4/12/2011
Berbisnis dengan Konsep Syariah
ADA yang berbeda dari Teuku Chaidil dalam mengembangkan usaha bubur Acehnya. Jika kebetulan menyambangi ouriet-nya di kawasan Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, Anda akan disambut nuansa islami yang cukup kental.
Pelayannya mengenakan baju gamis layaknya di Timur Tengah. Anda juga tidak akan menemukan deretan bangku dan kursi yang diisi konsumen perempuan dan laki-laki secara bersamaan.Chaidil sengaja menerapkan konsep syariah untuk menandakan daerah tempat asalnya di Negeri Serambi Mekkah. Konsep tersebut menurutnya tidak terlepas dari pengalaman hidupnya, terlebih sejak dia mengenal hukum-hukum Islam termasuk yang berlandaskan Alquran dan Hadis di tahun 2003.
Sejak itu, dia memutuskan mengubah pola bisnis yang di jalan-kannya. Konsep ini memang sempat membuat salah satu usahanya di Aceh mengalami penurunan drastis, namun hal tersebut tidak membuat Chaidil menyerah. Saat itu sekitar awal tahun 2000-an, dia menerapkan konsep kafe lengkap dengan hiburan berupa live music
Di antara beberapa konsep syariah yang dilakukannya adalah selalu menutup toko di saat memasuki waktu salat Konsep inilah yang kemudian membuat dia menerapkan konsep take away."Kha selalu buka, hanya waktu salat kita tutup 30 menit," ujarnya.
Selain itu, Chaidil juga menutup usaha di saat hari besar keagamaan. Seperti halnya pada Idul Adha dan Idul Fitri. Seperti Idul Adha yang baru lalu, dia membuat pengumuman berbunyi "Selama liburan Idul Adha ki ta tu tup lima hari mulai, 5 November s/d9November2011".
Kini Chaidil tidak lagi terjun langsung ke outlet dan memberikan kepercayaan kepada seorang manajer toko. Saat ini, dari tiga out/et-nya, Chaidil telah memiliki 25 orang karyawan. Kesejahteraan karyawan pun diperhatikan dengan memberikan gaji disertai tunjangan untuk istri, tunjangan untuk anak, tunjangan jabatan, uang makan, dan uang jaga outlet.
Karena menerapkan konsep syariah, Chaidil juga tidak lagi menjual rokok. Ini adalah hasil dari perenungannya setelah dia belajar ilmu agama. Dia mengaku merasakan sesuatu yang kurang berkenan saat mempraktikkan bisnis secara konvensional.
"Banyaknya perubahan yang saya lakukan. Saya mendapat cemooh dan membuat kaula muda menjauh dari cafe kami, angka penjualanpun turun drastis," kenang dia.Ke depan, Chaidil berencana mengajak orang lain untuk bermitra dengan sistem waralaba. Sayangnya, tidak dalam waktu dekat karena outlet miliknya yang dinamakan Aceh Jezz Bubur itu masih mematangkan konsep dan sedang menyusun lisensi waralabanya.
Menurut Chaidil, sejak di Banda Aceh banyak yang sudah meminta informasi tentang waralaba usahanya, dan semakin ramai ketika banyak stasiun Televisi dan media cetak mengulas usahanya.
"Untuk pengurusan franchise yang pertama sekali syaratnya harus sudah limat tahun dulu, kita baru 4 tahun dan selain itu bentuk usaha harus PT serta harus terdaftar di kementerian kehakiman.Unrukitukitasedangprosesmekanisme,SOP,sumber daya manusia, kalau semua sudah baku baru kita tawarkan," tuturnya.
ADA yang berbeda dari Teuku Chaidil dalam mengembangkan usaha bubur Acehnya. Jika kebetulan menyambangi ouriet-nya di kawasan Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, Anda akan disambut nuansa islami yang cukup kental.
Pelayannya mengenakan baju gamis layaknya di Timur Tengah. Anda juga tidak akan menemukan deretan bangku dan kursi yang diisi konsumen perempuan dan laki-laki secara bersamaan.Chaidil sengaja menerapkan konsep syariah untuk menandakan daerah tempat asalnya di Negeri Serambi Mekkah. Konsep tersebut menurutnya tidak terlepas dari pengalaman hidupnya, terlebih sejak dia mengenal hukum-hukum Islam termasuk yang berlandaskan Alquran dan Hadis di tahun 2003.
Sejak itu, dia memutuskan mengubah pola bisnis yang di jalan-kannya. Konsep ini memang sempat membuat salah satu usahanya di Aceh mengalami penurunan drastis, namun hal tersebut tidak membuat Chaidil menyerah. Saat itu sekitar awal tahun 2000-an, dia menerapkan konsep kafe lengkap dengan hiburan berupa live music
Di antara beberapa konsep syariah yang dilakukannya adalah selalu menutup toko di saat memasuki waktu salat Konsep inilah yang kemudian membuat dia menerapkan konsep take away."Kha selalu buka, hanya waktu salat kita tutup 30 menit," ujarnya.
Selain itu, Chaidil juga menutup usaha di saat hari besar keagamaan. Seperti halnya pada Idul Adha dan Idul Fitri. Seperti Idul Adha yang baru lalu, dia membuat pengumuman berbunyi "Selama liburan Idul Adha ki ta tu tup lima hari mulai, 5 November s/d9November2011".
Kini Chaidil tidak lagi terjun langsung ke outlet dan memberikan kepercayaan kepada seorang manajer toko. Saat ini, dari tiga out/et-nya, Chaidil telah memiliki 25 orang karyawan. Kesejahteraan karyawan pun diperhatikan dengan memberikan gaji disertai tunjangan untuk istri, tunjangan untuk anak, tunjangan jabatan, uang makan, dan uang jaga outlet.
Karena menerapkan konsep syariah, Chaidil juga tidak lagi menjual rokok. Ini adalah hasil dari perenungannya setelah dia belajar ilmu agama. Dia mengaku merasakan sesuatu yang kurang berkenan saat mempraktikkan bisnis secara konvensional.
"Banyaknya perubahan yang saya lakukan. Saya mendapat cemooh dan membuat kaula muda menjauh dari cafe kami, angka penjualanpun turun drastis," kenang dia.Ke depan, Chaidil berencana mengajak orang lain untuk bermitra dengan sistem waralaba. Sayangnya, tidak dalam waktu dekat karena outlet miliknya yang dinamakan Aceh Jezz Bubur itu masih mematangkan konsep dan sedang menyusun lisensi waralabanya.
Menurut Chaidil, sejak di Banda Aceh banyak yang sudah meminta informasi tentang waralaba usahanya, dan semakin ramai ketika banyak stasiun Televisi dan media cetak mengulas usahanya.
"Untuk pengurusan franchise yang pertama sekali syaratnya harus sudah limat tahun dulu, kita baru 4 tahun dan selain itu bentuk usaha harus PT serta harus terdaftar di kementerian kehakiman.Unrukitukitasedangprosesmekanisme,SOP,sumber daya manusia, kalau semua sudah baku baru kita tawarkan," tuturnya.
Sumber :Harian Seputar Indonesia