28/12/2011
Waralaba Lokal Gencar Ekspansi ke Luar Negeri
Perusahaan waralaba lokal cukup ekspansif ke luar negeri. Perhimpunan
Waralaba Indonesia mencatat, hingga saat ini, setidaknya 20 merek lokal
sudah membuka gerai di luar. Itu dimulai oleh California Fried Chicken
yang pada 1996 membuka 20 gerai di China. Selanjutnya, Es Teler 77 di Australia, serta restoran kopi dan makanan khas Sunda di Malaysia dan Singapura.
Tahun
depan, perusahaan salon Muslimah akan berekspansi ke Kuwait. Pada tahun
yang sama, pengusaha ayam bakar tulang lunak Hayam Wuruk menyusul 20
lainnya.
Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba
Indonesia (Wali) berpendapat, merek lokal memang punya daya tarik bagi
asing. Itu sebabnya, pengusaha Indonesia berani mencicipi pasar asing.
"Selama
ini, kita cuma digempur asing. Katakanlah dari 1.219 perusahaan
waralaba di Indonesia, sebanyak 506 di antaranya, atau 60 persen,
bermerek lokal. Tapi, kontribusi omzetnya mencapai Rp 100,8 triliun atau
70 persen dari turn over franchise nasional tahun ini. Maka,
wajar merek lokal pelan-pelan mengembangkan bisnis di dalam dan luar
negeri. Toh, asing juga kepincut menjual produk asal Indonesia," kata
Amir.
Baru-baru ini, Kementerian Perdagangan Amerika Serikat
mengungkapkan ketertarikannya dengan waralaba Indonesia. Pengusaha
Negeri Uwak Sam ini berniat memboyong satu merek Indonesia ke sana.
Menurut Amir, minat itu mesti direspons. Alasannya, menguntungkan.
"Selama ini belum ada yang ekspansi ke sana. Kita bisa mengekspor merek,
mempertegas HAKI, dan menjual produk kreatif. Dari situ, kan, devisa
masuk," ujar Amir kepada Kontan, Jumat (16/12/2011).
Bisa
jadi, kata Amir, AS membaca kerinduan WNI dengan masakan kampung
halamannya, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan Indonesia. Dia
menyebut, kekhasan Amerika adalah tidak mengutamakan merek, tetapi lebih
ke produk. "Saya yakin, spa punya potensi ekspansi ke AS soalnya
konsumennya ekonomi menengah ke atas. Di negara lain, rata-rata omzet
spa Indonesia bagus, artinya ada pasarnya," ujarnya.
Sekadar
gambaran, biaya waralaba di Malaysia sekitar Rp 500 juta, sedangkan di
Amerika mencapai 500.000 dollar AS- 1 juta dollar AS. Dari situ, pemilik
waralaba (franchisor) akan mendapat royalti 10 persen per bulan. Selebihnya, franchisor dan pembeli waralaba (franchisee) berbagi omzet. "Benefitnya bagus. Sayang, pewaralaba lokal sulit punya akses ke luar, harus proaktif sendiri," kata Amir.
Sumber : Harian Kontan
(Maria Rosita)