06/08/2011
Terapkan ibadah dalam Usaha
President & CEO Gesa Assistance
NERACA. Menjadikan segala sesuatu dalam karir sebagai ibadah ternyata membawa dampak luar biasa bagi Ramli Hassan. Betapa tidak, dengan niat sucinya untuk membuat orang lain bahagia, ia sukses melakoni bisnis asistensi asuransi selama belasan tahun di Indonesia. Kini, perusahaannya menjadi contoh perusahaan lainnya.
"Saya telah menjalani bisnis ini selama 16 tahun, bahkan boleh dibilang 17 tahun berikut persiapan-persiapannya. Dalam menjalani bisnis ini yang terpenting adalah kita bisa melakukan ibadah sekaligus berbisnis. Karena dengan melakukan bisnis ini, kita dapat membuat oranglain bahagia,. Kita punya tanggungjawab karena kita bermitradengan asuransi," tegas Ramli.
Meskipun kini bisnis yang ia jalani menuai sukses, bukan berarti semua berjalan sesuai harapan. Pasalnya, ketika terjadi krisis di tahun 1997-1998. Perusahaan utama yang berlokasi di Prancis tidak lagi mempercayai Indonesia sebagai negara yang aman untuk perusahaannya. Akibatnya, ia memutuskan untuk keluar dari principal dan tetap menekuni usaha ini di Indonesia. "Setelah bolak-balik untuk memberikan kepercayaan dan mereka tetap tidak mau, akhirnya saya putuskan untuk bergerak sendiri di sini," katanya.
Keputusan yang ia ambil ini dikarenakan di Indonesia dia telah memiliki klien serta beberapa orang karyawan.Tentunyasangat disayangkan kalau semua karyawannya dirumahkan karena perusahaan ini tutup. "Pada 2002 saya putuskan untuk dirikan terus usaha ini, karena semuanya telah saya miliki, kenapa harus ragu menjalani ini," ungkapnya.
Dalam mengembangkan usaha ini, Ramli lebih memfokuskan pada masalah health management, dan ini tentu harus didukung dengan SDM yang mumpuni kalau ingin bertahan. Soal SDM ia tidak pernah ragu akan kemampuan SDM lokal. Makanya, seluruh karyawannya yang berjumlah 1 SO orang ini semuanya berasal dari Indonesia. Tak hanya itu, ia telah matang dalam hal pengalaman di bidang asisitensi asuransi ini. "Kita tidak terapkan premi karena kitapartner asuransi, tapi asuransilah yang kasih kita fee sesuai yang telah disepakati," jelasnya.
Tidak berlakukan Target
Biasanya, perusahaan macam ini selalu menerapkan target pada karyawannya. Dan kalau tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, maka tidak mustahil karyawan tersebut ditendang. Tidak demikian dengan Gesa Assistance. Di perusahaan ini semua karyawan tidak terpatok pada sebuah target yang harus di capai. Karena jika diberi target, Ramli sang pemimpin percaya, setiap karyawannya akan stress dan akan mengakibatkan kinerja para karyawannya tidak baik.
"Lagian kan kalau ditarget ituyang dicari keuntungan semata. Kalau di sini tidak demikian, karena selain kita berusaha kita juga ingin beribadah. Intinya, tujuan kita di sini bukanlah soal keuntungan semata," kata ayah tiga anak ini.
Pilih WNA Soal kewarganegaraan, pria asal Singapura ini masih enggan memilih untuk pindah kewarganegaraan menjadi WNI. Meskipun diakuinya ia bisa saja menjadi WNI karena telah tinggal belasan tahun di Indonesia. Dan tentunya, ini akan banyak membantu dia mengembangkan karirnya. Keengganannya berpindah kewarganegaraan dikarenakan Indonesia tidak bisa memiliki dual kewarganegaraan.
Selain itu, anak-anaknya masih merupakan warga negara Singapura yang suatu saat harus kembali ke negara asalnya untuk menjalankan wamil (wajib militer).
Meski berkewarga negaraan Singapura, Ramli merasa asing terhadap tanah kelahirannya. Maklum, hari-hari yang telah dijalaninya kebanyakn ia habiskan di Eropa. Sementara Indonesia, memiliki tempat tersendiri di hatinya. "Saya telah 17 tahun di negara ini (Indonesia), walaupun saya orang Singapura saya sangat mencintai negara ini. Karena di negara inilah saya dapat mengais rezeki, dan saya rasa Indonesia punya potensi rumah sakit yang baik," kata jebolan bisnis manajeman Prancis ini. (syaikh)
Sumber: Harian Neraca
President & CEO Gesa Assistance
NERACA. Menjadikan segala sesuatu dalam karir sebagai ibadah ternyata membawa dampak luar biasa bagi Ramli Hassan. Betapa tidak, dengan niat sucinya untuk membuat orang lain bahagia, ia sukses melakoni bisnis asistensi asuransi selama belasan tahun di Indonesia. Kini, perusahaannya menjadi contoh perusahaan lainnya.
"Saya telah menjalani bisnis ini selama 16 tahun, bahkan boleh dibilang 17 tahun berikut persiapan-persiapannya. Dalam menjalani bisnis ini yang terpenting adalah kita bisa melakukan ibadah sekaligus berbisnis. Karena dengan melakukan bisnis ini, kita dapat membuat oranglain bahagia,. Kita punya tanggungjawab karena kita bermitradengan asuransi," tegas Ramli.
Meskipun kini bisnis yang ia jalani menuai sukses, bukan berarti semua berjalan sesuai harapan. Pasalnya, ketika terjadi krisis di tahun 1997-1998. Perusahaan utama yang berlokasi di Prancis tidak lagi mempercayai Indonesia sebagai negara yang aman untuk perusahaannya. Akibatnya, ia memutuskan untuk keluar dari principal dan tetap menekuni usaha ini di Indonesia. "Setelah bolak-balik untuk memberikan kepercayaan dan mereka tetap tidak mau, akhirnya saya putuskan untuk bergerak sendiri di sini," katanya.
Keputusan yang ia ambil ini dikarenakan di Indonesia dia telah memiliki klien serta beberapa orang karyawan.Tentunyasangat disayangkan kalau semua karyawannya dirumahkan karena perusahaan ini tutup. "Pada 2002 saya putuskan untuk dirikan terus usaha ini, karena semuanya telah saya miliki, kenapa harus ragu menjalani ini," ungkapnya.
Dalam mengembangkan usaha ini, Ramli lebih memfokuskan pada masalah health management, dan ini tentu harus didukung dengan SDM yang mumpuni kalau ingin bertahan. Soal SDM ia tidak pernah ragu akan kemampuan SDM lokal. Makanya, seluruh karyawannya yang berjumlah 1 SO orang ini semuanya berasal dari Indonesia. Tak hanya itu, ia telah matang dalam hal pengalaman di bidang asisitensi asuransi ini. "Kita tidak terapkan premi karena kitapartner asuransi, tapi asuransilah yang kasih kita fee sesuai yang telah disepakati," jelasnya.
Tidak berlakukan Target
Biasanya, perusahaan macam ini selalu menerapkan target pada karyawannya. Dan kalau tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, maka tidak mustahil karyawan tersebut ditendang. Tidak demikian dengan Gesa Assistance. Di perusahaan ini semua karyawan tidak terpatok pada sebuah target yang harus di capai. Karena jika diberi target, Ramli sang pemimpin percaya, setiap karyawannya akan stress dan akan mengakibatkan kinerja para karyawannya tidak baik.
"Lagian kan kalau ditarget ituyang dicari keuntungan semata. Kalau di sini tidak demikian, karena selain kita berusaha kita juga ingin beribadah. Intinya, tujuan kita di sini bukanlah soal keuntungan semata," kata ayah tiga anak ini.
Pilih WNA Soal kewarganegaraan, pria asal Singapura ini masih enggan memilih untuk pindah kewarganegaraan menjadi WNI. Meskipun diakuinya ia bisa saja menjadi WNI karena telah tinggal belasan tahun di Indonesia. Dan tentunya, ini akan banyak membantu dia mengembangkan karirnya. Keengganannya berpindah kewarganegaraan dikarenakan Indonesia tidak bisa memiliki dual kewarganegaraan.
Selain itu, anak-anaknya masih merupakan warga negara Singapura yang suatu saat harus kembali ke negara asalnya untuk menjalankan wamil (wajib militer).
Meski berkewarga negaraan Singapura, Ramli merasa asing terhadap tanah kelahirannya. Maklum, hari-hari yang telah dijalaninya kebanyakn ia habiskan di Eropa. Sementara Indonesia, memiliki tempat tersendiri di hatinya. "Saya telah 17 tahun di negara ini (Indonesia), walaupun saya orang Singapura saya sangat mencintai negara ini. Karena di negara inilah saya dapat mengais rezeki, dan saya rasa Indonesia punya potensi rumah sakit yang baik," kata jebolan bisnis manajeman Prancis ini. (syaikh)
Sumber: Harian Neraca