasik sampai sekarang adalah bagaimana koperasi mudah mendapatkan akses dana segar selain via perbankan, juga bisa masuk ke pasar modal.
Sejak diawal, PT Bursa Efek Indonesia tidak memberikan larangan bagi industri kecil dengan kapitalisasi kecil untuk listing di pasar modal dan khususnyaindustri kecil dan menengah, seperti koperasi.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Eddy Sugito menegaskan, pihaknya tidak melarang perusahaan yang memiliki kapitalisasi kecil melepas sahamnya ke publik melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering/lPO). "Sulit rasanya menahan perusahaan kecil IPO, nanti dianggapnya memihak. Yang penting punya fundamental kokoh. Kalau tidak, buat apa di lantai bursa," ujarnya di lakarta, akhir pekan lalu.
Hal ini ditanggapi pengamat pasar modal Felix Sindhunata ada dua hal yang harus ditekankan. Pertama, kinerjanya harus bagus. Menurut dia, memang tidak mudah, namun keduanya harus ada batasan nominal. "Batasan disini adalah modal yang dimiliki. Sepengetahuan saya, tidak ada aturan itu. Nah, kalau UKM dankoperasi mau masuk (bursa), m-aka wajib ada," ujarnya kemarin.
Kedua, adalah performa usaha. Analis Henan Putihrai ini menegaskan karena kapitalisasi pasar modal Indonesia masih kecil jangan sampai dengan masuknya kedua usaha tersebut malah makin surut kapitalisasinya. "Bursa kita masih belum matang. Di kapitalisasi pasar global, BEI berada di posisi 30.besar. Oleh karena itu, harus ada syarat yang tegas dan jelas agar mendongkrak kapitalisasi pasar," ujarnya.
Kemudian, kata Felix, syarat tegas dan jelas disini adalah total aset, peraturan internal, dan kinerja. Selain itu, Bapepam-LK harus segera membuat legal aspect-nya untuk memperkuat. Oleh karena itu, butuh proses dan harus bertahap, serta intervensi dari regulator. Antara koperasi dan UKM. "Saya lebih cenderung memilih UKM bisa masuk pasar modal dibanding koperasi,"ungkap Felix.
Dia menjelaskan, UKM unit bisnisnya ada sehingga revenue (pendapatan) dan income (laba bersih) jelas. Selain itu, juga sudah berbentuk badan hukum dan tinggal ditentukan minimal asetnya saja. Sementara kalau koperasi, Felix mengungkapkan agak berat karena dilihat dari kemakmuran penduduk dan tingkat edukasi dan sosialisasi. "Kalau dalam koperasi ada 100 anggota. Maka semuanya itu harus terlibat, urung rembuk. Ditambah lagi ada anggota yang nggak paham apa itu pasar modal. ladi edukasi dan sosialisasi harus terus digalak-kan,"tegasnya.
Sementara ekonom Danareksa Institute Purbaya Yudhi Sade-wa mengatakan, keinginan koperasi dan UKM masuk kepasar modal perlu di perhatikan legal aspeknya. Dimana, jika UKM dan koperasi dipaksakan listing sekarang, maka kecil kemungkinanada yang membeli. "Harus di-support dulu baru listing, seperti private equity, (ika tidak maka nggak likuid. Peleburan disini bisa koperasi sesama pemerintah maupun campuran (pemerintah-swasta)," ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, Kementerian UKM dan Koperasi harus memfasilitasi peleburan tersebut supaya teratur. "Setelah melebur, terbitkan surat utang (obligasi) dan harus banyak. Kalau sedikit likuitasnva nggak ada. Cara ini memang belum pernah dicoba tapi patut untuk dijajaki," ucap ekonom Danareksa Institute ini.
Kemudian ekonom Indef Ahmad Erani Yustika sependapat, jika koperasi dan UKM bisa diberi ruang untuk listing di pasar modal. Namun dia menilai kondisi ini sulit dilakukan bila belum ada payung hukum yang mengatur soal itu. "Saya setuju saja dengan hal ini, namun situasi kearah sana agak berat," ujarnya.
Jakarta - Idealisme koperasi adalah menjadi tulang punggung ekonomi bangsa ini di tengah ter-jangan faham kapitalisme, tampaknya belum memiliki dukungan agar terus survive, khususnya dalam hal modal bagi industri kecil dan menegah, yang kini masih sulit mendapatkan kredit dari perbankan.
Memasuki hari jadi koperasi tahun ini, dimana banyak harapan dan tantangan ke depan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, persoalan klasik sampai sekarang adalah bagaimana koperasi mudah mendapatkan akses dana segar selain via perbankan, juga bisa masuk ke pasar modal.
Sejak diawal, PT Bursa Efek Indonesia tidak memberikan larangan bagi industri kecil dengan kapitalisasi kecil untuk listing di pasar modal dan khususnyaindustri kecil dan menengah, seperti koperasi.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Eddy Sugito menegaskan, pihaknya tidak melarang perusahaan yang memiliki kapitalisasi kecil melepas sahamnya ke publik melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering/lPO). "Sulit rasanya menahan perusahaan kecil IPO, nanti dianggapnya memihak. Yang penting punya fundamental kokoh. Kalau tidak, buat apa di lantai bursa," ujarnya di lakarta, akhir pekan lalu.
Hal ini ditanggapi pengamat pasar modal Felix Sindhunata ada dua hal yang harus ditekankan. Pertama, kinerjanya harus bagus. Menurut dia, memang tidak mudah, namun keduanya harus ada batasan nominal. "Batasan disini adalah modal yang dimiliki. Sepengetahuan saya, tidak ada aturan itu. Nah, kalau UKM dankoperasi mau masuk (bursa), m-aka wajib ada," ujarnya kemarin.
Kedua, adalah performa usaha. Analis Henan Putihrai ini menegaskan karena kapitalisasi pasar modal Indonesia masih kecil jangan sampai dengan masuknya kedua usaha tersebut malah makin surut kapitalisasinya. "Bursa kita masih belum matang. Di kapitalisasi pasar global, BEI berada di posisi 30.besar. Oleh karena itu, harus ada syarat yang tegas dan jelas agar mendongkrak kapitalisasi pasar," ujarnya.
Kemudian, kata Felix, syarat tegas dan jelas disini adalah total aset, peraturan internal, dan kinerja. Selain itu, Bapepam-LK harus segera membuat legal aspect-nya untuk memperkuat. Oleh karena itu, butuh proses dan harus bertahap, serta intervensi dari regulator. Antara koperasi dan UKM. "Saya lebih cenderung memilih UKM bisa masuk pasar modal dibanding koperasi,"ungkap Felix.
Dia menjelaskan, UKM unit bisnisnya ada sehingga revenue (pendapatan) dan income (laba bersih) jelas. Selain itu, juga sudah berbentuk badan hukum dan tinggal ditentukan minimal asetnya saja. Sementara kalau koperasi, Felix mengungkapkan agak berat karena dilihat dari kemakmuran penduduk dan tingkat edukasi dan sosialisasi. "Kalau dalam koperasi ada 100 anggota. Maka semuanya itu harus terlibat, urung rembuk. Ditambah lagi ada anggota yang nggak paham apa itu pasar modal. ladi edukasi dan sosialisasi harus terus digalak-kan,"tegasnya.
Sementara ekonom Danareksa Institute Purbaya Yudhi Sade-wa mengatakan, keinginan koperasi dan UKM masuk kepasar modal perlu di perhatikan legal aspeknya. Dimana, jika UKM dan koperasi dipaksakan listing sekarang, maka kecil kemungkinanada yang membeli. "Harus di-support dulu baru listing, seperti private equity, (ika tidak maka nggak likuid. Peleburan disini bisa koperasi sesama pemerintah maupun campuran (pemerintah-swasta)," ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, Kementerian UKM dan Koperasi harus memfasilitasi peleburan tersebut supaya teratur. "Setelah melebur, terbitkan surat utang (obligasi) dan harus banyak. Kalau sedikit likuitasnva nggak ada. Cara ini memang belum pernah dicoba tapi patut untuk dijajaki," ucap ekonom Danareksa Institute ini.
Kemudian ekonom Indef Ahmad Erani Yustika sependapat, jika koperasi dan UKM bisa diberi ruang untuk listing di pasar modal. Namun dia menilai kondisi ini sulit dilakukan bila belum ada payung hukum yang mengatur soal itu. "Saya setuju saja dengan hal ini, namun situasi kearah sana agak berat," ujarnya.
Sumber : Harian Neraca