" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Berharap Temanggung Jadi Sentra Terbesar Kopi

Berharap Temanggung Jadi Sentra Terbesar Kopi


Desa Mento sejatinya siap menjadi lumbung kopi terbesar dan terbaik bagi Temanggung. Tapi, gerak petani robusta di kampung ini terbatas. Alat produksi, jalur distribusi, sampai ulah tengkulak nakal masih menjadi momok. Mereka hanya bisa berharap pemerintah daerah segera turun tangan.

HASIL tanah lokal belum tentu bisa dinikmati masyarakat lokal. Kopi robusta boleh ditanam di Desa Mento Kecamatan Candiroto, Temanggung. Tapi, hasilnya dibawa langsung ke Surabaya, Malang, dan Medan.

Heru Prayitno, petani kopi robusta Mento, menduga, tengkulak dan pengepul yang memonopoli harga menjadi biang masalah itu. Melihat kondisi yang telah menahun ini, Heru menyarankan ada pengepul besar yang mengumpulkan hasil panen petani. Pengumpul ini lalu mengirimkan kopi ke wilayah Temanggung dulu, baru kemudian dipasok ke luar kabupaten. "Dengan cara ini, ada pemasukan pendapatan ke pemerintah daerah berupa pajak," ungkap Heru.

Solusi lain, supaya tak terjadi lagi permainan hargaadalah kehadiran investor. Tahun ini, tutur Heru, Mento bakal kedatangan investor yang akan membangun pabrik pengolahan byih kopi kering atau OC menjadi bubuk kopi. Dengan begitu, kapasitas pengolahan kopi OC kampungnya bisa lebih besar. Jalur penjualannya pun tak lagi bercabang. "Biaya transportasi lebih efisien," ucap Heru.

Dengan keberadaan investor tersebut, petani berharap tengkulak tak lagi mempermainkan kualitas kopi robusta mereka yang mencapai grade 2. Soalnya, tengkulak kerap menembak harga akibat persaingan yang ketat antar-tengkulak.

Belum lagi masalah timbangan yang sering tak akurat. Ketika petani menjual kopi ke tengkulak, kopi ditimbang dengan timbangan gantung dengan berat maksimal satu kuintal. Kadang, tengkulak mempermainkan timbangan sehinggapetani harus menambah kopi.

Suparno, petani kopi robusta Mento lainnya, mengusulkan, perlu ada timbangan digital agar ukuran berat kopi lebih akurat "Sudah timbangan bermasalah, dari petani juga ada yang nakal. Dia campur kopi dengan kotoran. Jadi, yang harusnya satu kuintal jadi 1,25 kuintal. Itu menguntungkan dia, tapi merusak kualitas kopi," tuturnya

Suparno menyayangkan tidak ada manajemen produksi dan distribusi kopi yang baik di Mento. Padahal, desa ini menjadi tempat belajar budidaya kopi. Setiap tahun, ada tiga tamu dari luar negeri datang untuk belajar. "Malahan, saya kedatangan pengusaha kafe kopi di Jepang yang memakai kopi Mento," ungkap dia

Pengusaha itu mengimpor kopi Mento dari Bali. Seorang pengusaha dari Amerika Serikat juga rutin mengimpor kopi Mento. Sampai di Negeri Paman Sam, kopi Mento dyual seharga US$ 15 per kilogram (kg). Harga ini enam kau lipat harga kopi di tangan petani yang sebesar Rp 28.000 per kg.

Saat ini, petani harus puas dengan bimbingan dari pemerintah daerah (pemda). Tiap bulan, ada petugas penyuluh lapangan dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan yang mencatat masalah budidaya kopi dan mencarikan jalan keluarnya Misalnya, tentang pengendalian hama jamur upas. "Dari petugas, kami jadi tahu solusinya," kata Suparno.

Pemda juga memberikan alat penggilingan dan mesin pres plastik untuk mengemas kopi bubuk. Namun, Desa Mento masih harus berbenah soal pengelolaan produksi dan distribusi. "Agar Temanggung bisa menjadi sentra kopi terbesar di Pulau Jawa lagi," tambah Heru.

 INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/

Entri Populer