27/09/2011
Siapa sangka, Sekolah Putik Indonesia yang kini memiliki empat cabang
di Jakarta
Siapa sangka, Sekolah Putik Indonesia yang kini memiliki empat cabang
di Jakarta dulunya dimulai dari lahan mungil di rumah orang tua sang
pendiri, Nina Estanto. Ditemui di salah satu sekolahnya di kawasan
Cipayung, Jakarta Timur, Nina mengatakan bahwa saat itu Sekolah Putik
dijalankan hanya oleh lima staf pengajar, termasuk dirinya.
Pada
awalnya, Nina tidak memiliki latar belakang di bidang pendidikan anak.
Ia adalah alumni jurusan komunikasi dari Universitas Indonesia dan
pernah bekerja sebagai wartawan. Setelah menikah dengan Bob Dafonso
Estanto, seorang pegawai bank asing, ia ikut sang suami pindah ke
Skotlandia pada 2001. Di sana Nina sekaligus melanjutkan pendidikan
jurnalistiknya di University of Strathclyde.
Berubah pikiran soal anak
Pengalaman
di Skotlandia membuka matanya tentang banyak hal dalam dunia anak
beserta aspek pendidikannya. “Saat kuliah di Skotlandia, para dosen
selalu memberikan tugas penulisan yang membutuhkan riset. Karena masalah
anak dan perempuan selalu menjadi sorotan di sana, saya pun banyak
melakukan riset tentang dua objek tersebut,” kenang Nina.
Misalnya
pada 2001, ia melakukan riset tentang pola pendidikan anak usia dini.
Perempuan kelahiran Solo, 18 Desember 1972 tersebut menjelaskan, di
Inggris, anak-anak usia satu sampai lima tahun tidak dipaksa untuk
belajar baca tulis. Mereka justru diberi kebebasan untuk bermain, tapi
tentunya dengan permainan yang mengedukasi si anak.
Hal itu agak
mengejutkan Nina karena sebelumnya ia sudah bertekad ingin mengajari
anaknya membaca dan menulis sedini mungkin. Ia juga ingin anak-anaknya
bisa cepat mengusai berbagai bahasa. Setelah melakukan berbagai riset,
semua keinginan Nina tersebut jadi luntur.
“Anak bukanlah mesin
yang bisa diatur semau kita. Mereka bisa jenuh dan kehilangan minat
belajar jika di usia dini sudah dipaksa untuk berpikir. Semua itu ada
saatnya,” ujar ibu dari Khalista Diva Estanto (11 tahun), Kiara Daviana
Estanto (7 tahun), dan Benawa Daniswan Estanto (1 tahun 8 bulan).
Ucapannya
terbukti ketika seorang temannya mengeluhkan anaknya tidak bisa baca
tulis di usia tujuh tahun. “Letak kesalahannya ada pada teman saya yang
telah menyekolahkan anaknya dan memaksanya bisa baca tulis sejak usia
dua tahun,” ujar Nina tegas. Menurutnya, anak malah akan menjadi jenuh
dan kehilangan minat belajar.
Nina akhirnya juga menemukan banyak
hal lain menyangkut dunia ibu dan anak, terutama mengenai cara mendidik
anak. Ia menerangkan, orang tua di Eropa tidak menerapkan gaya
pendidikan modern, tapi justru menerapkan budaya lokal sejak dini.
Selain itu, para orang tua juga mengajarkan anak menguasai bahasa ibu,
termasuk memperkaya kosa kata anak, dan menyajikan informasi yang jelas
serta logis. Dengan demikian terciptalah perilaku anak yang baik,
berwawasan luas, dan berkarakter positif.
Ia memberikan contoh. Di Inggris, anak-anak dibiasakan mengucapkan kata "please"
jika ingin meminta sesuatu dari orang lain. “Sangat sopan karena sejak
kecil anak-anak sudah dibiasakan untuk berperilaku positif,” tambahnya.
Ingin punya sekolah sendiri
Setelah
setahun menempuh pendidikan di Skotlandia, Nina kembali ke Jakarta dan
bekerja sebagai wartawan di bagian pemberitaan salah satu stasiun
televisi. Di tanah air, ia sering menemukan kejadian yang membuatnya
semakin prihatin akan perilaku anak saat ini.
Suatu
hari ia berjalan-jalan di sebuah mal. Tiba-tiba seorang anak kecil yang
sedang berlari menabraknya. Nina sangat terkejut karena anak tersebut
malah memaki sambil memelototinya.
Tidak hanya itu. Ia juga pernah
melihat orang tua yang menyuruh sang anaknya menyerobot barisan
orang-orang yang sedang mengantre di sebuah pasar swalayan.“Saya sangat menyayangkan kejadian yang membuat anak-anak jadi berperilaku tidak baik pada orang lain,” tuturnya.
Pengalaman
itu membuatnya bertekad menghindarkan anak-anaknya dari hal serupa.
Kebetulan saat itu salah satu putrinya hendak masuk tingkat prasekolah.
Nina pun berkeliling menyurvei sekolah. “Ternyata tidak ada sekolah yang
sesuai dengan idealisme saya. Semua sekolah menawarkan janji agar anak
bisa secara instan menguasai bahasa asing, menguasai teknologi internet,
dan sebagainya,” ujar Nina.
Nina mengatakan bahwa ia sebenarnya
tidak anti sekolah bilingual (dua bahasa, terutama Indonesia dan
Inggris, RED). Namun ia berpendapat bahwa anak akan sulit menerima
informasi jika di sekolah berkomunikasi dengan bahasa yang tidak
digunakannya sehari-hari atau bahasa ibu. Selain itu, berdasarkan riset
yang pernah dilakukannya, di usia dini anak membutuhkan pendidikan yang
sesuai tingkat kemampuannya.
Tercetuslah dalam pikirannya untuk
membangun sekolah sendiri. Sekolah yang ia inginkan benar-benar berbeda
dari yang sudah ada. Kebanyakan pengelola pendidikan prasekolah sedang
marak menawarkan sistem pendidikan bilingual dan kecanggihan sistem
pendidikan lainnya. Sementara yang Nina tawarkan “hanya” pendidikan
prasekolah usia satu hingga lima tahun yang menggunakan edukasi berbasis
bahasa ibu.
Sistem pendidikan yang diterapkannya lebih menekankan
aspek-aspek sosial, emosional, budi pekerti, dan agama. “Kami yakin,
penguasaan bahasa ibu atau bahasa Indonesia dengan baik sejak dini,
adalah awal kecerdasan anak untuk menerima ilmu pengetahuan dan
menguasai bahasa lainnya,” Nina menjelaskan dengan bersemangat.
Keinginan
Nina ini ternyata sangat didukung sang suami. Ia setuju dengan konsep
pendidikan yang diidam-idamkan Nina. Dengan modal tabungan, mereka
berdua membeli berbagai peralatan dan kebutuhan sekolah. Sebuah ruang
kosong di samping rumah orang tua Nina di Cipayung dirombak untuk
dijadikan tempat belajar.
Mengajarkan nilai lokal
Pada
7 April 2002, pendidikan prasekolah miliknya pun resmi dibuka. Promosi
dilakukan dengan modal spanduk yang bertuliskan konsep dan idealisme
sekolah yang diberi nama Putik ini. Untuk memantapkan program belajar,
Nina bekerja sama dengan teman-temannya dari jurusan psikologi dan juga
teman-temannya yang berprofesi sebagai pengajar prasekolah anak.
Baru
sehari pasang spanduk, ternyata respons membludak. Banyak orang tua
datang dan ingin tahu lebih dalam tentang konsep pendidikan yang
diciptakan Nina. “Saat itu sayalah yang menjelaskan dan meyakinkan pada
calon orang tua murid. Masing-masing saya ceramahi selama dua jam
mengenai konsep prasekolah ini,” katanya sambil tersenyum.
Ia
mengatakan, bahasa bilingual tetap diajarkan di Sekolah Putik, namun
tidak untuk pendidikan prasekolah. Bahasa asing diajarkan setelah anak
duduk di tingkat SD. Nina berpendapat bahwa bahasa asing akan dikuasai
anak melalui kebiasaan, bukan karena belajar di sekolah. Jika kedua
orang tua tidak berbahasa asing di rumah, maka anak pun tidak akan bisa
berbahasa asing dengan lancar.
Dalam waktu kurang dari
seminggu, ia mendapatkan 20 murid. Ia mengatakan, kebanyakan orang tua
yang mendaftarkan anaknya memiliki latar belakang pendidikan tinggi.
“Mereka lega bisa menemukan sekolah Putik karena metode belajar seperti
inilah yang selama ini mereka cari,” ujarnya.
Salah satu cara
Sekolah Putik menanamkan nilai-nilai lokal adalah dengan membiasakan
murid menyapa guru dengan sebutan “Ibu”, bukan “Miss”, serta menyebut
pegawai lain di sekolah dengan panggilan “Mbak” atau “Mas”. Pembagian
tingkat kelas prasekolah pun unik karena menggunakan sebutan umum dalam
kehidupan sehari-hari.
Ada kelas Dede Kecil (usia 1,5 – 2 tahun),
Dede (2 – 3 tahun), dan Adik (3 – 4 tahun). Selain prasekolah, Putik
juga memiliki TK yang dibagi menjadi TK A (4 – 5 tahun) dan B (5 – 6
tahun). Atas permintaan para orang tua, pada 2009 berdirilah SD Putik di
Cipayung. Agar setiap murid mendapat perhatian penuh, di masing-masing
kelas jumlah pengajar ditentukan berdasarkan jumlah murid.
Misalnya
di kelas Dede, perbandingan jumlah pengajar dengan murid adalah 1 : 6.
Artinya satu orang guru menangani enam murid. Sementara untuk kelas
Adik perbandingannya 1 : 7. Hal ini akan memungkinkan semua anak
ditangani secara individual, sehingga guru maupun murid dapat fokus
dalam kegiatan belajar mengajar.
Pilih-pilih mitra
Untuk
menjaga kualitas pendidikan, Nina memilih staf pengajar yang
benar-benar memiliki dedikasi. Itu sebabnya kualitas pengajar menjadi
salah satu modal utama dalam menjalankan usaha Sekolah Putik. Nina
selalu berupaya memotivasi para staf dan menerapkan disiplin dalam
bekerja. Ia hanya menerima para guru yang benar-benar mencintai bidang
pendidikan.
“Mendidik guru lebih sulit ketimbang mendidik siswa.
Saya tidak mau guru sekadar mengajar, lalu pulang. Di sini semua guru
harus bisa melayani anak dan orang tua, disiplin dengan kehadiran dan
kondisi di kelas, serta mau menambah wawasan,” ujarnya.
Nina
kerap memberikan buku-buku seputar topik psikologi dan anak untuk
menambah wawasan para staf pengajarnya. Ia juga menugaskan mereka untuk
menuliskan ringkasan buku-buku tersebut. Ia menegaskan, secanggih
apapun, suatu sekolah tidak akan maju jika staf pengajarnya payah.
Konsep
Putik yang lain dari yang lain menjadi daya tarik tersendiri bagi
beberapa kalangan investor yang ingin bermitra. Namun Nina tidak
sembarang menerima mitra usaha. Baginya, bermitra adalah salah satu cara
untuk memperluas konsep dan metode pendidikan yang ia terapkan.
“Jika
bermitra dengan Putik, jangan harap mendapat keuntungan instan. Yang
terpenting adalah mempertahankan idealisme Putik dan terjun langsung
dalam kegiatan operasional,” katanya.
Contoh nyata ada pada diri
Nina dan suaminya sendiri. Agar lebih fokus menangani Putik, pada 2002
Nina berhenti dari pekerjaannya sebagai wartawan. Sang suami pun
mengikuti jejak Nina dan berhenti bekerja di bank asing. Kini mereka
berdua berkonsentrasi menangani Sekolah Putik.
Saat ini sekolah
Putik sudah memiliki 350 siswa yang tersebar di empat lokasi di Jakarta.
“Awalnya saya sama sekali tidak menyangka bisa membesarkan Sekolah
Putik seperti ini. Semoga kami bisa membangun Putik sampai tingkat
universitas,” ujar Nina mengakhiri pembicaraan.
Putik Cipayung
Jl. Raya Binamarga No. 45 A., Cipayung JKT 13840. Tel./Fax 8455138/84301902
Jl. Raya Binamarga No. 45 A., Cipayung JKT 13840. Tel./Fax 8455138/84301902
Putik Duren Sawit
Jl. Lingkar Duren Sawit Blok K2-No. 5 Duren Sawit Jkt. 13470.Tel./Fax 8623117
Jl. Lingkar Duren Sawit Blok K2-No. 5 Duren Sawit Jkt. 13470.Tel./Fax 8623117
Putik Cinere
Jl. Damai Buntu No. 45 - PLN Gandul, Cinere 16512, Tel.021- 7530412/8455138
Putik Cibubur
Jl. KH. Rafe'i No. 168 Ciangsana-Kawasan Cibubur Tel.021. 82491061/Fax.82491637
Jl. KH. Rafe'i No. 168 Ciangsana-Kawasan Cibubur Tel.021. 82491061/Fax.82491637
Sumber : female,kompas