02/03/2012
Ide Kreatif Tidak Boleh Mati
Menjadi generasi penerus Joseph Theodorus Wuliani,pendiri Joger Bali, bukan perkara mudah. Dalamperjalanan bisnis, Armand Setiawan terus-menerusdituntut untuk belajar dan inovatif. Karena itu, pantangbagi Armand mempunyai pola pikir seperti generasikedua, yang konon dianggap sebagai generasi penikmat.
Dia tetap wajib berpikir layaknya generasi pertama.
"MUNGKIN butuh seribu orang untuk bisa menggantikan Pak Joger (panggilan akrab Joseph Theodorus Wuliani)," tutur Armand Setiawan saat ditemui Jawa Pos di rumah sekaligus tokonya, Joger, Bali, Rabu lalu (29/2).
Kelihaian, kecerdasan, dan keterampilan Joseph, agaknya, selalu membayangi Armand sebagai generasi kedua Joger. Dia pun mengakui bahwa dia juga tidak mungkin sama sekali keluar dari bayang-bayang sang ayah dalam meneruskan bisniskeluarga yang kini sudah menjadi ikon Bali tersebut.
Namun, Armand tetaplah Armand, yang punya prinsip dan filosofi hidup sendiri, yang nanti bisa menjadi unsur penting dalam pengembangan bisnis Joger. "Bagaimana pun juga, saya bukan ayah saya. Meski punya gaya yang berbeda, saya optimistis inovasi-inovasi saya selalu melengkapi dan memperbaiki yang sebelumnya masih kurang," jelasnya.
Ketangguhan Armand untuk mem-buktikan kepada sang ayah bahwa dirinya bisa adalah bermula saat dia memutuskan untuk pergi sekolah ke luar negeri. Sejak SMP, pria berambut panjang ini sekolah di Australia, tepatnya di VCE The Geelong College. Dia melanjutkan sekolahnya di Negeri Kanguru tersebut hingga memperoleh gelar bachelor of business retail management di Victoria University of Technology Australia.
Kehidupan di Australia memantik diri Armand untuk menjadi pribadi yang aktif dan kreatif. Meski tinggal di negeri orang, dia juga giat berbisnis audio mobil dengan penghasilan yang lumayan tinggi dan bisa dikatakan untung besar. "Hitam di atas putih saya memang untung. Tapi, saya tidak menghitung bahwa ongkos operasional di Australia tidak saya hitung. Termasuk kuliah saya yang banyak terbengkalai. Akhirnya, ayah menyadarkan saya untuk kembali ke jalan yang benarf ungkapnya sambil tersenyum.
Akhirnya, pada 2005 setelah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, penyuka makanan Jepang ini pulang ke Bait Sebenarnya, ungkap Armand, ide-ide untuk menunjang inovasi Joger sudah dilakukannya sejak dia masih anak-anak. Namun, niat untuk serius ikut bersama-sama meningkatkan performa bisnis Joger baru muncul saat dia lulus kuliah. Satu inovasi yang dia realisasikan adalah pendirian Joger Exclusive. Joger Exclusive merupakan gerai yang sengaja untuk mendiferensiasi segmen produk Joger.
Armand mengungkapkan, saat belajar di Australia, dirinya sering bergauldengan teman-temannya yang datang dari kelas middle-high. Segmen market tersebut, tuturnya, sebenarnya banyak yang tidak mengenal Joget Pasalnya, menurut penuturan Armand, produk-produk Joger dianggap hanya bermain di segmen pasar middle-low.
Dalam gerai Joger Exclusive, Armand menawarkan produk seperti kaus, celana, merchandise unik seperti kalkulator hingga radio dengan kualitas premium. Dengan strategi tersebut, alhasil Armand berhasil memperluas segmen marketnya. Nama Joger pun lama-kelamaan jadi terkenal dan dapat diterima di segala segmen.
Setahun berjalan, rupanya, Armand masih perlu belajar banyak. Pada 2006, dia diminta sang ayah untuk pergi ke Tiongkok, guna belajar bahasa mandarin serta mengikuti perkembangan potensi ritel dan bisnis di Tiongkok. Lalu, pada 2007, dia kembali ke Perth, Australia, untuk menempuh studi master of professional marketing di Edith Cowan University.
Setelah menyandang gelar master, Armand akhirnya mencurahkan to-talitasnya untuk Joger. Diajuga mulai melakukan transformasi bisnis dan memperbaiki sistem perusahaan yang harus segera disesuaikan dengan perkembangan dunia bisnis. Dia juga gencar melakukan efisiensi dan efektivitas di tubuh perusahaan. Beberapa sistem dia ubah, seperti sistem kasie
Sebelumnya, sistem kasir di Joger sangat ribet, apalagi jika tiba musim peak season di sektor pariwisata Bali. Tak ayal, jika Joger dipadati ribuan pengunjung setiap harinya, sistemantre yang konvensional memicu antrean yang sangat panjang. Akhirnya, dia menerapkan sistem tiket antre layaknya di dunia perbankan, yang juga sudah diterapkan di beragam gerai ritel di luar negeri. Biaya investasi yang tersedot untuk sistem tersebut mencapai angka ratusan juta "Tapi, sistem itu gagal total. Antrean di Joger tidak jadi rapi, malahan makin parah. Akhirnya, sistem itu hanya bertahan tiga hari. Alatnya saja juga masih dipasang hingga sekarang untuk mengingatkan saya," jelasnya, lantas tertawa
Gagal bukan soal. Pembelajaran bisnis tetap dia jalankan demi membawa Joger ke arah yang makin baik. Tidak berhasil di permasalahan sistem, Armand mencoba menutupnya dengan keberhasilan inovasi di bagian produk. Joger mengklaim sebagai inovator pertama sandal dengan warna pasangan yang berbeda. Ide itu mumi dari hasil kreativitas Armand. "Sandal beda warna ini terinspirasi dari saya yang sering keliru pakai sandal," ungkapnya sembari tertawa
Membaca, bergaul, dan sensitif terhadap apa yang dilakukan sehari-hari merupakan kunci eksistensi Joger ke depan. "Tapi, sampai sekarang, saya masih banyak yang kurang. Pak Joger merupakan orang yang paling banyak menyumbangkan ide dan desain. Koleksi kata-katanya sudah ribuan. Sedangkan saya masih sekitar 200-an," jelasnya. Karena itu, untuk memacu produktivitas, dirinya menargetkan setiap hari harus muncul satu kata-kata unik, (gal/cl/dos)
Sumber : Indo Pos