11/01/2011
Hidayat, Sales yang Sukses Menjadi Pengusaha Madu
Hidayat, Sales yang Sukses Menjadi Pengusaha Madu
Sempat menjadi juru jual madu, Sri Hidayat akhirnya berhasil menjadi
pengusaha madu kemasan dan curah nan sukses. Meski pernah dikecewakan
mitranya, kini ia bisa mendirikan perusahaan sendiri. Omzet usahanya
mencapai Rp 300 juta per bulan.'
Percaya pada kemampuan diri
sendiri dan selalu pantang menyerah akan berujung pada kesuksesan. Sri
Hidayat membuktikan kebenaran petuah itu. Keberhasilannya membangun CV
Madu Apiari Mutiara, perusahaan penghasil madu kemasan, tak lepas dari
kemauan dia untuk belajar dan bekerja keras agar selalu maju.
Lewat
tangan dingin pengusaha yang biasa dipanggil Hidayat ini, CV Madu
Apiari mampu bersaing di pasar madu kemasan nasional. Perusahaan yang
terkenal dengan merek Madu Mutiara Ibu ini juga berhasil membuat beragam
produk turunan madu seperti sampo, sabun cair, tetes mata, propolis,
royal jelly, dan sebagainya. Kini penjualan Madu Apiari Mutiara mencapai
3 ton madu sebulan.
Selain dalam kemasan, Hidayat juga memasok
madu curah ke beberapa produsen makanan seperti PT Holdin dan PT
Suprasari. Saban bulan, omzet usaha penjualan madu ini mencapai Rp 300
juta. Total nilai aset Madu Apriari saat ini sudah mencapai Rp 3 miliar.
Perjuangan
Hidayat membesarkan Madu Apiari bukan tanpa hambatan. Ia harus melewati
rintangan, bahkan dari rekan bisnisnya sendiri. Lulusan Diploma III
Institut Pertanian Bogor (IPB) itu sebenarnya berangan-angan menjadi
guru. Namun, ketika melanjutkan kuliah S-1 di Universitas Siliwangi
(Unsil), ia memutuskan berkarier di bidang pertanian.
Setelah
lulus, Hidayat bekerja di perusahaan pupuk. Tapi ketika sudah
berkeluarga, ia terpaksa mengundurkan diri karena harus sering bertugas
ke luar kota. Hidayat mencari pekerjaan apa saja asal dekat dengan
keluarga. “Waktu itu pilihan yang ada menjadi salesman madu,” katanya.
Hidayat
lantas bekerja di perusahaan madu besar di Depok, Jawa Barat, itu. Dia
mendapat tugas memasarkan madu-madu produksi perusahaan itu. Meski tanpa
bekal ilmu pemasaran, ia tetap percaya diri. “Yang penting tetap
semangat,” ujarnya.
Hidayat selalu bisa memenuhi target
perusahaan. Target mendapatkan 150 agen madu hanya dalam tempo tiga
bulan berhasil ia penuhi dalam sebulan. "Waktu itu, saya masuk ke
pasar-pasar dan mal untuk menawari setiap orang," kenang Hidayat.
Karena
target sudah terpenuhi, Hidayat penasaran pada seluk-beluk bisnis madu.
Ia lantas mengikuti kursus budidaya lebah di almamaternya. Dari sinilah
Hidayat mendapatkan pengetahuan tentang lika-liku produksi madu.
Kebetulan, untuk praktik, dia mendapatkan 40 koloni lebah. Alhasil,
sambil bekerja sebagai tenaga pemasar, Hidayat juga berusaha memproduksi
madu sendiri.
Untuk menambah penghasilan keluarga, madu-madu
hasil lebah piaraannya dijual ke perusahaan tempatnya bekerja. Nah, dari
sini dia makin tahu seluk-beluk bisnis madu. Pasalnya, madunya dihargai
cukup murah oleh perusahaan, tetapi menjadi mahal ketika sudah dia
kemas dan dijual.
Setelah paham betapa menguntungkannya bisnis
ini, lima tahun kemudian Hidayat memutuskan keluar dari pekerjaannya.
Istrinya sempat menentang lantaran gaji sebagai karyawan dan hasil
penjualan madu sudah cukup membiayai hidup. Tapi, jiwa wiraswasta
Hidayat kadung menyala.
Dipecat mitra sendiri
Hidayat
lantas mengajak teman yang lebih dulu berbisnis madu untuk bekerja sama
membuat madu kemasan. Pada tahun 2005, perusahaan tersebut berdiri.
Hidayat menyuntikkan modal Rp 30 juta, sementara sang rekan Rp 70 juta.
Tak
disangka, secara mendadak Hidayat yang memimpin operasional perusahaan
itu diberhentikan sepihak oleh rekan bisnisnya. “Saya tidak menyangka
padahal selama lima tahun bekerja sama, hubungan kami baik-baik saja,”
katanya. Dia mengaku kecewa, tapi juga ikhlas. Perusahaan yang dibangun
dengan modal Rp 100 juta tersebut saat itu memiliki aset senilai Rp 1,3
miliar.
Namun, Hidayat tak lantas terpuruk. Berkat hubungannya
yang baik dengan rekan-rekannya saat menjadi pemasar madu, ia
mendapatkan kepercayaan dari seorang teman. Ia dipinjami modal usaha
sebesar Rp 200 juta. “Saya dipercaya karena mampu menghasilkan madu
berkualitas dengan harga murah,” katanya.
Dengan modal koloni
lebah sebanyak 120 kotak di Subang, Hidayat merintis lagi usaha madu
dari awal dengan nama CV Madu Apriari Mutiara di tahun 2005. Rumahnya di
Cimanggis dia jadikan sebagai tempat pengolahan madu.
Hidayat
memproduksi dan memasarkan madu ke agen-agen penjual yang pernah menjadi
mitranya dulu. Ia pun menggunakan website untuk memperluas pasar.
Tiga
bulan pertama, usaha ini mulai terlihat hasilnya. Jika pada awal usaha
omzetnya hanya Rp 150 juta per bulan, sekarang sudah Rp 300 juta per
bulan. “Kebutuhan madu masih besar, saya sering kekurangan stok bahan
baku," katanya.
Ke depan Hidayat ingin membuat madu kualitas
tinggi untuk dijual ke kalangan menengah atas. “Untuk memperluas pasar
madu,” katanya.
Sumber : Harian Kontan