Belimbing Manis
DERETAN pohon belimbing setinggi sekitar 2 meter berjajar rapi di lahan seluas 625 m2. Puluhan buah yang berwarna kuning dan besar tampak bergelantung di setiap pohon. Meski terbungkus plastik putih, belimbing itu tampak segar dan ranum hingga menggoda setiap warga yang datang untuk mencicipi.
Di sudut kebun, tampak Sumijah, 50, dengan ramah melayani pembeli yang datang memborong belimbing hasil kebun. Di tengah kebun, sang suami, Karmani, tak kalah sibuknya mengambil buah yang ditunjuk pembeli lain. Setelah buah yang diinginkan terkumpul, dia membawa belimbing itu kepada istrinya agar plastik pembungkus buah dipisahkan untuk selanjutnya ditimbang.
Menjelang siang, mereka bergantian pulang untuk sekadar istrahat. Seusai beduk, keduanya kembali beraktivitas di kebun itu, melayani pembeli. Begitulah keseharian sepasang suami istri warga Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro,
Jawa Timur, sejak 1989 menjalani rutinitas mereka. Dari hasil kebun itu mereka menggantungkan hidup. Terkadang, setengah hari mereka bisa membawa pulang uang sebesar Rp75 ribu. "Lumayan bisa buat "belanja sehari-hari," ungkap Sumijah, akhir pekan lalu.
Kebanyakan petani di desa itu menggantungkan hidup pada hasil panen belimbing. Apalagi, belimbing itu bisa dipanen sewaktu-waktu. "Panennya tidak mengenal musim. Dalam setahun, bisa panen sampai empat kali dan masa panen bisa sampai tiga bulan," tambah Karmani.
Di lahannya yang hanya seluas 625 m2 itu ditanam sekitar 70 pohon. Bila dihitung-hitung, dalam sekali panen kebunnya bisa menghasilkan uang sebanyak Rp4 juta. Pemasaran buah juga tidak merisaukannya. Sejumlah warga sekitar sudah mengambilnya untuk dijual di pasar tradisional kabupaten setempat. Namun, bagi pedagang besar, pengirimannya bisa sampai kabupaten lain, di antaranya Tuban, Lamongan, Surabaya, Jatim, dan hingga Semarang, Jawa Tengah.
Belimbing juga menjadi berkah bagi masyarakat Mojo. Dua desa berdekatan di Kecamatan Kalitidu itu sentra tanaman belimbing.
Belimbing meningkatkanpendapatan petani yang berada di sepanjang bantaran Bengawan Solo. Lahan belimbing di Desa Ngringinrejo mencapai 16 ha dengan jumlah populasi belimbing mencapai 7.000 pohon. Di Desa Mojo luas lahan mencapai 8 ha dengan jumlah 4.000 pohon.
Petani belimbing di Desa Ngringinrejo sebanyak 103 kepala keluarga. Mereka memiliki lahan belimbing sekitar 300 m2 hingga 1 ha. Adapun di Desa Mojo terdapat 35 petani belimbing.
Petani belimbing lainnya, Heri Sulistiadi, 43, mengatakan belimbing kini menjadi komoditas andalan warga Desa Ngringinrejo dan Mojo. Pohon belimbing, kata dia, tahan banjir dari luapan Bengawan Solo. "Daerah pinggiran Bengawan Solo ini sering sekali dilanda banjir," jelasnya.
Tanaman belimbing, kata dia, sebetulnya baru ditanam warga sekitar 1989. Awalnya, beberapa warga Desa Ngringinrejo hanya menanam 400 pohon belimbing di kebun. Karena hasil panen lumayan, warga lainnya ikut menanam belimbing.
Menurut Heri, belimbing bisa menghasilkan 20 ton per ha atau senilai Rp50 juta. "Penghasilan bersihnya sekitar Rp35 juta," ujarnya.
Harga belimbing segar berukuran besar berkisar Rp6.000-7.000 per kg. Ukuran yang lebih kecil sekitar Rp3.000-Rp4.000 per kg. Harga belimbing yang kaya vitamin C itu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga buah impor yang kini banyak membanjiri pasar-pasar di Tanah Air.
Belimbing olahan
Heri yang juga Pengurus Badan Koordinasi Antardesa (BKAD) Kecamatan Kalitidu mengatakan sebagian petani sudah mengolah belimbing menjadi sirup, manisan, dodol, dan selai. "Kami terus mengembangkan aneka makanan dan minuman dari belimbing," ujarnya.
Bupati Bojonegoro Suyoto membawa tiga mahasiswa Massachusetts Institute of Technology Global Entrepreneurship Lab (MIT G-Lab) dan pakar ekonomi kerakyatan UI Edi Swasono Nitidiningrat mengunjungi kebun belimbing di Desa Ngringinrejo, dua pekan lalu.Bupati dan Dinas Pertanian, kata Edi, harus memberikan perhatian serius untuk mengembangkan pertanian, termasuk petani belimbing.
DERETAN pohon belimbing setinggi sekitar 2 meter berjajar rapi di lahan seluas 625 m2. Puluhan buah yang berwarna kuning dan besar tampak bergelantung di setiap pohon. Meski terbungkus plastik putih, belimbing itu tampak segar dan ranum hingga menggoda setiap warga yang datang untuk mencicipi.
Di sudut kebun, tampak Sumijah, 50, dengan ramah melayani pembeli yang datang memborong belimbing hasil kebun. Di tengah kebun, sang suami, Karmani, tak kalah sibuknya mengambil buah yang ditunjuk pembeli lain. Setelah buah yang diinginkan terkumpul, dia membawa belimbing itu kepada istrinya agar plastik pembungkus buah dipisahkan untuk selanjutnya ditimbang.
Menjelang siang, mereka bergantian pulang untuk sekadar istrahat. Seusai beduk, keduanya kembali beraktivitas di kebun itu, melayani pembeli. Begitulah keseharian sepasang suami istri warga Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro,
Jawa Timur, sejak 1989 menjalani rutinitas mereka. Dari hasil kebun itu mereka menggantungkan hidup. Terkadang, setengah hari mereka bisa membawa pulang uang sebesar Rp75 ribu. "Lumayan bisa buat "belanja sehari-hari," ungkap Sumijah, akhir pekan lalu.
Kebanyakan petani di desa itu menggantungkan hidup pada hasil panen belimbing. Apalagi, belimbing itu bisa dipanen sewaktu-waktu. "Panennya tidak mengenal musim. Dalam setahun, bisa panen sampai empat kali dan masa panen bisa sampai tiga bulan," tambah Karmani.
Di lahannya yang hanya seluas 625 m2 itu ditanam sekitar 70 pohon. Bila dihitung-hitung, dalam sekali panen kebunnya bisa menghasilkan uang sebanyak Rp4 juta. Pemasaran buah juga tidak merisaukannya. Sejumlah warga sekitar sudah mengambilnya untuk dijual di pasar tradisional kabupaten setempat. Namun, bagi pedagang besar, pengirimannya bisa sampai kabupaten lain, di antaranya Tuban, Lamongan, Surabaya, Jatim, dan hingga Semarang, Jawa Tengah.
Belimbing juga menjadi berkah bagi masyarakat Mojo. Dua desa berdekatan di Kecamatan Kalitidu itu sentra tanaman belimbing.
Belimbing meningkatkanpendapatan petani yang berada di sepanjang bantaran Bengawan Solo. Lahan belimbing di Desa Ngringinrejo mencapai 16 ha dengan jumlah populasi belimbing mencapai 7.000 pohon. Di Desa Mojo luas lahan mencapai 8 ha dengan jumlah 4.000 pohon.
Petani belimbing di Desa Ngringinrejo sebanyak 103 kepala keluarga. Mereka memiliki lahan belimbing sekitar 300 m2 hingga 1 ha. Adapun di Desa Mojo terdapat 35 petani belimbing.
Petani belimbing lainnya, Heri Sulistiadi, 43, mengatakan belimbing kini menjadi komoditas andalan warga Desa Ngringinrejo dan Mojo. Pohon belimbing, kata dia, tahan banjir dari luapan Bengawan Solo. "Daerah pinggiran Bengawan Solo ini sering sekali dilanda banjir," jelasnya.
Tanaman belimbing, kata dia, sebetulnya baru ditanam warga sekitar 1989. Awalnya, beberapa warga Desa Ngringinrejo hanya menanam 400 pohon belimbing di kebun. Karena hasil panen lumayan, warga lainnya ikut menanam belimbing.
Menurut Heri, belimbing bisa menghasilkan 20 ton per ha atau senilai Rp50 juta. "Penghasilan bersihnya sekitar Rp35 juta," ujarnya.
Harga belimbing segar berukuran besar berkisar Rp6.000-7.000 per kg. Ukuran yang lebih kecil sekitar Rp3.000-Rp4.000 per kg. Harga belimbing yang kaya vitamin C itu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga buah impor yang kini banyak membanjiri pasar-pasar di Tanah Air.
Belimbing olahan
Heri yang juga Pengurus Badan Koordinasi Antardesa (BKAD) Kecamatan Kalitidu mengatakan sebagian petani sudah mengolah belimbing menjadi sirup, manisan, dodol, dan selai. "Kami terus mengembangkan aneka makanan dan minuman dari belimbing," ujarnya.
Bupati Bojonegoro Suyoto membawa tiga mahasiswa Massachusetts Institute of Technology Global Entrepreneurship Lab (MIT G-Lab) dan pakar ekonomi kerakyatan UI Edi Swasono Nitidiningrat mengunjungi kebun belimbing di Desa Ngringinrejo, dua pekan lalu.Bupati dan Dinas Pertanian, kata Edi, harus memberikan perhatian serius untuk mengembangkan pertanian, termasuk petani belimbing.
INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/