" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Sulit Peroleh Dana Perbankan UKM TI Pilih Nonbank

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang bergerak di bidang teknologi informasi kini memilih mencari pembiayaan di luar perbankan. Hal ini dilakukan karena mereka sulit mengakses pendanaan dari pihak bank. Padahal sektor TI di Bandung cukup menjanjikan dengan makin banyaknya masyarakat yang menggunakan computer.

"Yang menjadi kendala adalah agunan. Tidak adanya agunan membuat kami sulit mendapatkan kredit. Artinya, tanpa agunan, perbankan tidak mau mengucurkan kredit,tandas Wisnu Manupraba pelaku UKM TI, kepada Neraca belum lama ini. Padahal, lanjutnya, UKM TI menorehkan omzet setiap bulannya cukup besar. Nilai per bulannya mencapai Rp 30 juta.

"Tetap saja, bank menilai hal itu belum cukup memenuhi persyaratan. Permohonan dan pengajuan kredit sering ditolak," tukasnya. Direktur Inkubator Inovasi Telematika Bandung (I2TB), Ferie Budiansyah tidak menampik kondisi tersebut Oleh sebab itu, pihaknya membina sebanyak 8 UKM yang bergerak dalam bidang TI

Beri Modal Mahasiswa Untuk Berwirausaha

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Sjarifuddin Hasan menyatakan siap memberikan modal bagi mahasiswa untuk berwirausaha dengan agunan hanya berupa ijazah.Kalau saya ajak berwirausaha, mahasiswa bisa saja bilang enak kalau hanya ngomong. Karena itu, saya siap memberi modal, tapi bawa ijazah ke Kementerian Koperasi dan UKM," katanya di Surabaya, Sabtu.

Saat berbicara dalam dialog tentang "Technopreneur Gathering 2010" di (TS Surabaya, ia mengatakan modal yang disiapkan sebenarnya hanya bersifat stimulus supaya usaha yang dikembangkan dapat berjalan. "Karena itu, kami hanya menyiapkan RpSOO juta per tahun dan kami akan mengutamakan proposal yang bersifat usaha produksi, bukan perdagangan, sebab kalau produksi itu dapat membantu orang lain untuk mendapatkan pekerjaan juga," tuturnya.

Namun, katanya, modal yang sekadar untuk jalan itu dapat dikembangkan dengan modal dalam bentuk lain yang juga dikembangkan pemerintah, yakni KUR (kredit usaha rakyat) yang mencapai Rp86,5 triliun dalam lima tahun (2009-2014). "Kami tahu kalau mahasiswa menjadi pemula dalam wirausaha itu tidak akan mudah berhubungan dengan perbankan, karena itu kami siapkan modal dengan agunan berupa ijazah. Itu juga karena kami juga harus mempertanggungjawabkan uang negara," ucapnya menegaskan.

Ia mengaku pihaknya sudah berkeliling pada belasan kampus di Indonesia untuk menawarkan program permodalan untuk wirusahawan muda dari kalangan mahasiswa itu, dan kini tercatat 6.000 mahasiswa yang tertarik.

Oleh karena itu, pihaknya berharap mahasiswa ITS Surabaya menambah jumlah wirausahawan muda dari kalangan mahasiswa, sehingga akan dapat kmengurangi jumlah sarjana pengangguran yang saat ini mencapai 626 ribu orang "Saya sendiri langsung tertarik datang ke ITS, .karena saya baca dalam proposal undangan itu Imemang menyebutkan bila ITS sudah mengajarkan technopreneur-ship selama tujuh tahun, sehingga mahasiswa ITS pasti akanr lebih kreatif," katanya

Sumbangan, Pemberdayaan Sampai Peluang Usaha

Yang paling ideal saat ini adalah menjadikan CSR sebagai peluang usaha.
Di Indonesia, istilah CSR (corporate social responsibility) mungkin terbilang baru. Baru pada era 1990-an banyak perusahaan yang mulai menjalankan CSR. Meskipun dalam pelaksanaannya, banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan CSR sejak lama namun dengan menggunakan nama berbeda.

Seperti terjadi di PT Pertamina. "Pertamina sudah lama menjalankan CSR. Bahkan jauh sebelum diamanahkan undang-undang. Waktu itu, namanya community development, atau comdev yang berarti pengembangan masyarakat," ujar Sekretaris Perseroan Pertamina, Toharso.

PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (PT BSP) Unit Sumut I termasuk perusahaan yang sangat memperhatikan CSR yang mampu memberdayakan masyarakat dan berkelanjutan, jumlah dana CSR PT BSP Unit Sumut I tiap tahun terus ditingkatkan. Baru-baru ini perusahaan tersebut kembali menyelenggarakan program CSR di bidang infrastruktur, sosial, dan ekonomi. "Kami telah mengucurkan dana sebesar Rp 306juta lebih untuk kegiatan CSR yang mencakup berbagai kegiatan, dari pengerasan jalan, bedah rumah, hinga dana bergulir," kata Vice President CSR, BSP Unit I Sumut, Suwandi dalam siaran pers yang dikirim ke Republika.

Menurut Suwandi, kondisi perekonomian yang masih saja labil seperti ini tidak harus membuat perusahaan-perusahaan berhenti mengepakkan sayapnya untuk ikut andil menyejahterakan masyarakat. "Bukan hanya pemerintah yang berkewajiban meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, perusahaan-perusahaan swasta juga harus turun tangan. Program-program CSR-nya yang berbasis pada triple bottom line yakni, people, planet, profit harus tetap dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Semuanya harus seimbang, tidak boleh timpang," kata Suwandi.

Di dunia, sejarah CSR telah lebih lama berjalan. Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Totok Daryanto, SE mengatakan, pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi lokal dan masyarakat miskin di seputar perusahaan. "Pendekatan CSR ini masih berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan. Umumnya dilakukan secara ad-hoc, parsial, dan tidak melembaga," ujarnya.

Seiring dengan perkembangan waktu, konsep dan bentuk kegiatan CSR pun mulai berkembang. Kegiatan yang semula hanya berbentuk pemberian bantuan saja,mulai beralih ke tingkat yang lebih tinggi.

Dewasa ini, lanjutnya, semakin banyak perusahaan yang menerapkan konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal dan konsep yang terkait. Seperti corporate social citizenship dan corporate sustainability yang semakin meluas.

Hal itu terutama dalam merespons tantangan baru akibat menguatnya globalisasi yang melahirkan paradoks antara kejayaan dunia bisnis di satu pihak. Serta memburuknya tatanan ekonomi, keadilan sosial, dan kehidupan masyarakat di pihak lain.

Tidak hanya itu, pertimbangan sektor bisnis dalam menjalankan CSR pun memiliki beberapa tahap. Ketua Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Ismi Hadad menjelaskan, ada lima tahapan pertimbangan perusahaan dalam melakukan CSR.

Yang paling dasar adalah sekadar memenuhi peraturan pemerintah. Hal ini terkait dengan adanya aturan yang mewajibkan setiap perusahaan untuk menjalankan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

DI Indonesia, aturan mengenai hal ini tercantum dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas yang mewajibkan setiap perusahaan untuk menjalankan CSR. Selain itu, terdapat pula Peraturan Menteri Negara BUMN nomor 4 tahun 2007 yang mengatur pelaksanaan CSR untuk perusahaan negara.

Tahap selanjutnya adalah sebagaisarana untuk publisitas atau pun marketing. Pada tahap ini, CSR sudah mulai dianggap penting. Hanya saja, masih sebatas keperluan untuk meningkatkan citra atau pun penjualan.Berikutnya adalah sebagai pertimbangan etis dan sosial yang menjadikan CSR sebagai hal yang harus dilakukan. Di tingkat ini, perusahaan sudah memandang kepentingan etis dan sosial sebagai pertimbangan dalam menjalankan kegiatan CSR.

Tahap lainnya adalah sebagai upaya untuk mengurangi risiko dan biaya usaha. "Yang menurut kami paling ideal saat ini adalah tahap kelima. Yakni, menjadikan CSR sebagai peluang usaha. Jadi, untuk meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan dalam jangka panjang.

Caranya, mengintegrasikan CSR ke dalam sistem manajemen perusahaan secara berkelanjutan," jelasnya.

Di Indonesia, lanjut Ismi, kegiatan CSR kebanyakan masih didorong oleh tekanan dari luar. Jumlah perusahaan yang berperan pun cukup banyak, hanya saja umumnya masih menyasar kewajiban mendasar, seperti kontribusi finansial misalnya.

Persepsi CSR pun masih dibatasi oleh publisitas dan pengembangan komunitas. Kebanyakan dalam isu sosio-ekonomi jangka pendek dan tidak menyentuh isu lingkungan dan keberlanjutan. "Selain itu, antara stakeholders (pemangku kepentingan) pun masih ada kecurigaan. Yakni, antara pemerintah, lembaga masyarakat, dan swasta," jelasnya.

Entri Populer