" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Dan Sate Kerang Medan Pun Terbang...


  Kuliner Indonesiaku 

SATE kerang medan naik pangkat. Makanan ”kampung” yang biasa dijajakan di pinggir jalan itu disulap menjadi oleh-oleh yang siap ditenteng ke kabin pesawat. Dari Medan, sate kerang terbang ke Jakarta, sampai Solo.

Pesanan sate kerang medan itu akhirnya datang juga. Dikemas dalam dus berlapis aluminium foil, sate kerang itu tampak menjanjikan kelezatan. Bumbunya berlimpah dan harum baunya. Sekilas tampilannya mirip rendang yang diberi tusuk sate.

Seperti tampangnya, rasa sate kerang juga mirip rendang. Jejak gurih santan dan pedas cabai begitu nyata di dalam mulut. Hanya saja, di antara jejak gurih dan pedas terselip rasa manis dan asam. Ada tiga rasa yang disediakan, yaitu orisinal, dengan tingkat kepedasan yang moderat, kemudian manis pedas, dan pedas. Buat Anda yang tidak begitu tahan rasa pedas, sebaiknya memilih rasa orisinal. Itu pun sudah sanggup membuat orang keringatan seusai menyantapnya.

Potongan daging kerangnya cukup besar dengan tekstur sedikit kenyal layaknya ampela ayam. Tidak ada sedikit pun bau lumpur dan jejak pasir di dalam daging sate kerang medan bermerek Rahmat Efendi ini.

Apa rahasianya? ”Kami hanya menggunakan kerang bulu dari Tanjung Balai. Daging kerangnya besar-besar dan tidak banyak mengandung pasir,” ujar Rahmat Efendi (36) yang mengelola usaha sate kerang medan bersama kakaknya, Suliyana, Sabtu (26/5/2012) lalu.

Rahmat menjelaskan cara memasak sate kerang. Pertama, kerang segar yang masih hidup dan bercangkang disikat dan dicuci bersih. Kerang lalu dimasak di dalam wajan tanpa menggunakan air sama sekali.

Setelah matang, daging kerang dikeluarkan dan dicuci berkali-kali untuk menghilangkan pasir. Daging kemudian dimasak dengan bumbu antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabai kering tumbuk, kemiri, kelapa sangrai, dan asam jawa.
Proses terakhir, masakan yang telah matang ini dirangkai dalam tusuk sate. ”Jadi, meski namanya sate, dagingnya tidak dibakar sama sekali,” tambah Suliyana.

Oleh-oleh khas Medan

Rahmat dan Suliyana membuka kedai mi di rumahnya. Kedai itu juga menyediakan sate kerang sebagai teman makan mi. Sate kerang bukan barang baru buat Rahmat dan keluarga. Pada tahun 1957-1976, ibunya, Tukirah, berjualan sate kerang berkeliling kampung.

Selain ibunya, kata Rahmat, sejumlah tetangganya yang sama-sama tinggal di Jalan PWS juga berjualan sate kerang. Karena mereka umumnya tinggal di satu gang yang sama, gang tersebut dinamai Gang Kerang. Hingga sekarang gang itu masih ada meski tinggal keluarga Rahmat saja yang berjualan sate kerang.

Sejak Januari 2012, Rahmat mengemas sate kerangnya sebagai oleh-oleh khas Kota Medan yang bisa ditenteng ke dalam kabin pesawat. Sebelumnya, sate kerang umumnya hanya dijajakan di pinggir jalan atau di kedai mi. Tidak ada yang berpikir mengemasnya sebagai oleh-oleh khas Medan.

Rahmat melontarkan ide kepada kakaknya agar membuat sate kerang untuk oleh-oleh layaknya bolu atau bika ambon khas Medan. ”Tapi, saya malah ditertawakan. Kakak saya bilang, ’Ah, aneh-aneh saja kau. Sate kerang itu kan hanya makanan kampung yang biasa dijual di kedai mi,” kenang Rahmat.
Meski ditertawai, Rahmat tetap yakin idenya akan berjalan.

Berdasarkan pengalaman ketika merantau ke Jakarta dan Batam, teman-teman Rahmat sangat suka jika ia membawa oleh-oleh sate kerang medan buatan ibunya. Setelah Rahmat pulang dari rantau dan menetap di Medan, sejumlah teman-temannya di Batam dan Jakarta masih sering minta dikirimkan sate kerang.

Pendek kata, Rahmat berhasil membujuk kakaknya untuk membuat sate kerang yang dikemas sebagai buah tangan pada Januari 2012 lalu. Beragam kemasan dicoba hingga dia menemukan kemasan kardus berlapis aluminium foil yang tidak tembus air. Dengan kemasan seperti itu, sate kerang bisa tahan 12 jam. Jika dimasukkan ke dalam kulkas, sate kerang tahan dua hari.

”Kami sedang memikirkan kemasan lain yang bisa membuat sate lebih tahan lama tanpa sedikit pun pengawet,” ujar Rahmat yang mengklaim sebagai pedagang sate kerang medan pertama yang mengemas masakan itu sebagai oleh-oleh.

Rahmat menjajakan sate kerangnya melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Pembeli tinggal pesan melalui Twitter atau telepon, Rahmat akan mengantar atau mengirimnya. ”Kebanyakan pembelinya minta sate kerang pesanan langsung diantar ke bandara sebelum mereka terbang,” ujar Rahmat yang saat itu baru saja pulang mengantar pesanan sate kerang untuk sejumlah pelancong dari Jakarta yang mampir ke Medan.

Sejauh ini, usahanya tumbuh lumayan. Kalau pada awal usaha dia hanya memproduksi 5 kilogram kerang sehari, kini dia memproduksi puluhan kilogram. ”Rekor kami membuat 80 kilogram sehari,” ujar Rahmat bangga.

Pelanggannya, ujar Rahmat, berasal dari sejumlah daerah. Jumat siang, papan tulis di rumah produksi sate kerang Rahmat, yang juga kedai mi, penuh dengan catatan pesanan antara lain datang dari Medan, Batam, Jakarta, dan Solo.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

Sumber: Kompas.com
 

Mengenal Sinonggi, Kuliner Khas Kolaka


  Kuliner Indonesiaku


Usaha kuliner tradisional di Kolaka, Sulawesi Tenggara masih jarang dijumpai. Namun, bukan berarti tidak ada. Salah satunya adalah Rumah Makan Berkah yang berada di Jalan Ahmad Mustin Nomor 10 km 3 Kolaka. Tempatnya sangat sederhana. Di rumah makan ini hanya ada susunan meja dan kursi dengan lima orang pelayan. Namun siapa menyangka, dalam sehari rumah makan ini mampu melayani 100-150 pelanggan. 

Menu makanan tradisional Kolaka bernama "Sinonggi" menjadi andalan dari restoran milik seorang ibu rumah tangga bernama Siah tersebut.  Wanita berusia 45 tahun ini memulai usahanya baru beberapa tahun terakhir. Siah mengatakan, selain berbisnis, usahanya ini juga dimaksudkan untuk melestarikan makanan tradisional khas Kolaka. 

"Sinonggi itu kan makanan khas suku Mekongga yang merupakan suku asli orang Kolaka. Makanan ini sudah tidak ada lagi yang kita jumpai di rumah makan Kolaka. Makanya saya buat rumah makan yang menyajikan sinonggi. Saya kan juga hobi dengan makanan ini, jadi sekalian saja," terangnya, Senin (2/7/2012). 

Siah pun mulai menjelaskan tentang Sinonggi. Makanan itu berbahan dasar sagu yang telah disiram air panas. "Kalau sudah disiram pake air panas, sagu itu kan berunah jadi kenyal, baru kita potong-potong kecil. Setelah itu dicampur pakai kuah air ikan atau sayur bening. Untuk melengkapi rasanya, ikan asin yang sudah digoreng kita campurkan ke dalam mangkuk yang sudah berisi sinonggi dan kuahnya," katanya. 

Sebagai teman makan, Sinonggi biasa disajikan dengan racikan sambel tradisional. Satu porsi Sinonggi hanya dihargai sekitar Rp. 20.000. Dalam sehari restoran ini bisa meraup keuntungan sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu. Rumah Makan Berkah yang buka tiap hari mulai pukul 8.00-16.00, mencapai puncak keramaiannya ketika hari kerj,a karena tempatnya berada di kawasan perkantoran dan pertokoan di Kota Kolaka.  

Menawarkan menu makanan tradisonal dangan harga yang terjangkau menjadikan rumah makan ini alternatif pilihan bagi sebagian warga Kolaka. Contohnya Said, yang bersama keluarganya menyempatkan makan siang di tempat ini sebelum pulang ke rumahnya. "Hampir tiap hari saya ke sini. Sekarang kan dari belanja bersama keluarga, jadi sekalian saja kami singgah untuk makan siang. Sudah tentulah menu yang kami pilih itu Sinonggi. Ini satu-satunya warung yang jual Sinonggi di Kolaka, baru di sini racikan bumbunya sangat pas. Sinonggi itu kan butuh bumbu khusus. Tapi pemilik warung tidak mau memberikan resepnya," kata Said sambil tertawa. 

Pengunjung lain, Suharti, memilih membungkus menu pilihannya untuk dibawa pulang. "Saya tiap hari di sini pesan satu porsi Sinonggi untuk anak-anak di rumah. Di sini kan harganya murah jadi mending beli dari pada buat sendiri," ujarnya.

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html

 Sumber: Kompas.com 

Asyik, Kopi Berpadu dengan Terung Goreng


  Kuliner Indonesiaku


Hari itu, saya sengaja datang lebih awal dari jadwal pertemuan di Living World, Alam Sutera, Serpong, Tangerang. Sebab, saya ingin minum kopi dulu. Setelah menyusuri lantai dasar Living World, akhirnya saya menemukan My Kopi-O. Sebuah coffee shop yang cukup besar dan sangat menarik.

Yup, sangat menarik perhatian saya dengan dekorasi interiornya yang bagus. Susunan botol-botol warna-warni ditata apik di lemari besar. Kemudian penataan meja kursinya juga apik. 

Buku menunya juga lucu, berbentuk seperti buletin koran. Menu di sini banyak ragamnya, dari kopi,espresso, ice coffee, chocolate, hidangan penutup, roti panggang, western food, asian food, hingga pasta dan steak. 

Tetapi, saya ingin minum kopi dan camilan. Makanya saya pesan Kopi-O. Untuk camilan, ada yang menarik nih, “Garlic Brinjal”. Apa itu Brinjal? Oh, ternyata terung. Hmm, enak nih kayanya, coba satu deh.

Saya betah banget duduk di sini. Dekornya bagus, suasananya juga lumayan enak. Apalagi ditemani dengan secangkir kopi original alias Kopi-O, bikin saya menjadi segar kembali.  Sambil menulis-nulis beberapa ide di buku, saya pun “nyemil” garlic brinjal. Tentu saja sambil sesekali menyuruput kopi panas. Asyik banget!

Garlic brinjal adalah terung yang di potong-potong tipis memanjang, hampir seperti potongan french fries, kemudian digoreng tepung. Kemudian setelah matang diberi taburan bawang putih goreng dan daun bawang yang sudah diris-iris lembut. 

Memang enak, renyah, dan asin. Agak krenyes-krenyes. Rasa bawang putihnya juga bikin brinjal gorengnya jadi lebih beraroma. Tetapi saya belum puas nih minum kopinya. Saya pun pesan segelas Ice Mocca Vanilla. Kopi campur moka yang diberi satu sendok es krim rasa vanila. Menu yang ini juga recommended. Moka dan kopinya cukup terasa, tidak abal-abal. 

Kalau ke Living World, jangan lupa mampir ke My Kopi-O. My Kopi-O berada di Living World Alam Sutera Ground Fl Unit 35, Serpong. Harga untuk Nanyang Kopi O sebesar Rp 15.800 dan Spicy Garlic Brinjal Rp 26.800. Selamat mencoba. (Ita)

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html
 

 Sumber: Kompas.com

Entri Populer