" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Biaya Produksi Tinggi tapi Tetap Untung

20/08/2011
Biaya Produksi Tinggi tapi Tetap Untung

Dengan proses produksi yang sederhana, para produsen tapai singkong membutuhkan modal besar tiap hari. Tak kurang mereka harus mengeluarkan dana minimal Rp 2,5 juta untuk membuat sekitar 3 ton tapai singkong. Selain bahan baku, biaya tenaga juga lumayan.

PR( (SES pembuatan tapai singkong sebenarnya sederhana mm Namun dari sisi biaya, para perajin tapai singkong ili Kampung Poncol, Desa Curug, Gunung Sindur, Bogor, mengeluarkan i mnkos yang lumayan mahal. Selain ketersediaan bahan baku utama yaitu singkong, perajin tapai singkong juga harus mengeluarkan ongkos untuk membayar pekerja, membeli r.rgi, membeli kayu bakar, sena ongkos kirim.

Kala lagi musim, harga singkong sekitar Rp 500 pei kil.. sampai Rp 700pel kg lm kalau lagi gampang, kala Tinun, salah sain perajin tapai di Poncol. l lengan kebutuhan per hari mencapai 3.5 ton singkong, Timin harus mengeluarkan dana lebih besar jika pasokan singkong seret Saat serel hargajual singkong naik hingga Rp 1.000 per kg.i ntuk pekerja yangsebagian besar ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumah Timin, saban produksi Timin harus mengeluarkan duit Rp 100.000 untuk delapan pengupas singkong. Untuk tukang cuci, tukang rebus, pengi singkong, dan pengepakan tapai sampai angkut, Timin juga harus mengeluarkan upah sebesar Rp 300.000 per produksi untuk enam pekerja.

Jika ditotal, Timin minimal harus mengeluarkan dana sebesar Rp 2,5 juta untuk memproduksi 3,5 ton tapai singkong.

Ongkos produksi yang lumayan juga dirasakan oleh Tisan yang juga memproduk-si tapai singkong di dusun Poncol. Memiliki 19 orang tenaga pengupas singkong, Tisan membayar tiap pekerja Rp 10.000 per hari. Sedangkan delapan pekerja pria yang punya pekerjaan lebih berat dibayar Rp 35.000 per orang per hari. "Itu hanya ongkos tenaga dan uang makan, belum uang jalan, kata Tisan.

Nah, untuk memproduksi sekitar empat ton tapai. Tisan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 3,5 juta. Biaya sebesar itu, selain untuk upah, juga untuk pembelian kayu bakar dan ragi yang harganya mencapai Rp 500.000 sekali produksi.

Namun baik Timin dan Tisan mengaku, memang modal kerja untuk pembuatan tapai singkong cukup besar. Namun, modal" itu akan cepat kembali berikut keuntungannya bila singkong siii I.ili sampai ke tangan agen.

Para perajin rata-rata melepas tapai seharga Rp 2.300 per kg. Harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim ketempat agen. "Harga itu sudah harga paling tinggi," tutur Tisan.

Harga itu akan meli injak di tingkat konsumen. Untuk pasar tradisional dan pedagang keliling, per kilogram tapai singkong dyual Rp 4.500 hingga Rp 5.000 per kg. Sedangkan di pasar swalayan harga itu bisa melonjak hingga dua kali lipat.

Saat ini ada 16 agen yang menjadi distributor tapai van Poncol. Salah satu agen tapai pelanggan Timin adalah Asep Syaifudin. Asep mengaku, sei lap hari dia harus menyiapkan uang sedikitnya Rp 2,J5 juta untuk membeli satu ton tapai singkong dari Tinun. Asep lalu menjual lagi tapai tersebut kepada pedagang keliling dengan menaikkan harga sebesar Rp 150 per kg. Dari bisnis ini dia mengaku untung Rp 150.000 per ton.

Menurut Asep, para agen itu sebenarnya tak mengambil untung terlalu besar dari perajin tapai. Namun di tangan pengecer harga bisa melambung tinggi juga wajar. Maklum, mereka ini harus keliling untuk berjualan tapai. "Sampai ke Bintaro, c mere, Pamulang, Pasar Jumat, dan Pondok Cabe," kata Asep.

Sumber : Harian Kontan
Dea Chadiza Syafina


Bermimpi Punya Bisnis Kargo Udara

20/08/2011
Bermimpi Punya Bisnis Kargo Udara

Meski sibuk jualan bra, Jefri Van Novis tidak pernah mengabaikan kuliah. Bahkan, sesibuk apapun, Jefri masih menyempatkan ikut kursus Bahasa Inggris. Berkat ketekunannya itu pula. Jefri hanya butuh waktu 3,5 tahun untuk menyelesaikan kuliah dan menyandang gelar sarjana ekonomi.

PELAN tapi pasti, usaha . jualan bra dan pakaian dalam Jefri berjalan mulus, li tengah-tengah tugas kuliahnya li Fakultastu.mi I niversiias Andalas H nand) Tak ada kata malu di benak Jefri imtuk menjalankan usaha itu. Bahkan diajuga tak sungkan mengusung bra dari pasar ke kampus dan menjualnya ke teman-teman kuliah perempuan.

Bahkan, lantaran selalu bergelut denaun bra, Jefri bahkan dijuluki si toke BH, artinya juragan bra, oleh teman kampusnya

Tak hanya itu julukan Jefri. Para pelanggannya di Pasar Raya Padang malah menjuluki dia "depkolektor", maksudnya tii collector atau tukang ianili utang atau "sil;iikat pencabut nyawa".

Kedua julukan itu disematkan kepada Jefri karena ialalu mengunjungi pedagang setiap pekan untuk mengutip liasil penjualan. "Pelanggan saya adalah pedagang yang ada di pasar," jelas Jefri.Dalam mendistribusikan bra kepada pedagang itu, Jefri mengutip laba Rp 3.000 per lusin, dengan harga sainan antara Rp 15.000 hingga Rp 18.000. "Keuntungan dari penjualan bra ini cukup inggi," kata Jefri.

Dalam sepekan Jefri mampu menjual 100 sampai 200 lusin bra kepada para pedagang pakaian dalam di Pasar Raya Padang tersebut. Atau dalam sepekan Jefri mampu mendapatkan omzet hingga sebesar Rp 18 jutasampai Rp 36 jula."Keuntungan usaha ini mampu memenuhi kebutuhan kuAah dan hidup saya sehari-hari," terang Jefri.

Meskipun sibuk berbisnis, idii tetap menomorsatukan kuliahnya. Balikan, dia masih sempat ikut kursus bahasa Inggris. Ibaratnya, Jefri sudah tidak punya waktu buat "menyenangkan dirinya sendiri.Balikan, di waktu senggang pun, dia masih saja berurusan dengan usaha pakaian dalamnya itu. Seringkali Jefri menolak ajakan teman sekanipus untuk berkegiatan, meski itu sekadar bermain bola "Waktu muda saya memang banyak saya korbankan," kenang Jefri.

Perjuangan Jefri memang tak sia-sia Berkat ketekunannya, dia berhasil menyelesai-"Pelanggan sayaadalah pedagangyang ada dipasar," jelas Jefri.kan kuliah hanya dalam waktu 3,5 tahun saya "Ini berkat bra," ujar Jefri, serius. Jefri mengaku, dia menuliskan tugas akhir atau skripsi-nya mengenai seluk beluk berjualan bra. "Judulnya, faktor yang mempengaruhi pemuatan produk Bonita Underwear di Sumatera Barat," ujarnya

Setelah lulus, Jefri sempat bingung kalau mengingat pesan sang ibu yang menginginkan Jefri jadi pegawaikantoran. "Ibu ingin anaknya bekerja di bank," terang Jefri.

(.ntuk melaksanakan amanah sang ibu, Jefri pun sempat mengajukan lamaran kerja ke bank. Namun, setiap lamaran kerja yang terkirim tak kunjung terbalas. "Akhirnya saya putuskan berdagang," terang Jefri.

Nah, setelah lulus kuliah itu, Jefri pun badik ke Pasar Aur Kuning di Bukittinggi untuk membantu kakaknya yang juga penjual pakaian -dalam., Namun demikian, Jefri tak pernah melupakan cita-citanya untuk menjadi pengusaha. Karena itu, setelah dirasa cukup "magang" berdagang bersama sang kakak, Jefri pun memutuskan untuk mandiri dengan berjualan tiket pesawat.

Sebenarnya berjualan tiket itu terbilang baru bagi Jefri. Namun bagi Jefri usaha ini layak dijajal. Apalagi dia melihat banyak pedagang di Aur Kuning sering pergi ke Jakarta atau Batam untukkulakan dagangan dengan naik pesawat terbang.

Begitu mendapat tempat berjualan tiket di sudut sebuah toko di Pasar Aur Kuring, Jefri langsung menyebarkan brosur ke pedagang yang ada di situ. Usaha ini temyata berjalan mulus, bahkan berkembang dengan pesat Setelah resmi menjadi agen penjualan tiket berbagai perusahaan penerbangan, kini Jefri sudah mengantongi izin penjualan tiket penerbangan internasional. Tak hanya itu, Jefri juga memberikan layanan ibadah umrah dan ONH plus.

Setelah jualan tiket berjalan lancar, kini Jefri mulai melirik usaha baru, yaitu bisnis kargo udara dan darat. Jefri bermimpi suatu saat PT Bonita Tour and Travel memiliki anak usaha yang bergerak di sektor logistik. Dia pun sudah menancapkan angan-angan, usaha logistik itu akan dia beri nama Bonita Air. 


Sumber : Harian Kontan
Handoyo



Produksi Baju Koko Melonjak di Bulan Ramadan

20/08/2011
Produksi Baju Koko Melonjak di Bulan Ramadan

Berkah Ramadan tidak hanya dinikmati oleh penjual makanan dan minuman. Permintaan baju khas muslim yaitu baju koko juga berlipat. Untuk memenuhi lonjakan permintaaan, produsen baju koko sudah me-ngenjot produksi jauh sebelum Ramadan tiba. Namun, mahalnya bahan baku justru membuat margin mereka menurun.

BULAN Ramadan daii Hari Raya Idul Fitri identik dengan baju baru. Tak heran jika selama Ramadan ini, kebutuhan pakaian dan keperluan sehari-hari yang terkait peribadahan meningkat, termasuk juga pakaian khas muslim yaitu baju koko. Karena itu, selama bulan Ramadan ini, produsen baju koko atau baju taqvva adalah saatnya untuk melipatgandakan jumlah produksi.

Salah satu produsen baju koko yang kebanjiran permintaan adalah Adi Sutisna, pemilik Tiazz Collection di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat ini Adi memproduksi setidaknya tigamodel baju koko, yakni baju koko dengan kancing ke bawah, baju koko kancing tiga, setia baju koko kancing satu atau biasa di sebut dengan baju koko uje. "Setiap bulan Ramadan penjualan baju koko selalu meningkat," ujarnya.

Adi yang mewarisi usaha konveksi milik keluarga ini mengaku, untuk memenuhi lonjakan pesanan, pihaknya telah mengenjot produksi baju koko sejak dua bulan sebelum Ramadan. Dibantu 20 karyawan, setiap minggu di luar bulan Ramadan, Tiazz Collection mampu memproduksi 20 kodi baju koko. Sedangkan menjelang Ramadan, jumlah produksi meningkat hingga 100 kodi per minggu. Tiap kodi berisi 20 baju koko.

Walaupun telah mengenjot produksi sejak dua bulan sebelum Ramadan, namun Adi yang menjalankan usaha sejak 2004, tetap kuwalahan memenuhi permintaan pasar. Sebab, selain dipasok ke para agen baju muslim di Tanah Abang, Jakarta. Produk Adi juga mulai merambah ke beberapa kota, seperti Bogor, Bandung, Medan, dan Makassar. "Mayoritas penjualan kita ke luar Pulau Jawa," katanya

Produk baju koko dijual dengan harga bervariasi, mulai Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta per kodi. Muntil mahalnya baju koko tergantung balian kain yang digunakan dan tingkat kesulitan desain baju.

Arif Suhamowo, pemilik Ammalui Collection di Surabaya, Jawa Timur, juga ketiban rejeki yang sama. "Permintaan baju koko memang selalu meningkat saat Ramadan," kata Arif yang memulai memproduksi baju koko sejak 2006. Jika dibandingkan dengan bulan biasa, omzet penjualan baju koko produksi Arief meningkat hingga 50%. Sedangkan, jika dibandingkan dengan bulan Ramadan ialiiiii lalu, Arief bilang, omzetnya penjualan tahun ini mengalami kenaikan sebanyak 2O9UO%.

Di bulan Ramadan tahun ini, pesanan baju koko per Omzet penjualanbaju kokoproduksi Ariefmeningkathingga 50%.minggu mencapai 2.000 .potong. Bahkan terakhir ia mengaku baru saja mengirim 2.000 potong baju koko dengan harga satuan Rp 38.000 ke Gresik, Jawa Timur. Harga baju koko yang dikirim ke Gresik lumayan tinggi. Sebab harga baju koko buatan Arief paling murah seharga Rp 22.000.

Selain dipasarkan ke para pedagang grosir di Surabaya, baju koko buatan Ammalui Collection Juga telah dipasarkan ke Kalimantan dan Sulawesi. Balikan, penjualan baju koko di luar negeri pernah berjaya pada 2007lalu. Saat itu Arief mengaku sempat mengirimkan hingga lima kodi baju koko per minggu selama satu bulan ke pasar Singapura. Sayangnya ekspor baju koko ke Negeri Singa itu berhenti karena Arief kekurangan modal. "Permintaan masih banyak, tapi modal saya sudah tidak cukup," katanya

Memang, para produsen baju koko harus menyiapkan modal cukup besar karena harga bahan baku yang terus meningkat. "Harga bahan baku tiap tahun pasti naik terus," tambah Adi. Ia menyebutkan, harga satugulung benang jahit yang setahun lalu berharga di bawah Rp 5.000, saat ini telah naik menjadi Rp 8.000-Rp 10.000 per gulung.

Walaupun harga balian baku terus naik, namun Adi mengaku tidak bisa begitu saja menaikkan hargajual ke agen atau konsumen. Yang bisa dilakukan para produsen adalah menurunkan margin pendapatan. Jika dahulu dia bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 per kodi, kini Adi harus rela hanya mendapatkan keuntungan Rp20000 per kodi.

Sumber : Harian Kontan
Handoyo, Dea Chadiza Syafina


Entri Populer