" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Kini Agus giliran memikirkan ekspansi

Sukses mendirikan kawasan agrowisata membuat Agus Jatmiko kian getol mengembangkan bisnisnya. Selain menambah luas areal perkebunannya, ia juga ingin melengkapi kawasan agrowisatanya dengan berbagai fasilitas penginapan. Ia fokus mengembangkan makanan berbahan durian.

Sukses membuka usaha agrowisata durian tidak membuat Agus Jatmiko cepat berpuas diri. Ia bahkan kian getol mengembangkan kawasan agrowisata yang sudah dirintisnya sejak tahun 2006 itu.Saat ini, ia sedang mengusahakan perluasan kebun durian miliknya. Ia mengaku, upaya itu tidak mudah karena lahan di sekitar perkebunan telah dimiliki orang lain. Saat ini, luas kebun milik Agus baru sekitar 7 hektare (ha).

Namun, ia tidak kehabisan akal. Bila tak bersedia dijual, ia ingin mengajak para pemilik lahan itu untuk bekerja sama. Dalam benaknya, bila lahan bertambah akan ditanami buahan lain sebagai pelengkap, seperti srikaya dan salak.

Agus juga berencana melengkapi fasilitas di dalam kawasan agrowisatanya. "Karena saya mengundang turis ke sini, sedikit demi sedikit fasilitas akan kami lengkapi," ujar Agus.Di antara fasilitas yang akan dibangun adalah fasilitas penginapan. Saat ini, baru ada tiga sampai empat kamar yang bisa dijadikan tempat menginap oleh para pengunjung. "Ke depan akan saya tambah lagi," katanya.

Ia berencana, menambah fasilitas penginapan dalam bentuk rumah pohon yang cukup besar dan kokoh. Nantinya, para tamu bisa memilih menginap di rumah pohon secara berkelompok.Konsep agrowisata disertai penginapan seperti itu, menurutnya, masih baru dan belum banyak yang melakukannya. "Penginapan di tengah kebun akan membuat orang merasakan suasana alamnya langsung," ujarnya.

Selain itu, ia juga berencana menambah aula di tengah kebun. Saat ini, baru ada satu aula yang biasa digunakan sebagai tempat menginap rombongan di masa panen durian.Ia juga berencana melengkapi berbagai sarana untuk camping dan outbond, sehingga semakin menarik minat wisatawan mengunjungi lokasi agrowisatanya.

Tak hanya pembenahan kebun, Agus juga berencana mengembangkan makanan olahan berbahan dasar durian. Bisnis ini sudah digelutinya sejak tahun 2010. "Dan saya tertarik untuk membesarkannya," katanya.

Untuk itu, ia terus berupaya menghasilkan menu-menu baru hasil olahan durian. Agus mengaku, saat ini tengah mencoba membuat berbagai kreasi kue tar dengan bahan dasar durian. Jika telah siap, ia pun akan segera memasarkannya.

Dengan berbagai terobosan tersebut, ia berharap kawasan agrowisatanya bisa semakin diterima pasar. Dengan begitu, bisa bertahan lama dana dapat diwariskan bagi anak cucunya nanti. "Meskipun di daerah dekat perkebunan sini sudah banyak perumahan, Insya Allah tetap bisa bertahan dan bisa diwariskan untuk keturunan saya berikutnya," ujar Agus.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber :kontan.co.id

Tatiek persembahkan kampung wisata bisnis bagi UKM

Terdorong untuk memberdayakan pelaku UKM di desanya, Tatiek Kancaniati merintis pendirian Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru. Dikunjungi sekitar 6.000 orang, omzet total yang didapat pelaku UKM di Tegalwaru mencapai Rp 2 miliar per bulan.

Sejak 2007, Tatiek Kancaniati fokus melakukan pemberdayaan dan pengembangan usaha kecil menengah (UKM) di Desa Tegalwaru, Ciampea, Kabupaten Bogor. Tatiek sendiri merupakan warga asli desa tersebut.

Ia tergerak memberdayakan para pengusaha kecil di desanya setelah beberapa kali mengikuti pelatihan social entrepreneur leader yang diadakan oleh Dompet Dhuafa. Pelatihan itu sendiri bertujuan untuk membangun jiwa entrepreneur. "Kebetulan suami saya bekerja di Dompet Dhuafa," kata Tatiek.

Guna mempraktikkan hasil pelatihan itu, ia pun mendirikan Yayasan Kuntum Indonesia. Yayasan itu didirikan pada 2007. Lewat yayasan itu, dia mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk terlibat dalam usaha pembuatan tas anyaman bambu.

Setahun kemudian, ia juga merintis usaha produksi nata de coco. Usaha ini juga melibatkan warga desa setempat. Ide usaha ini didapat setelah ia melihat banyaknya limbah air kelapa di desanya. "Kebetulan di Tegalwaru ada pabrik selai kelapa. Nah, limbah air kelapanya saya manfaatkan untuk nata de coco," kata Tatiek.

Selain dirinya sendiri, Tatiek juga mendorong warga lain di desanya untuk memproduksi nata de coco. Hingga saat ini, sudah ada tiga produsen nata de coco di Tegalwaru, termasuk Tatiek.

Selain nata de coco, ia juga memproduksi arang briket batok kelapa. Demi kemajuan usahanya, pada 2011 ia mengubah nama yayasannya menjadi Kuntum Organizer.

Melalui yayasan itu, Tatiek menggandeng para pemilik usaha lain di Tegalwaru untuk menjadikan desa mereka sebagai Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru. Kebetulan di Tegalwaru terdapat belasan unit usaha. Di antaranya usaha peternakan, perikanan, nata de coca, kerajinan tas, kerupuk, dan masih banyak lagi.

Tujuan mendirikan kampung wisata bisnis itu tidak lain untuk membantu mengatasi kendala pemasaran yang banyak dihadapi pelaku UKM di desanya. Upaya itu tidak sia-sia. Ia mengklaim, banyak orang kini mengunjungi desanya. "Kami memberikan pelatihan bagi para pengunjung yang datang," ujarnya.

Setiap pengunjung dipungut bayaran Rp 25.000 untuk mengikuti pelatihan di satu bidang usaha tertentu, lengkap dengan praktik dan tutorial. Sepanjang tahun ini, Tegalwaru telah dikunjungi sekitar 6.000 orang. "Pengunjung datang dari Aceh hingga Papua, baik instansi pemerintah hingga mahasiswa untuk studi banding," imbuh Tatiek.

Banyak juga pengunjung yang kemudian tertarik memasarkan produk UKM dari desa tersebut. Hasilnya? Tatiek bilang, total omzet yang didapat seluruh pelaku UKM di Tegalwaru kini mencapai Rp 2 miliar per bulan. Dengan jumlah penduduk mencapai 12.000 jiwa, sekitar 40%-nya kini terlibat di dalam kampung wisata ini.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber : Harian Kontan

Janggelan, daun cincau hitam yang kian populer

Budidaya janggelan kian menjanjikan keuntungan. Permintaan tanaman ini terus meningkat di pasar. Selain menjadi bahan pokok untuk memproduksi cincau hitam, daun janggelan juga bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Omzet usaha ini bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan.

Tanaman janggelan mungkin masih asing di telinga masyarakat. Namun, jika menyebut nama cincau hitam, mungkin hampir semua kalangan mengenal makanan ini. Nah, asal tahu saja, daun janggelan merupakan bahan pokok yang digunakan untuk memproduksi cincau hitam.

Lantaran kaya akan serat, tanaman ini juga dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti demam, sakit perut, diare, batuk, gangguan pencernaan, serta penyakit darah tinggi. Selain di Indonesia, khasiat daun ini juga sudah kesohor hingga ke Filipina, Taiwan, China, dan Korea.

Tak heran, daun janggelan juga banyak diekspor ke negara-negara tersebut. Itu juga yang membuat permintaan daun janggelan terus meningkat dari tahun ke tahun. Alhasil, budidaya tanaman ini kian menjanjikan keuntungan lumayan besar.

Salah satu pembudidaya janggelan adalah Dudi Iskandar, pemilik usaha Wira Abadi di Tangerang, Banten. Ia membudidayakan tanaman ini di daerah asalnya di Wonogiri, Jawa Tengah Selain budidaya, ia menjadi pedagang pengumpul (pengepul) daun janggelan, dengan menampung hasil panen petani di Karang Tengah, Wonogiri.

Kebetulan Wonogiri merupakan salah satu penghasil daun janggelan terbesar di Indonesia. Dalam sebulan, ia mampu menjual daun janggelan sebanyak 15 ton hingga 20 ton. Daun sebanyak itu dijual ke berbagai daerah di Indonesia.

Ada tiga jenis daun janggelan yang dia pasarkan. Daun kualitas super dengan harga Rp 15.000-Rp 16.000 per kilogram (kg), daun dengan batang utuh Rp 13.000-Rp 14.000 per kg, dan daun berbentuk cacahan dengan harga Rp 12.000 per kg. "Omzet saya bisa mencapai Rp 200 juta-Rp 300 juta per bulan," ujar Dudi. Laba bersih yang didapatnya sekitar 25% dari omzet.

Awalnya, Dudi hanya membantu mengelola kebun keluarga seluas 5.000 meter persegi yang ditanami janggelan. Sebelumnya, ia tak mengetahui tanaman ini dapat memberi untung besar. Kebetulan, sang adik menyaksikan sebuah acara yang menampilkan pengusaha janggelan. Ia pun menyadari janggelan bisa dijadikan usaha yang menjanjikan. Sejak itu, Dudi memasarkan hasil kebun keluarganya dan mulai menjadi pengepul bagi petani sekitar.

Pemain lain adalah Mansur, pemilik UD Arum Segar di Semarang, Jawa Tengah. Ia terjun ke bisnis ini sejak lima tahun lalu. Sama seperti Dudi, selain pembudidaya, ia juga menjadi pengepul daun janggelan. Kebanyakan petani yang menjadi mitranya berada di Malang, Jawa Timur. Selain di Jawa, ia juga memasarkan daun janggelan ke Sumatra.

Setiap bulan, ia menjual minimal 1 ton janggelan dengan omzet Rp 17 juta per bulan. "Yang kami jual dan budidayakan hanya janggelan yang kualitas super," imbuhnya. Daun janggelan kualitas super ini dihargai Rp 17.000 per kg.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber : Harian Kontan

Entri Populer