" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Pembiayaan Syariah Solusi bagi UMKM Agribisnis

Pembiayaan Syariah Solusi bagi UMKM Agribisnis



>>>>>Pembiayaan Syariah Solusi bagi UMKM Agribisnis


Pembiayaan berbasis syariah merupakan solusi yang tepat bagi sektor agribisnis, terutama untuk usaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, pembiayaan oleh bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS) ke sektor agribisnis masih perlu digenjot

Selama ini, sektor agribisnis kurang dilirik oleh perbankan. Lewat pembiayaan syariah yang lebih adil dan menguntungkan, kesejahteraan petani diharapkan semakin baik dan dapat memicu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.

Hal itu terungkap dalam seminar Prospek Pembiayaan Perbankan Syariah di Sektor Pertanian yang diprakarsai Bank Indonesia (BI) dan Investor Daily di Jakarta, Rabu (2/3). Seminar ini menampilkan pembicara kunci Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah," dengan pembicara Direktur Perbankan Syariah BI Mulya E Siregar, Ketua Tim Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

(IPB) Irfan Syauqi Beik, Direktur Corporate Banking PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Luluk M.ililuilah, serta moderator Pemimpin Redaksi InvestorDai-ly Primus Dorimulu. Halim Alamsyah mengatakan, BI mendorong pengembangan sektor pertanian untuk ketahanan pangan nasional, di tengah ancaman krisis global.

"Sektor pertanian semakin strategis, karena beberapa komoditas pertanian menjadi penyumbang inflasi yang menggerogoti daya beli masyarakat belakangan ini," kata Halim. Padahal, kata dia, sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal itu tercermin pada potensi penyerapan tenaga kerja sebesar 40,3% dari total angkatan kerja dalam lima tahun belakangan. Sedangkan terhadap produk domestik bruto (PDB), pertanian menjadi penyumbang terbesar ketiga, dengan porsi 13,7%.

Di sisi lain, potensi kekayaan alam Indonesia yang melimpah tidak diiringi oleh pengelolaan yang baik dan optimal. Terjadinya kerawanan stok pangan mendorong pemerintah terpaksa mengimpor bahan pangan. Tingkat kesejahteraan petani sebagai pelaku utama di sektor pertanian pun rendah.

Kendati demikian, Halim mengatakan, pemerintah telah memiliki beberapa program kerja untuk meningkatkan produksi sektor pertanian.

Syariah Hanya 1,9%

Ironisnya, kontribusi industri perbankan terhadap sektor pertanian sangat kecil. "Hingga 2010, kredit untuk sektor pertanian baru mencapai Rp 91 triliun atau sekitar 5,15% dari total kredit perbankan. Di antara kredit tersebut terdapat pembiayaan oleh perbankan syariah sebesar Rp 1,76 triliun atau 1,9%," kata Halim.

Padahal, kata Halim, total aset industri perbankan syariah nasional telah mencapai Rp 100,2 triliun dengan pertumbuhan volume usaha sebesar 47%. Saat ini terdapat 3.221 jaringan kantor dari 11 BUS, 23 UUS, dan 141 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Direktur Perbankan Syariah BI Mulya E Siregar mengungkapkan, target BI untuk pembiayaan syariah ke sektor pertanian tahun ini diharapkan bisa mencapai Rp 3,52 triliun. Halim menambahkan, target tersebut bisa terealisasi jika jumlah BUS bertambah, serta perluasan jaringan kantor dan pembiayaan ke sektor pertanian meningkat

"Perbankan syariah masih dalam proses pembangunan kapasitas dan belum seluruhnya 100%. Tahun lalu, kita melihat adanya bank-bank syariah baru yang saat ini jumlahnya 11 BUS," kata Halim. BUS yang muncul 2010 belum beroperasi secara maksimal. Namun, pada 2011, BI optimistis BUS yang sudah ada dapat melakukan ekspansi pembiayaan lebih tinggi, terutama untuk sektor pertanian.

Menurut Mulya Siregar, program linkage melalui BPR dan BPRS sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menggenjot pembiayaan syariah ke sektor pertanian. Namun, dia menilai, saat ini banyak BPR dan BPRS yang tidak fokus.

"Ada BPR yang asetnya Rp 1-2 triliun, padahal BPR dan BPRS itu tidak perlu terlalu besar. Sebab, bankumum tidak mungkin merambah hingga ke perdesaan yang paling mikro. Jadi BUS sebaiknya memanfaatkan program Unkage dengan BPR," tuturnya.

Lebih Adil

Menurut Irfan Syauqi Beik, sektor pertanian telah menyerap 40,30% tenaga kerja dan menyumbang 15,60% ke PDB. Sektor ini juga menggunakan lahan sebesar 71,33% dari total luas lahan nasional. Sayangnya, rata-rata 38 juta petani di Indonesia hanya menikmati pendapatan Rp 4,2 juta per tahun atau Rp 350 ribu per bulan, jauh di bawah upah minimum.

Sebelumnya, untuk mengatasi persoalan akses pembiayaan, pemerintah telah menerapkan kebijakan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Namun, kebijakan tersebut dinilai kurang efektif akibat sejumlah moral hazard pada praktiknya. Sebab itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Yusman Syaukat mengusulkan pengembangan pembiayaan syariah.

Irfan Syauqi menyatakan, pola syariah telah lama dipraktikkan dalam dunia pertanian dan secara prinsip lebih adil dan menguntungkan. "Contohnya pembiayaan dengan skema salam dapat menjamin ketersediaan produk dan harganya relatif murah," ungkapnya.

Namun, kata dia, berdasarkan data BI, pembiayaan salam tidak lagi digunakan oleh BUS dan UUS sejak Desember 2010. Hanya kelompok BPRS yang menggunakan skematersebut senilai Rp 45 juta. Karena itulah, Irfan berpendapat, pembiayaan syariah merupakan solusi yang tepat untuk sektor pertanian dan agribisnis, khususnya UMKM. Namun, perlu ada pendidikan, penyuluhan, dan pendampingan kepada para petani sektor UMKM.

"Selama ini, 70% yang bekerja di sektor pertanian berpendidikan SD. Selain itu, 86.3% petani tidak pernah mendapat penyuluhan dan pendampingan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Corporate Banking PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Luluk Mahfudah menilai, jaringan yang terbatas menjadi faktor utama BUS dan UUS belum berani terjun ke sektor pertanian. Selain itu, faktor kompetensi sumber daya manusia (SDM) di perbankan syariah masih perlu dibenahi.

"Ada keterbatasan untuk masuk ke market di bawah, baik dari segi waktu maupun tenaga. Namun, dengan perluasan jaringan, hal itu bisa cukup membantu," kata Luluk. Pihaknya sendiri telah menargetkan pertumbuhan yang melonjak hingga sepuluh kali lipat untuk sektor agribisnis tahun ini. Hingga 2010, realisasi pembiayaan Bank Muamalat ke sektor agribisnis hanya mencapai Rp 125 miliar. Namun, tahun ini, pihaknya menargetkan sebesar Rp 1,12 triliun.

Hal itu terutama ditopang oleh pembukaan jaringan-jaringan baru di pelosok, yang ditargetkan dapat mencapai 360 kantor tahun ini. Tahun lalu, Bank Muamalat telah menambah 30 kantor cabang baru. Seba-nyak 80% pembiayaan agribisnisnya didominasi oleh kelapa sawit sisanya peternakan serta pengolahan jagung.

"Sebelumnya kontribusi agribisnis masih 1% ke total pembiayaan. Namun kami akan perbesar hingga 5% tahun ini," kata Luluk. Berdasarkan riset BI dan Universitas Padjajaran, sukses pembiayaan syariah ditentukan oleh manajemen, teknologi, kualitas spiritual nasabah. Jika aspek tiganya bagus, persentasi kredit bermasalahnya (NPL) rendah.

30 Model

Lebih lanjut Halim Alamsyah mengungkapkan, dinamika perekonomian dan perkembangan pasar keuangan akan membuka peluang untuk inovasi produk dan pembangunan sektor pertanian dengan prinsip syariah. Hal itu bisa dilakukan melalui pemanfaatan pasar komoditas, skema resi gudang, dan lain-lain.

BI sejauh ini telah mengembangkan 30 model pembiayaan syariah untuk berbagai sektor usaha. Secara tradisional, kata Halim, skema pembiayaan dengan prinsip mudharabah dan salam merupakan akad yang lazim digunakan untuk membiayai sektor pertanian. Namun, tahun ini, BI mendorong pengembangan skema murabahah atau pasar komoditas, yang juga termasuk akad jual-beli.

"Sektor pertanian telah mengenal beragam skema kemitraan, misalnya maro, mertelu, belah pinang, baku bagi, dan lain-lain. Itu sesungguhnya menjadi spirit Aan skema pembiayaan syariah mudharabah Aan salam? kata Halim.

Pembiayaan dengan skema salamdapat diandalkan oleh petani untuk menghindar dari pola ijon yang bersifat spekulatif. Skema salam merupakan akad jual-beli dengan kualitas dan harga yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati oleh bank, petani, dan pembeli sebelum panen.

"Pertanian itu merupakan sektor yang tergantung cuaca. Sebab itu, bank syariah bisa memanfaatkan skema salam yang bisa mencegah ijon," kata Halim. Mulya Siregar mengatakan, porsi pembiayaan dengan skema salam masih sangat kecil, yaitu 1%, namun murabahah dan musyarakah tercatat sebesar 2,6% dari total pembiayaan syariah. Namun, dia mengakui, hingga kini fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk murabahah commodity contractbe\\im dirampungkan.

Menurut dia, skema salam lebih cocok untuk pembiayaan tanaman semusim. Namun, untuk jangka menengah panjang, perlu dikembangkan sumber pembiayaan yang tepat Sebab, pendanaan bank, termasuk BUS dan UUS, cenderung bersifat jangka pendek.

Sedangkan untuk resi gudang, kata Mulya, bisa digunakan untuk mengembangkan pasar komoditas dan perlu distandardisasi karena Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengaturnya sudah ada. Sejumlah gudang yang terdapat di beberapa kawasan, baik dikelola oleh negara maupun swasta, memiliki wewenang untuk standardisasi kualitas barang.

"Resi ini yang bisa diperjualbelikan dengan batas-batas tertentu. Ini sedang kita coba lihat kemungkinannya untuk prinsip murabahah commodity contract," kata dia. 

Sumber: Media Indonesia

Entri Populer