" Status YM ""
ukm indonesia sukses

UKM dan Mobilitas: Memahami Risiko dan Cara Mengatasinya

Sekadar mengatakan bahwa mobilitas adalah teknologi yang sedang jadi tren adalah sebuah pernyataan yang terlalu dangkal. Kenyataannya, ada sebuah tarikan besar untuk menggunakan perangkat mobile, seperti smartphone dan tablet, yang menunjukkan adanya perubahan besar pada prioritas bisnis dan bukan sekadar tren.

Generasi saat ini dan masa depan yang menjadi bagian dari pekerja akan bingung bagaimana bisnis di “masa lalu” dilakukan tanpa adanya perangkat bergerak. Perubahan ini tak hanya terjadi di perusahaan besar, yang punya modal untuk berinvestasi di teknologi dan strategi IT terdepan, tapi juga UKM yang bisa langsung menceburkan diri ke dunia mobilitas.

Salah satu yang mendorong minat UKM untuk mobilitas dalam bisnis dalah konsep “bring your own device”, yang kerap disingkat BYOD. Banyak UKM tidak punya sumber daya untuk memberikan perangkat canggih pada karyawannya, namun mereka ingin tetap mendapatkan manfaat dari tenaga kerja yang senantiasa terhubung. Dengan BYOD, karyawan boleh memakai perangkat pribadi mereka untuk bekerja. Situasi yang menguntungkan semua pihak, bukan?

Faktanya, ada semakin banyak UKM yang menerapkan BYOD dan mencoba menghadirkan mobilitas dalam strategi bisnis mereka, namun sisi risikonya kadang lupa diperhatikan. Lagipula, bukankah kebanyakan UKM juga sudah sibuk menangani berbagai permintaan tradisional dari infrastruktur IT dan perangkat akhir. Menambahkan mobilitas, bisa membuat pekerja TI kewalahan.

Bukan hanya meremehkan risiko seputar BYOD, tapi kelalaian ini juga menimbulkan kerugian bagi UKM. Pada laporan State of Mobility dari Symantec disebutkan bahwa rata-rata kerugian akibat mobilitas pada UKM di 2011 mencapai $126.000.

Belum lama ini Symantec menggelar diskusi lewat Twitter mengenai mobilitas di UKM, khususnya mengenai isu keamanan perangkat bergerak di kalangan eksekutif UKM dan pekerja TI. Beberapa tema utama yang muncul adalah bahaya menggunakan WiFi hotspot di tempat umum, tren program jahat di perangkat bergerak dan bagaimana mengatasi pencurian atau kehilangan.

Satu hal yang menonjol dari diskusi itu adalah, banyak UKM yang mau mendengarkan apa langkah-langkah praktis yang bisa mereka lakukan untuk melindungi pekerja mobile. Oleh karena itu, berikut ini kami sampaikan apa saja praktek terbaik bagi UKM:

Ketahui dan Catat: Ketahui dan catat karyawan mana yang memakai perangkat mobile untuk terhubung ke sumberdaya milik perusahaan. Kenyataannya, Anda tak bisa melindungi dan mengelola perangkat yang tidak Anda ketahui.
Amankan: Setelah diketahui dan dicatat, pastikan bahwa karyawan tersebut mengikuti beberapa pedoman sederhana terkait penggunaan perangkat mereka untuk bekerja:
  •     Perangkat bergerak yang terhubung ke sumberdaya perusahaan harus memiliki peranti lunak keamanan dan diaktifkan enkripsinya.
  •     Tidak boleh ada perangkat yang sudah di-jailbreak atau di-root. Perangkat semacam itu bisa memiliki celah keamanan yang membuka risiko serangan.
  •     Semua perangkat mobile harus dilindungi dengan password, tanpa kecuali.
  •     Perangkat hilang atau dicuri harus segera dilaporkan.
  •     Hindari membuka pesan teks atau email yang tidak diinginkan dari pengirim tak dikenal pada perangkat yang terhubung ke jaringan perusahaan. Sama seperti pada PC, pesan semacam itu bisa jadi sarana penyebaran program jahat.
  •     Perhatikan lingkungan sekitar saat mengakses informasi penting. Ini termasuk saat  
  •     mengetikkan password maupun saat melihat data yang sensitif atau rahasia, pengguna harus 
  •     selalu waspada akan kemungkinan diintip seseorang.
  •     Hanya gunakan marketplace aplikasi yang ternama dan resmi untuk mengunduh dan memasang aplikasi. Program jahat pada perangkat mobile kerap bersembunyi di toko aplikasi pihak ketiga.
Kelola: Menggunakan peranti mobile device management (MDM) dan manajemen aplikasi adalah hal sederhana yang bisa membantu UKM menjaga inventaris perangkat yang terhubung ke sumberdaya perusahaan. Juga untuk memastikan karyawan mematuhi kebijakan yang sudah ditetapkan. Peranti MDM yang baik juga memungkinkan UKM menjamin informasi milik perusahaan pada setiap perangkat mobile, baik yang dimiliki pribadi atau perusahaan, bisa dihapus sepenuhnya saat karyawan tersebut meninggalkan perusahaan atau saat perangkat itu hilang atau dicuri.

Banyak UKM berusaha untuk mencari keseimbangan antara menghadirkan mobilitas dengan menjaga keamanan infrastruktur IT. Langkah-langkah sederhana di atas – ketahui dan catat perangkat mobile, amankan dengan peranti dan kebijakan serta pengelolaan lewat peranti lunak – adalah hal yang mudah dilakukan untuk mencapai keseimbangan tersebut.

*Tentang Penulis: Darric Hor adalah Country Director for Indonesia, Symantec


http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber : Kompas.com

Bisnis Mebel Anak Beromzet Puluhan Juta

Bisnis seputar produk kebutuhan anak seolah tiada matinya. Selain menjadi tren, produk mebel khusus untuk anak juga menjadi peluang usaha yang menarik. Margin keuntungan yang didapat dari usaha ini sekitar 30 persen dan bisa balik modal dengan cepat.

Semakin beranjak besar, orang tua biasanya membiasakan anak mandiri. Salah satunya dengan menyediakan kamar dengan desain dan motif yang disesuaikan dengan selera anak, lengkap dengan perabotnya. Inilah yang membuat bisnis yang menyasar anak tetap menjanjikan.

Sejak tiga tahun, empat tahun terakhir, misalnya, permintaan mebel khusus untuk anak semakin meningkat. Ranjang, aneka rak, meja belajar, sofa, ataupun lemari dengan nuansa anak-anak makin diburu. ”Awalnya saya bermain di mebel umum, tetapi sejak dua tahun terakhir saya fokus menggarap mebel khusus anak,” kata Achmad Zainudin, pemilik Mebel Anak di Jepara, Jawa Tengah.

Langkah ini juga yang diambil oleh Sisca Sada yang membuka usaha mebel khusus untuk anak bernama Petite Elle sejak dua setengah tahun silam. ”Ibu-ibu muda sekarang cukup antusias untuk mempercantik kamar buah hati mereka. Mereka juga cenderung latah karena lingkungan mereka banyak menggunakan mebel anak,” jelasnya.

Sisca mengaku penjualan mebel khusus anak di Petite Elle mencapai 15 unit per bulan. Harganya mulai Rp 1,2 juta hingga Rp 8,9 juta per unit.

Achmad bilang, menjalankan usaha mebel anak ternyata menguntungkan. ”Awalnya pelanggan hanya memesan ranjang anak. Akan tetapi, setelah melihat produk yang lain, mereka memesan perabot lain,” katanya. Saat ini penjualan mebel khusus anak di Mebel Anak mampu menghasilkan omzet sekitar
Rp 30 juta per bulan.

Stepanus Sriwijaya, pemilik usaha Furnitur Anak di Yogyakarta, menambahkan, keuntungan yang didapat dari usaha menggarap mebel anak cukup lumayan dan bisa balik modal dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. ”Per bulan, rata-rata usaha kami bisa menghasilkan omzet antara Rp 30 juta dan Rp 40 juta. Margin keuntungannya bisa mencapai 30 persen,” ungkapnya.

Baik Achmad, Sisca, maupun Stepanus punya cara sama untuk memperluas pasar. Mereka mengandalkan internet guna memasarkan produk. Achmad, misalnya, menggunakan layanan iklan online. Stepanus memanfaatkan jejaring Facebook dan website. Adapun Sisca menggunakan blog dan jejaring sosial untuk memperkenalkan produknya. ”Saya juga sedang menyiapkan website khusus,” katanya.

Pemasaran "online"

Achmad bilang, jurus pemasaran online merupakan senjata ampuh untuk menjangkau sasaran. ”Segmen usaha ini, kan, rata-rata menengah atas dan ibu-ibu muda. Mereka biasa mengandalkan internet untuk mencari informasi,” katanya. Apalagi kebanyakan konsumen yang membutuhkan mebel anak berada di kota besar. Mereka biasa mengakses internet.

Stepanus menguatkan hal ini. Menurut dia, selama ini pembeli dari Yogyakarta hanya sekitar 2 persen sampai 3 persen, sedangkan dari Jakarta mencapai 80 persen. ”Sisanya dari luar Jawa,” tuturnya.

Bahkan, belakangan ini, permintaan dari luar Jawa cukup banyak. Ia sudah melayani pesanan hingga ke Indonesia bagian timur, seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Biasanya, pembeli dari luar Pulau Jawa cukup royal. Mereka tidak peduli ongkos kirim yang mahal. Alasannya, pembeli di luar Jawa tidak menemukan usaha mebel yang bisa secara khusus mengerjakan mebel anak. Lihat saja, ongkos kirim ke luar Jawa bisa mencapai Rp 2 juta, sementara harga mebel anak mencapai Rp 8 juta sampai Rp 9 juta per set.

Karena mengandalkan media online sebagai sarana pemasaran, Anda harus menampilkan contoh karya mebel untuk memberikan gambaran pada calon pembeli. Selain itu, Anda perlu mencantumkan nomor kontak dan alamat jelas untuk membangun kepercayaan pada calon pembeli.

Butuh pengalaman

Untuk terjun ke bisnis mebel anak, Anda juga harus memiliki pengalaman di bidang mebel sebelumnya. ”Tak cukup mengandalkan tukang yang ahli, tetapi kita juga harus bisa mendesain dan mengaplikasikan desain tersebut,” kata Achmad.

Rata-rata, pengusaha mebel anak melayani desain sesuai permintaan. Bila Anda tidak memiliki pengalaman, sulit menangkap kemauan pembeli. Selain itu, Anda perlu mengikuti dunia desain yang berkaitan dengan anak yang sedang tren. ”Modal utama usaha ini pengalaman,” kata Stepanus.

Sisca bilang, selain mengikuti atau melayani permintaan desain dari pembeli, pengusaha mebel anak juga harus mampu menciptakan inovasi desain. ”Supaya produk tidak monoton dan tidak pasaran, lebih bagus bila mebel itu mempunyai spesialisasi karakter desain mebel anak yang beda dari yang lain,” jelasnya. Misalnya, karakter tokoh kartun atau film anak, atau sekadar tampilan desain dengan permainan warna yang khas.

Modal relatif

Modal yang Anda siapkan untuk membuka usaha ini selain pengalaman juga jaringan tukang. Anda bisa mencari kenalan di daerah, seperti di Jepara, untuk mendapatkan tukang berpengalaman, baik dalam mengolah kayu maupun mengecat mebel. Untuk ini, Anda perlu waktu mendapatkan tukang yang cocok dengan selera dan desain Anda. Sebaiknya Anda punya satu tukang utama yang bertugas mengecek kualitas dan proses pengerjaan.

Modal untuk membuka usaha ini rata-rata sekitar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Sebagian besar untuk membeli peralatan pertukangan. Lantaran mengandalkan media online untuk pemasaran, Anda juga harus memiliki komputer yang memiliki koneksi internet unggulan. Kantor bisa sederhana, tetapi sedapat mungkin punya bengkel untuk memproduksi perabot. ”Bisa menggunakan rumah sendiri,” kata Achmad.

Achmad bilang, untuk belanja kayu, cat, pernis, dan ampelas paling tidak membutuhkan dana Rp 15 juta per bulan. ”Saya pekerjakan beberapa karyawan dengan pengeluaran Rp 6 juta per bulan,” katanya. Selebihnya adalah biaya operasional, seperti listrik, air, dan telepon. Oh, iya, biaya promosi hanya dikeluarkan kalau sedang perlu.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber : Harian Kontan (Fransiska Firlana/Kontan)


Tas Buatan Rico Serbu Ratusan Toko di Eropa

Merintis sebuah usaha dan menjadikannya sukses tak bisa hanya mengandalkan pendidikan yang dimiliki saja. Perlu pembelajaran yang terus menerus. Perlu juga kerendahan hati dan tidak cepat berpuas diri. Kira-kira itulah yang dilakukan seorang Rico Yudhiasmoro dalam menekuni bisnis produk kulitnya M Joint.

Pria yang mengenyam pendidikan tinggi di jurusan ekonomi dan advertising Universitas Gajah Mada ini, mengaku memulai bisnis pada awal Juni 1997. "Ada seorang pengrajin yang bergabung sama kita. Kan kita lihat di Yogyakarta itu kota budaya, kota pelajar, sumber bahan baku kulit juga banyak," sebut Rico kepada Kompas.com, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia yang mengaku tidak bisa desain ini pun belajar banyak dari pengrajin tersebut. Semua bentuk barang ia pelajari cara pembuatannya, mulai dompet, sarung tangan, hingga jaket. Dan, bahan baku produk pun tidak hanya kulit. Mereka menerima juga pesanan produk dari bahan non-kulit.  "Waktu itu kan masih belajar, apa saja yang masuk order-nya ya diterima," sebutnya.

Beberapa tahun bersama, Rico dan pengrajin tersebut pun berpisah dengan alasan perbedaan visi. Apalagi, kata Rico, tuntutan kualitas produk dari konsumen kian tinggi. Sementara, menurut dia, pengrajin kurang memperhatikan kualitas.

Usaha Rico akhirnya fokus kepada produk-produk dari kulit.  Bahan baku produk Rico hampir semua dari dalam negeri. Ia tidak menggunakan cat supaya terkesan natural. Kulitnya juga ramah lingkungan. "Istilahnya vegetable tanned," ucapnya.

Terkait modal, ia mengaku tak pernah merasa kesulitan. Kuncinya adalah kredibilitas. Ketika itu dipunyai, bantuan seperti pinjaman dana ataupun bahan baku mengucur. "Tunjukin kredibilitas dulu, prestasi kita apa. Adalah yang nawarin modal. Nggak kesulitanlah. Bisa diusahakan lebih mudah ketimbang teknis," tegas Rico.

"Modal bisa pinjam dari keluarga dan teman tapi harus tanggung jawab," lanjutnya.
Hal yang menjadi kendala justru sumber daya manusianya. Tidak ada sekolah atau pelatihan khusus untuk membuat tas. Ia lantas harus mengadakan pelatihan sendiri bagi karyawannya. Spesialisasi dalam bekerja ia bentuk. "Kita bikin spesialisasi, ada yang ngelem, yang jahit. Di tempat kita tidak satu orang buat dari awal sampai akhir," paparnya.

Tadinya, ia hanya punya lima karyawan termasuk dirinya dan lokasi produksinya dilakukan di garasi rumah orang tuanya. Sekarang, usaha M Joint telah memiliki sekitar 100 karyawan dan lokasi produksi pun bergeser ke belakang rumah supaya bisa menampung karyawannya.

Utamanya sekarang ini, Rico membuat tas dan dompet kulit. Ini lantaran keduanya sudah ada dari zaman dahulu kala. Ia berusaha membuat produk kulitnya tersebut berkualitas baik. Dengan begitu, produknya pasti dicari konsumen. "Ya kayak kuliner enak walau tempatnya terpencil, orang pun datang sekalipun terpelosok," kata dia.

Alhasil, pemasaran produk kulitnya ini berlangsung dari mulut ke mulut. Atau, bisa dari relasi bisnis dan pameran yang diikutinya. Dari pameran itulah, usaha Rico berhasil mendapatkan buyer. Salah satu pameran yang pernah diikutinya yakni di Frankfurt, Jerman, pada tahun 2007. Ia dibawa oleh Badan Pengembangan Ekspor Nasional. "Promosi itu penting nggak pentingnya ya lihat kemampuan kita kalau belum layak kenapa promosi itu sama dengan mempermalukan diri sendiri," sambung dia.

Rico menyebutkan, produksi tasnya bisa mencapai 2.500-3.000 buah setiap bulan. Tapi jumlah itu tergantung desain. Bila rumit otomatis lebih sedikit. Sebagian besar, yakni sekitar 90 persen produk kulitnya berupa tas. Sisanya berupa dompet. Sebagian besar produknya menyasar pasar internasional. Tahun 1998, produk Rico sudah masuk ke pasar Jepang meski kuantitasnya tidak banyak. Pengiriman ke Jepang pun tidak berlanjut lagi karena produknya kalah bersaing dengan produk buatan China.

Sekarang ini, tas dan dompet kulitnya pun menyasar Eropa dan Australia. 80 persen dari total produksi ia lepas ke Eropa ,15 persen ke Australia dan sisanya baru untuk pasar dalam negeri. Produk Rico yang di Eropa sudah mengisi etalase 450 toko, dijual sesuai dengan merek setempat.

Adapun untuk penjualan di pasar lokal, Rico hanya memasarkan melalui pameran atau penjualan di rumahnya. "Kalau mau barang saya ya cari di Eropa, Australia, atau ke rumah, atau di pameran gini," katanya.

Sekarang ini, ia berusaha mempertahankan pasar di kedua negara itu. Itu saja ia merasa kewalahan mengerjakan jumlah produksi yang terbilang besar. Sampai-sampai, Rico harus lembur hingga malam. Kondisi yang demikian membuat upaya membuat merek sendiri pun agak terhambat. Ia sedang berusaha mempatenkan merek pribadi yang sudah disiapkannya. Belum lagi ia harus siap memproduksi dalam jumlah yang lebih besar untuk mengisi pasar Tanah Air.

Mengenai omzet, pria yang telah berkeluarga ini tidak bersedia memberikan detil angkanya. Ia beralasan usahanya masih kecil dibandingkan bisnis kulit lainnya. Namun, ia mengisyaratkan, penjualan produknya bisa mencapai miliaran rupiah dalam setahun. Ini dihitung dari harga produk yang lumayan. Untuk dompet, ia memasang harga antara Rp 50.000-Rp 150.000 per buah, sementara tas dengan kisaran Rp 300.000-Rp 600.000 untuk harga grosir.

"Naik terus omzet. Dari 3 tahun terakhir naik 15 persen. Tapi kan juga keuntungan belum tentu naik karena euro bisa turun dan biaya dalam negeri bisa naik," sebutnya.Ke depan, Rico berupaya menyasar pasar Timur Tengah, seperti Dubai. "Dubai sudah ada order dari buyer di Belanda. Tapi, barang dikirim langsung," pungkas dia.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber : Kompas.com

Entri Populer