20/08/2011
Produksi Baju Koko Melonjak di Bulan Ramadan
Berkah Ramadan tidak hanya dinikmati oleh penjual makanan dan minuman. Permintaan baju khas muslim yaitu baju koko juga berlipat. Untuk memenuhi lonjakan permintaaan, produsen baju koko sudah me-ngenjot produksi jauh sebelum Ramadan tiba. Namun, mahalnya bahan baku justru membuat margin mereka menurun.
BULAN Ramadan daii Hari Raya Idul Fitri identik dengan baju baru. Tak heran jika selama Ramadan ini, kebutuhan pakaian dan keperluan sehari-hari yang terkait peribadahan meningkat, termasuk juga pakaian khas muslim yaitu baju koko. Karena itu, selama bulan Ramadan ini, produsen baju koko atau baju taqvva adalah saatnya untuk melipatgandakan jumlah produksi.
Salah satu produsen baju koko yang kebanjiran permintaan adalah Adi Sutisna, pemilik Tiazz Collection di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat ini Adi memproduksi setidaknya tigamodel baju koko, yakni baju koko dengan kancing ke bawah, baju koko kancing tiga, setia baju koko kancing satu atau biasa di sebut dengan baju koko uje. "Setiap bulan Ramadan penjualan baju koko selalu meningkat," ujarnya.
Adi yang mewarisi usaha konveksi milik keluarga ini mengaku, untuk memenuhi lonjakan pesanan, pihaknya telah mengenjot produksi baju koko sejak dua bulan sebelum Ramadan. Dibantu 20 karyawan, setiap minggu di luar bulan Ramadan, Tiazz Collection mampu memproduksi 20 kodi baju koko. Sedangkan menjelang Ramadan, jumlah produksi meningkat hingga 100 kodi per minggu. Tiap kodi berisi 20 baju koko.
Walaupun telah mengenjot produksi sejak dua bulan sebelum Ramadan, namun Adi yang menjalankan usaha sejak 2004, tetap kuwalahan memenuhi permintaan pasar. Sebab, selain dipasok ke para agen baju muslim di Tanah Abang, Jakarta. Produk Adi juga mulai merambah ke beberapa kota, seperti Bogor, Bandung, Medan, dan Makassar. "Mayoritas penjualan kita ke luar Pulau Jawa," katanya
Produk baju koko dijual dengan harga bervariasi, mulai Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta per kodi. Muntil mahalnya baju koko tergantung balian kain yang digunakan dan tingkat kesulitan desain baju.
Arif Suhamowo, pemilik Ammalui Collection di Surabaya, Jawa Timur, juga ketiban rejeki yang sama. "Permintaan baju koko memang selalu meningkat saat Ramadan," kata Arif yang memulai memproduksi baju koko sejak 2006. Jika dibandingkan dengan bulan biasa, omzet penjualan baju koko produksi Arief meningkat hingga 50%. Sedangkan, jika dibandingkan dengan bulan Ramadan ialiiiii lalu, Arief bilang, omzetnya penjualan tahun ini mengalami kenaikan sebanyak 2O9UO%.
Di bulan Ramadan tahun ini, pesanan baju koko per Omzet penjualanbaju kokoproduksi Ariefmeningkathingga 50%.minggu mencapai 2.000 .potong. Bahkan terakhir ia mengaku baru saja mengirim 2.000 potong baju koko dengan harga satuan Rp 38.000 ke Gresik, Jawa Timur. Harga baju koko yang dikirim ke Gresik lumayan tinggi. Sebab harga baju koko buatan Arief paling murah seharga Rp 22.000.
Selain dipasarkan ke para pedagang grosir di Surabaya, baju koko buatan Ammalui Collection Juga telah dipasarkan ke Kalimantan dan Sulawesi. Balikan, penjualan baju koko di luar negeri pernah berjaya pada 2007lalu. Saat itu Arief mengaku sempat mengirimkan hingga lima kodi baju koko per minggu selama satu bulan ke pasar Singapura. Sayangnya ekspor baju koko ke Negeri Singa itu berhenti karena Arief kekurangan modal. "Permintaan masih banyak, tapi modal saya sudah tidak cukup," katanya
Memang, para produsen baju koko harus menyiapkan modal cukup besar karena harga bahan baku yang terus meningkat. "Harga bahan baku tiap tahun pasti naik terus," tambah Adi. Ia menyebutkan, harga satugulung benang jahit yang setahun lalu berharga di bawah Rp 5.000, saat ini telah naik menjadi Rp 8.000-Rp 10.000 per gulung.
Walaupun harga balian baku terus naik, namun Adi mengaku tidak bisa begitu saja menaikkan hargajual ke agen atau konsumen. Yang bisa dilakukan para produsen adalah menurunkan margin pendapatan. Jika dahulu dia bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 per kodi, kini Adi harus rela hanya mendapatkan keuntungan Rp20000 per kodi.
Produksi Baju Koko Melonjak di Bulan Ramadan
Berkah Ramadan tidak hanya dinikmati oleh penjual makanan dan minuman. Permintaan baju khas muslim yaitu baju koko juga berlipat. Untuk memenuhi lonjakan permintaaan, produsen baju koko sudah me-ngenjot produksi jauh sebelum Ramadan tiba. Namun, mahalnya bahan baku justru membuat margin mereka menurun.
BULAN Ramadan daii Hari Raya Idul Fitri identik dengan baju baru. Tak heran jika selama Ramadan ini, kebutuhan pakaian dan keperluan sehari-hari yang terkait peribadahan meningkat, termasuk juga pakaian khas muslim yaitu baju koko. Karena itu, selama bulan Ramadan ini, produsen baju koko atau baju taqvva adalah saatnya untuk melipatgandakan jumlah produksi.
Salah satu produsen baju koko yang kebanjiran permintaan adalah Adi Sutisna, pemilik Tiazz Collection di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat ini Adi memproduksi setidaknya tigamodel baju koko, yakni baju koko dengan kancing ke bawah, baju koko kancing tiga, setia baju koko kancing satu atau biasa di sebut dengan baju koko uje. "Setiap bulan Ramadan penjualan baju koko selalu meningkat," ujarnya.
Adi yang mewarisi usaha konveksi milik keluarga ini mengaku, untuk memenuhi lonjakan pesanan, pihaknya telah mengenjot produksi baju koko sejak dua bulan sebelum Ramadan. Dibantu 20 karyawan, setiap minggu di luar bulan Ramadan, Tiazz Collection mampu memproduksi 20 kodi baju koko. Sedangkan menjelang Ramadan, jumlah produksi meningkat hingga 100 kodi per minggu. Tiap kodi berisi 20 baju koko.
Walaupun telah mengenjot produksi sejak dua bulan sebelum Ramadan, namun Adi yang menjalankan usaha sejak 2004, tetap kuwalahan memenuhi permintaan pasar. Sebab, selain dipasok ke para agen baju muslim di Tanah Abang, Jakarta. Produk Adi juga mulai merambah ke beberapa kota, seperti Bogor, Bandung, Medan, dan Makassar. "Mayoritas penjualan kita ke luar Pulau Jawa," katanya
Produk baju koko dijual dengan harga bervariasi, mulai Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta per kodi. Muntil mahalnya baju koko tergantung balian kain yang digunakan dan tingkat kesulitan desain baju.
Arif Suhamowo, pemilik Ammalui Collection di Surabaya, Jawa Timur, juga ketiban rejeki yang sama. "Permintaan baju koko memang selalu meningkat saat Ramadan," kata Arif yang memulai memproduksi baju koko sejak 2006. Jika dibandingkan dengan bulan biasa, omzet penjualan baju koko produksi Arief meningkat hingga 50%. Sedangkan, jika dibandingkan dengan bulan Ramadan ialiiiii lalu, Arief bilang, omzetnya penjualan tahun ini mengalami kenaikan sebanyak 2O9UO%.
Di bulan Ramadan tahun ini, pesanan baju koko per Omzet penjualanbaju kokoproduksi Ariefmeningkathingga 50%.minggu mencapai 2.000 .potong. Bahkan terakhir ia mengaku baru saja mengirim 2.000 potong baju koko dengan harga satuan Rp 38.000 ke Gresik, Jawa Timur. Harga baju koko yang dikirim ke Gresik lumayan tinggi. Sebab harga baju koko buatan Arief paling murah seharga Rp 22.000.
Selain dipasarkan ke para pedagang grosir di Surabaya, baju koko buatan Ammalui Collection Juga telah dipasarkan ke Kalimantan dan Sulawesi. Balikan, penjualan baju koko di luar negeri pernah berjaya pada 2007lalu. Saat itu Arief mengaku sempat mengirimkan hingga lima kodi baju koko per minggu selama satu bulan ke pasar Singapura. Sayangnya ekspor baju koko ke Negeri Singa itu berhenti karena Arief kekurangan modal. "Permintaan masih banyak, tapi modal saya sudah tidak cukup," katanya
Memang, para produsen baju koko harus menyiapkan modal cukup besar karena harga bahan baku yang terus meningkat. "Harga bahan baku tiap tahun pasti naik terus," tambah Adi. Ia menyebutkan, harga satugulung benang jahit yang setahun lalu berharga di bawah Rp 5.000, saat ini telah naik menjadi Rp 8.000-Rp 10.000 per gulung.
Walaupun harga balian baku terus naik, namun Adi mengaku tidak bisa begitu saja menaikkan hargajual ke agen atau konsumen. Yang bisa dilakukan para produsen adalah menurunkan margin pendapatan. Jika dahulu dia bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 per kodi, kini Adi harus rela hanya mendapatkan keuntungan Rp20000 per kodi.
Sumber : Harian Kontan
Handoyo, Dea Chadiza Syafina