18/01/2012
Potensi Bisnisnya Besar
Menjamurnya hotel bujet berangkat dari banyaknya pebisnis asal Jakarta yang tidak bisa menemukan hotel memadai di luar kota. Mereka biasanya ada di level manajer atau supervisi yang membutuhkan tempat istirahat nyaman namun murah. Pada awal perkembangannya, ada pandangan miring hotel bujet sama dengan hotel mesum. Sekarang anggapan itu sudah tidak ada lagi karena desain fisiknya berbeda. Hotel bujet lebih terbuka dan bersih.
Hotel bujet biasanya berkembang di ibukota provinsi. Untuk bisa berkembang bagus, pengembang harus memilih lokasi strategis yang dekat pusat keramaian atau area komersial. Di Jakarta, contohnya, di Mangga Dua, di Bali, Kuta. Sebab, pengunjung ingin serba praktis, apalagi hotel bujet tidak menyediakan restoran dan minimarket.
Dengan segmen pebisnis, hotel bujet tidak perlu fasilitas neko-neko Komar biasanya lebih kecil dan fungsional. Namun, fasilitas yang harus ado yaitu wi-fi gratis don so/ely deposit box. Tidak perlu fasilitas olahrago dan restoran. Fasilitas ruang rapat tergantung pengelola. Misalnya agar pengunjung lelbih banyak.
Dengan jumlah kamar paling banyak 150 unit, umumnya hotel bujet mengenakan tarif Rp 300.000-Rp 400.000 per malam. Tarif itu setara dengan hotel bintang 2, sebab Kalau di atas itu, sudah berbenturan dengan hotel bintang tiga
Potensi pasar yang besar membuat banyak pengembang tertarik masuk ke bisnis hotel bujet. Biaya konstruksinya iugo lebih murah, antara US$ 20.000 sampai US$ 30.000 per kamar. Sedangkan hotel bintang 5 biasanya mencapai US$ 100.000 per kamar. Biaya operasional dan SDM pun jatuhnya akan lebih murah.
Okupansi hotel bujet rata-rata 80%, lebih bagus dibanding hotel berbintang. Namun banyaknya pemain baru yang tertarik membuat persaingan bisnis hotel bujet semakin ketat.
Menjamurnya hotel bujet berangkat dari banyaknya pebisnis asal Jakarta yang tidak bisa menemukan hotel memadai di luar kota. Mereka biasanya ada di level manajer atau supervisi yang membutuhkan tempat istirahat nyaman namun murah. Pada awal perkembangannya, ada pandangan miring hotel bujet sama dengan hotel mesum. Sekarang anggapan itu sudah tidak ada lagi karena desain fisiknya berbeda. Hotel bujet lebih terbuka dan bersih.
Hotel bujet biasanya berkembang di ibukota provinsi. Untuk bisa berkembang bagus, pengembang harus memilih lokasi strategis yang dekat pusat keramaian atau area komersial. Di Jakarta, contohnya, di Mangga Dua, di Bali, Kuta. Sebab, pengunjung ingin serba praktis, apalagi hotel bujet tidak menyediakan restoran dan minimarket.
Dengan segmen pebisnis, hotel bujet tidak perlu fasilitas neko-neko Komar biasanya lebih kecil dan fungsional. Namun, fasilitas yang harus ado yaitu wi-fi gratis don so/ely deposit box. Tidak perlu fasilitas olahrago dan restoran. Fasilitas ruang rapat tergantung pengelola. Misalnya agar pengunjung lelbih banyak.
Dengan jumlah kamar paling banyak 150 unit, umumnya hotel bujet mengenakan tarif Rp 300.000-Rp 400.000 per malam. Tarif itu setara dengan hotel bintang 2, sebab Kalau di atas itu, sudah berbenturan dengan hotel bintang tiga
Potensi pasar yang besar membuat banyak pengembang tertarik masuk ke bisnis hotel bujet. Biaya konstruksinya iugo lebih murah, antara US$ 20.000 sampai US$ 30.000 per kamar. Sedangkan hotel bintang 5 biasanya mencapai US$ 100.000 per kamar. Biaya operasional dan SDM pun jatuhnya akan lebih murah.
Okupansi hotel bujet rata-rata 80%, lebih bagus dibanding hotel berbintang. Namun banyaknya pemain baru yang tertarik membuat persaingan bisnis hotel bujet semakin ketat.
Sumber : Harian Kontan
Adisti Dini Indreswari