" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Berbisnis Sekolah Musik

Berbisnis Sekolah Musik

Pesona musisi memang tidak pernah luntur termakan zaman. Sejak era musik klasik pada 1740-1830 yang membesarkan nama komponis Wolfgang Amadeus Mozart dan Ludwig van Beethoven, hingga zamannya Cita ian.iu.i saat ini, musisi menjelma menjadi public figure yang setiap pergerakannya selalu menarik minat khalayak.

Menjadi terkenal, hanyalah salah satu konsekuensinya. Di tengah perkembangan industri musik, menjadi musisi pun boleh dibilang cukup menjanjikan secara ekonomi. Maka wajar saja jika banyak yang mendamba menjadi seorang musisi. Berapa pun biayayang hams dikeluarkan, tak masalah, demi mengasah diri atau anak agar menjadi musisi andal. Bahkan, seorang tukang becak di Yogyakarta pun rela merogoh kocek sekitar Rp500.000 per bulan untuk mengasah bakat musik sang anak.

"Dia (tukang becak itu] datang ke manajemen untuk mendaftarkan anaknya di sekolah musik yang baru kami dirikan. Harapannya tentu saja kelak sang anak dapat membantu ekonomi keluarga melalui bermusik," ujar General Manager Primagama Indonesia Adam Pri-maskara kepada Bisnis, belum lama ini.Menurut Adam, permintaan pasar untuk sekolah musik sangat tinggi. Bahkan, dia mengaku telah menerima ratusan pendaftar sejak beberapa waktu sebelum launching sekolah musik pertamanya."Minal masyarakat untuk memberikan pendidikan musik kepada anaknya luar biasa. Contohnya gerai kami di Yogyakarta telah menerima 200 pendaftar pada satu bulan pertama setelah soft launching," katanya.

Tak heran jika jaringan lembaga pendidikan nonformal ini pun memasang aksi dengan mengembangkan sayap dalam bidang usaha ini. Manajemen akan segera melakukan grand launching pada Juli 2010 dengan enam gerai pendidikan khusus musik di sejumlah kota besar di Indonesia, yaitu di Yogyakarta, Makasar, Semarang, Jakarta, Palembang, dan Surabaya. Pola franchise atau waralaba dinilai efektif untuk pengembangan sekolah musik. Begitupun bagi Primagama yang menggandeng musisi terkenal Achmad Dhani untuk menyiapkan kurikulum dan materi pengajaran.

"Kami sudah terbiasa mengelola usaha pendidikan. Namun, terus terang kami masih perlu dukungan musisi andal untuk menentukan kurikulum pengajarannya," ujar Adam.Melalui pola kemitraan, maka peluang untuk memperbanyak gerai lebih terbuka lebar. Anda yang berminat joint, bisa mendapatkan hak waralaba unit usaha Primagama itu senilai Rp200 juta. Adam memperhitungkan break event point bisnis waralaba ini dapat mencapai 18 bulan.Jika dijumlahkan secara keseluruhan, dengan biaya sewa gedung, dan lain-lain, investasi awal yang dikeluarkan mitra dapat mencapai sekitar Rp600 juta.Selama 1 tahun, pihaknya menetapkan kapasitas untuk menampung sekitar 500 murid per masing-masing gerai.

Ajukan Izin

Selain Primagama yang sejak awal bergerak di bidang pendidikan nonformal, Nagaswara pun berniat mengembangkan bidang usaha tersebut. Saat ini, lanjutnya, perusahaan yang bergerak di bidang label rekaman, publishing, dan manajemen artis itu sedang mengurus perizinan untuk mengembangkan sekolah musik dengan mang lingkup terbatas sekitar 20-25 murid per kelas."Kami ingin memberikan kesempatan kepada calon musisi agar dapat berkembang dan berkiprah di bisnis musik melalui Nagaswara." ujar Rahayu Kertawiguna, Presiden Direktur PT Naga. Swarasakti.

Bicara sekolah musik tentu saja tidak bisa lepas dari Purwacaraka Music Studio (PCMS) yang berdiri sejak sejak 1 Oktober 1988. Pada awal 2000-an hingga 2009, PCMS pernah melakukan ekspansi pasar ke berbagai daerah dengan menggunakan sistem waralaba. Namun karena dirasa tidak maksimal, manajemen mengubah sistem tersebut."Sistem waralaba menjadi kurang maksimal karena susah untuk mengontrol kualitas pendidikan musik dan kuantitas murid. Lalu diganti menjadi sistem join hingga sekarang," ujar M. Hardi, staf khusus kantor pusat Purwacaraka Music Studio (PCMS) yang juga Kepala PCMS Cabang Bandung kepada Bisnis di Bandung.

Kini, PCMS mengembangkan sistem profit sharing kepada mitra bisnis yang bekerja sama dengannya dengan masa kontrak 5 tahun. Biaya untuk membangun sebuah outlet PCMS mencapai sekitar Rp600 juta. Investasi tersebut itu dibagi dua [fifty-fifty) antara mitra bisnis dengan pihak pengelola PCMS."Pembagian hasilnya pun akan dibagi rata kepada kedua pihak setiap bulan setelah dikurangi biaya operasional outlet tersebut," katanya.

Sejak berdiri 22 tahun lalu, PCMS memiliki delapan kelas, yakni vokal, piano, drum, keyboard, gitar elektrik, gitar bass, gitar klasik, dan biola. Kelas vokal menjaring peminat terbanyak. Tercatat sebanyak 50% murid memilih pendidikan olah vokal.Menurut Hardi, pola pikir masyarakat sekarang terhadap sekolah musik sungguh jauh berbeda bila dibandingkan dengan awal berdirinya PMCS.ada awalnya sekolah musik hanya dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat Indonesia. Alasannya, dulu sekolah musik masih diidentikkan sebagai sarana atau jalan untuk menjadi artis atau musisi terkenal, apalagi ketika mendengar nama besar sang maestro musisi Nusantara, Purwacaraka. "Obsesi mereka hanya ke arah sana," tuturnya.

Ketika ingin bergabung, mayoritas orangtua siswa bertanya mengenai disalurkan atau tidaknya anaknya menjadi musisi atau artis.Namun, manajemen PCMS menjelaskan PCMS murni memberikan pendidikan sekolah musik kepada muridnya. Jika memang ada muridnya yang memiliki kemampuan, pihaknya juga akan berusaha untuk menyalurkannya.

Di tengah paradigma masyarakat yang memberikan sinyal positif pada sekolah musik tersebut, PCMS kian gencar menjangkau pasarnya. Branch Manager Sekolah Musik Purwacaraka cabang Kelapa Gading dan Buaran Puadi mengungkapkan, di Jakarta tepatnya di Kepala Gading jumlah sekolah musik Purwacaraka telah mencapai 40 unit, padahal pada 2003 jumlahnya masih lima unit.Perkembangan zaman yang menuntut agar anak memiliki kemampuan yang seimbang antara akademis dan kreativitas makin mendorong menjamurnya sekolah musik. sumber (media indonesia )

Entri Populer