07/24/2011
Be ProfessionaL.To The End
Pengunduran diri dan berpindah pekerjaan bukanlah hal yang baru pada kehidupan profesi di dunia modern ini. Dengan berkembangnya pasar, persaingan sempurna (perfect competition market) memberikan lebih banyak pilihan kepada seseorang untuk dapat mencari prospek yang lebih baik dalam kesempatannya untuk memperoleh penghasilan atau sekedar sebuah kenaikan jabatan.
Pada sebuah data turnover rate karyawan di Amerika Serikat, tercatat bahwa rata-rata perputaran karyawan per tahun pada jangka waktu tahun 2001-2006 berada di hampir 40%. Di Indonesia sendiri, saat ini orang dikatakan cukup "senior" di dalam pekerjaan apabila orang tersebut sudah bekerja di sebuah perusahaan sekitar 3-5 tahun. Bandingkan dengan era 10-20 tahun yang lalu di mana banyak sekali orang dapat bekerja di perusahaan yang sama dalam waktu lebih dari 10 tahun.
Keputusan untuk mengundurkan diri dapat dikarenakan oleh berbagai macam alasan, baik karena hal yang bersilat pribadi maupun alasan-alasan lain. Ada orang-orang yang mengundurkan diri karena faktor alamiah yaitu pensiun, ada juga yang melakukannya untuk memuaskan sense of achievement mereka, atau karena merasa kurang puas dengan policy atau peraturan yang diterapkan oleh perusahaan, dan masih banyak lagi alasan yang lain.
Tapi pada dasarnya seseorang mengundurkan diri atau berpindah pekerjaan karena orang tersebut mengharapkan adanya perbaikan dengan taraf hidupnya, baik secara materi ataupun jiwani.
Dari fakta itu, kita dapat melihat bahwa perputaran karyawan di dalam dunia profesi bukanlah hal yang dapat dihindari. Bahkan saat kita berusaha melihat ke dalam diri kita sendiri pun, mungkin kita adalah termasuk dalam salah satu pribadi yang pernah mengalami perpindahan pekerjaan.
Maka dari itu, keputusan rang diambil oleh seseorang untuk meninggalkan tempat pekerjaannya yang lama dan memasuki tempat baru tidak dapat serta-merta kita vonis sebagai hal buruk atau baik.
Saat berbicara tentang proses pengunduran diri karyawan dari suatu perusahaan, pada umumnya perusahaan menetapkan aturan batas waktu minimum pengajuan surat pengunduran diri (biasanya 1 bulan sebelum tanggal pengunduran diri).
Batas waktu minimum ini diputuskan berdasarkan pertimbangan akan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memperoleh pengganti dari posisi yang ditinggalkan, dan sebagai profesional, kita diharapkan dapat memenuhi ketentuan batas waktu minimum itu, kecuali ada faktor yang tidak terhindarkan seperti sakit, terkena musibah, dan yang lainnya.
Sayangnya, kadangkala terjadi di lapangan bahwa ada orang yang berusaha "mentoleransi" batas waktu ini dengan berbagai macam alasan. Salah satu alasan yang paling sering dibuat adalah karena tempat kerja yang baru sudah meminta untuk masuk lebih cepat. Dan seringkali perusahaan tidak memiliki pilihan selain melepaskan orang itu untuk meninggalkan perusahaan, bahkan sebelum dia memenuhi batas waktu minimumyang ditetapkan.
Hal ini sebenarnya dapat menempatkan orang itu pada situasi "berbahaya", karena bisa jadi ada perusahaan-perusahaan yang kemudian mempertanyakan profesionalisme orang itu sebagai seorang representasi dari sebuah perusahaan. Dari situlah kemudian timbul istilah "kutu loncat", yakni julukan untuk orang-orang yang sering berpindah pekerjaan dalam waktu relatif singkat
Profesionalisme kita, terutama dalam proses pengunduran diri, dapat dilihat dari beberapa aspek. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sebagai seorang yang memiliki mentalitas seorang profesional, diharapkan dapat memenuhi batas waktu minimum yang dibutuhkan antara pengajuan surat pengunduran diri sampai pada waktu pengunduran diri.
Ini menunjukkan sebuah dedikasi moral dan integritas akan loyalitas terhadap perusahaan tempat Iata bekerja. Sebagai seorang profesional, kita memiliki tanggungjawab untuk menuntaskan semua pekerjaan yang menjadi tanggungan sampai pada waktu mengundurkan diri, termasuk melakukan serah terima dengan baik kepada orangyang bertanggungjawab untuk menggantikan kita, atau setidaknya kepada pihak yang berwenang untuk mendelegasikan tanggungjawab kita kepada karyawan lain.
Selain itu, sebagai seorang profesional, kita juga memiliki tanggungjawab untuk sebisa mungkin tidak "merepotkan" orang yang akan menggantikan dalam mengemban tanggungjawab di dalam perusahaan yang ada. Bayangkan saat kita pertama kali masuk di dalam sebuah perusahaan dan kita menerima tugas-tugas dari pendahulu kita, dan kita mengalami kebingungan karena pendahulu kita tidak melakukan tugas serah-terimanya dengan baik dan sistematis. Tentunya hal tersebut akan sangat merepotkan kita. Orang lain pun akan merasakan hal yang sama apabila kita tidak melakukan serah-terima dengan baik.
Apabila dalam batas waktu proses pengundurandiri itu perusahaan sudah merekrut kandidat untuk menggantikan kita, maka sebagai profesional seharusnya mempersiapkan kandidat ini dengan sebaik mungkin agar dia dapat menggantikan tanggungjawab kita dengan kompetensi yang setara, atau bahkan lebih baik. Seorang yang profesional tidak akan merasa insecure saat melihat penerusnya menjadi orang yang lebih baik. Justru adalah tanggungjawab Iata sebagai seorang profesional untuk membuat kandidat pengganti kita menjadi orang yang diakui di dalam perusahaan. Dan saat kita berhasil "mentransferkan" ilmu kepada kandidat pengganti Mta, sebenarnya kita sudah menjadi orang yang berhasil di dalam perusahaan tersebut
Seorang yang profesional juga memiliki mentalitas untuk menyelesaikan tanggungjawabnya dengan semangat untuk memberikan yang terbaik, bahkan di hari-hari terakhirnya bekerja di perusahaan itu. Pada umumnya, seseorang akan memiliki resiko yang sangat besar untuk kehilangan motivasi bekerjanya saat mereka dalam proses pengunduran diri sampai pada batas waktu minimum jang ditentukan.
Sebagi contoh, sebuah perusahaan menetapkan waktu 1 bulan untuk proses pengunduran diri, maka dalam waktu 1 bulan itu seringkali yang terjadi adalah penurunan performa. Hal ini diakibatkan karena hilangnya sense of purpose di dalam pekerjaan, di mana mungkin kita akan cenderung berpikir, "Ah, sebentar lagi saya juga meninggalkan tempat ini." Tetapi mentalitas ini bukanlah mental seorang yang profesional. Seorang yang profesional justru memahami bahwa pada hari-hari terakhirnya dalam bekerja di perusahaan itu, dia akan memaksimalkan performanya sehingga perusahaan pun mengakui kompetensinya dalam menunaikan tanggungjawabnya di perusahaan.
Mari ibaratkan pekerjaan kita seperti sebuah pertandingan marathon. Di dalam proses mencapai garis akhir, harus menjaga kecepatan lari kita sambil mempertahankan stamina. Saat berlari terlalu cepat, mungkin Iata akan kelelahan sebelum mencapai garis akhir. Tetapi bila berlari terlalu lambat, pasti akan disusul pelari-pelari di belakang kita. Menariknya, justru seorang pelari marathon profesional akan memaksimalkan kecepatan berlarinya saat dia sudah mulai mendekati gfliis finish.
Begitu pula di dalam pekerjaan Wta, apapun alasan mengundurkan diri dari sebuah perusahaan, kita tetap harus menjadi seorang yang profesional, dan maksimal sampai pada akhir masa kerja. Be Professional... To The End. (John Robert Powers Team).(***)
Sumber : Bisnis Indonesia
Pengunduran diri dan berpindah pekerjaan bukanlah hal yang baru pada kehidupan profesi di dunia modern ini. Dengan berkembangnya pasar, persaingan sempurna (perfect competition market) memberikan lebih banyak pilihan kepada seseorang untuk dapat mencari prospek yang lebih baik dalam kesempatannya untuk memperoleh penghasilan atau sekedar sebuah kenaikan jabatan.
Pada sebuah data turnover rate karyawan di Amerika Serikat, tercatat bahwa rata-rata perputaran karyawan per tahun pada jangka waktu tahun 2001-2006 berada di hampir 40%. Di Indonesia sendiri, saat ini orang dikatakan cukup "senior" di dalam pekerjaan apabila orang tersebut sudah bekerja di sebuah perusahaan sekitar 3-5 tahun. Bandingkan dengan era 10-20 tahun yang lalu di mana banyak sekali orang dapat bekerja di perusahaan yang sama dalam waktu lebih dari 10 tahun.
Keputusan untuk mengundurkan diri dapat dikarenakan oleh berbagai macam alasan, baik karena hal yang bersilat pribadi maupun alasan-alasan lain. Ada orang-orang yang mengundurkan diri karena faktor alamiah yaitu pensiun, ada juga yang melakukannya untuk memuaskan sense of achievement mereka, atau karena merasa kurang puas dengan policy atau peraturan yang diterapkan oleh perusahaan, dan masih banyak lagi alasan yang lain.
Tapi pada dasarnya seseorang mengundurkan diri atau berpindah pekerjaan karena orang tersebut mengharapkan adanya perbaikan dengan taraf hidupnya, baik secara materi ataupun jiwani.
Dari fakta itu, kita dapat melihat bahwa perputaran karyawan di dalam dunia profesi bukanlah hal yang dapat dihindari. Bahkan saat kita berusaha melihat ke dalam diri kita sendiri pun, mungkin kita adalah termasuk dalam salah satu pribadi yang pernah mengalami perpindahan pekerjaan.
Maka dari itu, keputusan rang diambil oleh seseorang untuk meninggalkan tempat pekerjaannya yang lama dan memasuki tempat baru tidak dapat serta-merta kita vonis sebagai hal buruk atau baik.
Saat berbicara tentang proses pengunduran diri karyawan dari suatu perusahaan, pada umumnya perusahaan menetapkan aturan batas waktu minimum pengajuan surat pengunduran diri (biasanya 1 bulan sebelum tanggal pengunduran diri).
Batas waktu minimum ini diputuskan berdasarkan pertimbangan akan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memperoleh pengganti dari posisi yang ditinggalkan, dan sebagai profesional, kita diharapkan dapat memenuhi ketentuan batas waktu minimum itu, kecuali ada faktor yang tidak terhindarkan seperti sakit, terkena musibah, dan yang lainnya.
Sayangnya, kadangkala terjadi di lapangan bahwa ada orang yang berusaha "mentoleransi" batas waktu ini dengan berbagai macam alasan. Salah satu alasan yang paling sering dibuat adalah karena tempat kerja yang baru sudah meminta untuk masuk lebih cepat. Dan seringkali perusahaan tidak memiliki pilihan selain melepaskan orang itu untuk meninggalkan perusahaan, bahkan sebelum dia memenuhi batas waktu minimumyang ditetapkan.
Hal ini sebenarnya dapat menempatkan orang itu pada situasi "berbahaya", karena bisa jadi ada perusahaan-perusahaan yang kemudian mempertanyakan profesionalisme orang itu sebagai seorang representasi dari sebuah perusahaan. Dari situlah kemudian timbul istilah "kutu loncat", yakni julukan untuk orang-orang yang sering berpindah pekerjaan dalam waktu relatif singkat
Profesionalisme kita, terutama dalam proses pengunduran diri, dapat dilihat dari beberapa aspek. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sebagai seorang yang memiliki mentalitas seorang profesional, diharapkan dapat memenuhi batas waktu minimum yang dibutuhkan antara pengajuan surat pengunduran diri sampai pada waktu pengunduran diri.
Ini menunjukkan sebuah dedikasi moral dan integritas akan loyalitas terhadap perusahaan tempat Iata bekerja. Sebagai seorang profesional, kita memiliki tanggungjawab untuk menuntaskan semua pekerjaan yang menjadi tanggungan sampai pada waktu mengundurkan diri, termasuk melakukan serah terima dengan baik kepada orangyang bertanggungjawab untuk menggantikan kita, atau setidaknya kepada pihak yang berwenang untuk mendelegasikan tanggungjawab kita kepada karyawan lain.
Selain itu, sebagai seorang profesional, kita juga memiliki tanggungjawab untuk sebisa mungkin tidak "merepotkan" orang yang akan menggantikan dalam mengemban tanggungjawab di dalam perusahaan yang ada. Bayangkan saat kita pertama kali masuk di dalam sebuah perusahaan dan kita menerima tugas-tugas dari pendahulu kita, dan kita mengalami kebingungan karena pendahulu kita tidak melakukan tugas serah-terimanya dengan baik dan sistematis. Tentunya hal tersebut akan sangat merepotkan kita. Orang lain pun akan merasakan hal yang sama apabila kita tidak melakukan serah-terima dengan baik.
Apabila dalam batas waktu proses pengundurandiri itu perusahaan sudah merekrut kandidat untuk menggantikan kita, maka sebagai profesional seharusnya mempersiapkan kandidat ini dengan sebaik mungkin agar dia dapat menggantikan tanggungjawab kita dengan kompetensi yang setara, atau bahkan lebih baik. Seorang yang profesional tidak akan merasa insecure saat melihat penerusnya menjadi orang yang lebih baik. Justru adalah tanggungjawab Iata sebagai seorang profesional untuk membuat kandidat pengganti kita menjadi orang yang diakui di dalam perusahaan. Dan saat kita berhasil "mentransferkan" ilmu kepada kandidat pengganti Mta, sebenarnya kita sudah menjadi orang yang berhasil di dalam perusahaan tersebut
Seorang yang profesional juga memiliki mentalitas untuk menyelesaikan tanggungjawabnya dengan semangat untuk memberikan yang terbaik, bahkan di hari-hari terakhirnya bekerja di perusahaan itu. Pada umumnya, seseorang akan memiliki resiko yang sangat besar untuk kehilangan motivasi bekerjanya saat mereka dalam proses pengunduran diri sampai pada batas waktu minimum jang ditentukan.
Sebagi contoh, sebuah perusahaan menetapkan waktu 1 bulan untuk proses pengunduran diri, maka dalam waktu 1 bulan itu seringkali yang terjadi adalah penurunan performa. Hal ini diakibatkan karena hilangnya sense of purpose di dalam pekerjaan, di mana mungkin kita akan cenderung berpikir, "Ah, sebentar lagi saya juga meninggalkan tempat ini." Tetapi mentalitas ini bukanlah mental seorang yang profesional. Seorang yang profesional justru memahami bahwa pada hari-hari terakhirnya dalam bekerja di perusahaan itu, dia akan memaksimalkan performanya sehingga perusahaan pun mengakui kompetensinya dalam menunaikan tanggungjawabnya di perusahaan.
Mari ibaratkan pekerjaan kita seperti sebuah pertandingan marathon. Di dalam proses mencapai garis akhir, harus menjaga kecepatan lari kita sambil mempertahankan stamina. Saat berlari terlalu cepat, mungkin Iata akan kelelahan sebelum mencapai garis akhir. Tetapi bila berlari terlalu lambat, pasti akan disusul pelari-pelari di belakang kita. Menariknya, justru seorang pelari marathon profesional akan memaksimalkan kecepatan berlarinya saat dia sudah mulai mendekati gfliis finish.
Begitu pula di dalam pekerjaan Wta, apapun alasan mengundurkan diri dari sebuah perusahaan, kita tetap harus menjadi seorang yang profesional, dan maksimal sampai pada akhir masa kerja. Be Professional... To The End. (John Robert Powers Team).(***)
Sumber : Bisnis Indonesia