>>>Inspirasi Ahmad Hasbi
Karena berkembang pesat, masyarakat sekitar pun mengekor usaha pembuatan keripik singkong Ahmad Hasbi. Namun, ia justru melihat ada sisi positif, yakni bisa menciptakan lapangan kerja untuk warga setempat. Hanya saja, pengusaha keripik singkong yang makin banyak mengakibatkan pasokan bahan baku terus menipis.
SEJAK dulu, Ahmad Hasbi sudah terbiasa kerja berat. Tak heran, saat memulai usaha sendiri, ia melewatkan siang dan malam untuk membesarkan usahanya Ia pun menuai hasil jerih payah itu. Usaha keripik singkong bermerek Yayat, cepat berkembang. Yayat merupakan nama istri Ahmad yang setia menemaninya sejak masih bekerja di proyek bangunan.
Ahmad juga pandai memutar duitnya. Modal awal yang hanya Rp 500.000, dibaginya untuk beberapa keperluan. Buat membeli bahan baku dan produksi awal, ia mengambil Rp 300.000. Dia menyisihkan dana cadangan Rp 100.000, sisanya dianggap sebagai uang barang atau uang yang ada di pedagang. "Saat itu harga singkong masih murah, Rp 150 sekilo sehingga uang sebanyak itu cukup untuk modal," ujarnya
Ahmad bukannya tidak ingin mendapatkan pinjaman bank untuk mengembangkan usahanya Dia justru cukup sering mengajukan utang ke bank. Sayang, pengusaha keripik ini sering terbentur jaminan. "Saya tak memiliki sesuatu yang dianggap menjadi jaminan termasuk rumah," katanya
Dalam suatu kesempatan, ia pernah mencapai tahap wawancara dengan salah satu bank asing. "Saya sudah menghabiskan waktu seharian, ujung-ujungnya ditolak karena tak ada jaminan" terangnya Namun, saat ini kondisi sudah berbalik. Setelah menjadi pengusaha sukses, Ahmad yang menjadi buruan pemberi kredit.
Rupanya, kabar tentang keripik singkong yang renyah asal Cikupa sudah tersebar luas. Alhasil, kabar ini juga didengar oleh seorang agen penjual keripik. Keterlibatan agen dalam rantai pemasaran keripik singkong Yayat bermula di tahun 2004 lalu. Saat itu, kel ika Ahmad masih mengantar sendiri keripik singkong-nya ke sebuah sekolah, ada orang yang mencegatnya di gerbang sekolah.
Lantas, orang itu meminta Ahmad untuk menjual keripik singkong kepadanya "Bapak enggak perlu capai menjual keripik singkong ke sekolah, lebih baik melalui saya," kata Ahmad menirukan ucapan orang itu. Akhirnya, Ahmad pun menerima tawaran agen ini. "Soalnya, begitu terima barang, agen langsung membayar. Jadi, aliran uang selalu lancar," tuturnya
Hanya, ia harus rela berbagi keuntungan dengan sang agen. "Bila kami jual sendiri, harganya Rp 9.000 per bungkus, karena dijual melalui agen, kami harus menurunkan harga hingga Rp 8.000. .Jadi, untung saya terpangkas," ujarnya
Meski begitu, Alunad tak menyesal. Pasalnya, ia bisa lebih fokus mengurus produksi. Ia pun mulai berani menerima karyawan tetap untuk membantunya membuat keripik singkong. Kesuksesan Ahmad berbisnis keripik singkong,
pelan-pelan juga memikat perhatian tetangga sekitarnya Satu per satu tetangganya di Cikupa pun mulai membuka usaha pembuatan keripik singkong. Usaha pembuatan keripiksingkong pun terus menular. Kini, di sekitar lokasi produksi keripik singkong Yayat, sudah ada 14 orang yang menerjuni usaha ini.
Ahmad pun berusaha melihat sisi positif dari hal ini. "Rezeki sudah diatur oleh yang di Atas. Lagipula, perkambangan usaha tni bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat sekitar," terang Ahmad.
Namun, sejak empat bulan lalu, Ahmad mulai menemui Dok Pribadikendala "Bahan baku singkong mulai langka," ungkap dia. Dulu, untuk memenuhi kebutuhan singkong, Ahmad cukup mendatangkannya dari Cianjur dan Subang saja Sekarang, ia pun harus membeli singkong dari Sukabumi. "Singkong sudah tidak ada lagi di daerah Banten," kata Ahmad.
Maklum, seiring dengan makin banyaknya jumlah pengusaha keripik singkong, permintaan singkong sebagai bahan baku pun terus meningkat. "Bagaimana tidak habis, jika dalam satu kali produksi, satu produsen butuh 1,5 ton singkong, berarti dalam sehari kebutuhan singkong mencapai 22,6 ton" ujar Alunad. Tapi Ahmad yakin badai pasti berlalu. Sebab, di bulan November nanti adalah saal panen raya singkong. Sehingga, "Produksi keripik saya akan normal lagi" ujar Ahmad optimistis.
Sumber : Harian Kontan
Karena berkembang pesat, masyarakat sekitar pun mengekor usaha pembuatan keripik singkong Ahmad Hasbi. Namun, ia justru melihat ada sisi positif, yakni bisa menciptakan lapangan kerja untuk warga setempat. Hanya saja, pengusaha keripik singkong yang makin banyak mengakibatkan pasokan bahan baku terus menipis.
SEJAK dulu, Ahmad Hasbi sudah terbiasa kerja berat. Tak heran, saat memulai usaha sendiri, ia melewatkan siang dan malam untuk membesarkan usahanya Ia pun menuai hasil jerih payah itu. Usaha keripik singkong bermerek Yayat, cepat berkembang. Yayat merupakan nama istri Ahmad yang setia menemaninya sejak masih bekerja di proyek bangunan.
Ahmad juga pandai memutar duitnya. Modal awal yang hanya Rp 500.000, dibaginya untuk beberapa keperluan. Buat membeli bahan baku dan produksi awal, ia mengambil Rp 300.000. Dia menyisihkan dana cadangan Rp 100.000, sisanya dianggap sebagai uang barang atau uang yang ada di pedagang. "Saat itu harga singkong masih murah, Rp 150 sekilo sehingga uang sebanyak itu cukup untuk modal," ujarnya
Ahmad bukannya tidak ingin mendapatkan pinjaman bank untuk mengembangkan usahanya Dia justru cukup sering mengajukan utang ke bank. Sayang, pengusaha keripik ini sering terbentur jaminan. "Saya tak memiliki sesuatu yang dianggap menjadi jaminan termasuk rumah," katanya
Dalam suatu kesempatan, ia pernah mencapai tahap wawancara dengan salah satu bank asing. "Saya sudah menghabiskan waktu seharian, ujung-ujungnya ditolak karena tak ada jaminan" terangnya Namun, saat ini kondisi sudah berbalik. Setelah menjadi pengusaha sukses, Ahmad yang menjadi buruan pemberi kredit.
Rupanya, kabar tentang keripik singkong yang renyah asal Cikupa sudah tersebar luas. Alhasil, kabar ini juga didengar oleh seorang agen penjual keripik. Keterlibatan agen dalam rantai pemasaran keripik singkong Yayat bermula di tahun 2004 lalu. Saat itu, kel ika Ahmad masih mengantar sendiri keripik singkong-nya ke sebuah sekolah, ada orang yang mencegatnya di gerbang sekolah.
Lantas, orang itu meminta Ahmad untuk menjual keripik singkong kepadanya "Bapak enggak perlu capai menjual keripik singkong ke sekolah, lebih baik melalui saya," kata Ahmad menirukan ucapan orang itu. Akhirnya, Ahmad pun menerima tawaran agen ini. "Soalnya, begitu terima barang, agen langsung membayar. Jadi, aliran uang selalu lancar," tuturnya
Hanya, ia harus rela berbagi keuntungan dengan sang agen. "Bila kami jual sendiri, harganya Rp 9.000 per bungkus, karena dijual melalui agen, kami harus menurunkan harga hingga Rp 8.000. .Jadi, untung saya terpangkas," ujarnya
Meski begitu, Alunad tak menyesal. Pasalnya, ia bisa lebih fokus mengurus produksi. Ia pun mulai berani menerima karyawan tetap untuk membantunya membuat keripik singkong. Kesuksesan Ahmad berbisnis keripik singkong,
pelan-pelan juga memikat perhatian tetangga sekitarnya Satu per satu tetangganya di Cikupa pun mulai membuka usaha pembuatan keripik singkong. Usaha pembuatan keripiksingkong pun terus menular. Kini, di sekitar lokasi produksi keripik singkong Yayat, sudah ada 14 orang yang menerjuni usaha ini.
Ahmad pun berusaha melihat sisi positif dari hal ini. "Rezeki sudah diatur oleh yang di Atas. Lagipula, perkambangan usaha tni bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat sekitar," terang Ahmad.
Namun, sejak empat bulan lalu, Ahmad mulai menemui Dok Pribadikendala "Bahan baku singkong mulai langka," ungkap dia. Dulu, untuk memenuhi kebutuhan singkong, Ahmad cukup mendatangkannya dari Cianjur dan Subang saja Sekarang, ia pun harus membeli singkong dari Sukabumi. "Singkong sudah tidak ada lagi di daerah Banten," kata Ahmad.
Maklum, seiring dengan makin banyaknya jumlah pengusaha keripik singkong, permintaan singkong sebagai bahan baku pun terus meningkat. "Bagaimana tidak habis, jika dalam satu kali produksi, satu produsen butuh 1,5 ton singkong, berarti dalam sehari kebutuhan singkong mencapai 22,6 ton" ujar Alunad. Tapi Ahmad yakin badai pasti berlalu. Sebab, di bulan November nanti adalah saal panen raya singkong. Sehingga, "Produksi keripik saya akan normal lagi" ujar Ahmad optimistis.
Sumber : Harian Kontan
Dharmesta