>>>>>Sukses Menjadikan Rumah sebagai Kantor
Ibu rumah tangga tak melulu hanya berurusan dengan dapur. Lihat saja Septi Peni Wulandari. Pencetus metode belajar matematika dengan memanfaatkan jari ini atau jarimatika ini mampu menjadikan rumahnya sebagai kantor. Dengan 450 mitra aktif, Peni memiliki jam kantor yang padat dengan tetap mengawasi kebutuhan tiga anaknya.
NAMA Septi Peni Wulandari sudah identik dengan jarimatika. Perempuan asli Salatiga ini memang yang memperkenalkan metode belajar berhitung matematika dengan menggunakan jari-jari tangan. Dari metode itu pula, Peni memiliki 450 mitra dan mengantongi omzet lebih dari Rp 100 juta sebulan.
Kesuksesan Peni tak datang begitu saja Banyak kendala bagi ibu tiga anak ini saat mengambangkan metode belajar matematika dengan menggunakan jari. Selain metode ini belum dikenal orang, banyak orang yang takut belajar berhiuing lantaran dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit. "Dan, ini menjadi tantangan yang enggak gampang ditaklukkan," ujarnya
Menghabiskan waktu hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di Salatiga, Peni hijrah ke Semarang dan berkuliah di Universitas Diponegoro, mengambil Jurusan Ilmu Gizi.
Lantaran diterima lewat jalur kedinasan, peluang Peni menjadi pegawai negeri sipil atau PNS terbentang luas. Namun, setelah menikah, rencana itu buyar. Sebab, sang suami memintanya berkonsentrasi mengurus keluarga dan anak-anaknya "Suami saya bilang, anak itu harus mendapat pendidikan langsung dari orangruanya, bukan dari orang lain," landas Peni.Keputusan Peni untukmengikuti keinginan suaminya sempat membuat orang tua Peni berat hati. "Orang tua saya sempat menyesalkan keputusan saya," ujarnya mengenang. Maklumlah, kala itu, menjadi PNS dianggap sebagai pekerjaan yang menjamin masa-depan.
Tahun 1995, Peni pun diboyong suaminya yang bekerja di bank ke Jakarta. Mereka menetap di Depok, Jawa Barat.
Meski harus mengurus rumahtangga, hasrat Peni untuk bekerja masih menyala. Ia mengaku iri dengan kesibukan wanita karier yang ada di sekitarnya. "Setahun setelah menikah, saya masih tetap ingin bekerja," ujar Peni. Keinginan untuk menjadi wanita karier juga tak padam meski di rahimnya sudah ada jabang bayi pertamanya
Lagi-lagi, Dodik Maryanto, sang suami, menenangkan hasratnya. Lewat diskusi panjang, ia terngiang dengan perkataan suaminya. "Kesuksesan perempuan dimulai dari dalam rumah dan akan tampak hasilnya dari luar," ujar Peni menirukan petuah suaminya. Mengelola keluarga dengan sungguh-sungguh adalah kesuksesan, yang hasilnya bisa dirasakan keluarga dan berguna bagi banyak orang.
Baru ketika anak pertam-nya, Nurul Syahid Kusuma, lahir, hasrat Peni untuk bekerja meredup. Ia mulai menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga Ia menjadi paham bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan yang tak bisa disepelekan. "Ibu rumahtangga bukan golongan second class yang identik dengan pakaian daster dan bau bawang," tandasnya.
Menjadi ibu rumah tangga tidak perlu menjadikan perempuan malu atau bahkanminder. Justru para perempuan harus bangga karena ibu rumah tangga adalah profesi mulia. "Bayangkan kita harus mengelola semua urusan rumah," ujarnya Termasuk menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Itulah sebabnya, Peni menjadikan kehadiran sang anak sebagai laboratorium pertamanya Ia harus menjadi teladan sekaligus guru bagi Enes, panggilan karib anak pertamanya itu.
Sebelum menemukan metode berhitung dengan menggunakan jari, Peni memulai dengan membuat kurikulum bagi anaknya Karena belum berpengalaman, Peni membaca buku-buku serta ikut kuliah umum untuk memperkaya wawasannya tentang pendidikan. Bekal ini jelas berguna bagi penyusunan kurikulum yang pas buat pendidikan anaknya
Lantas, ia pun menjadikan rumahnya sebagai kantor. Ia menyusun jadwal bekerja untuk dirinya sendiri, yakni mulai dari jam delapan pagi hingga empat sore. Bahkan, ia juga selalu berpakaian rapi serta bersepatu.
Saat itu, ia juga menolak bila ada tetangga yang datang untuk mengobrol. "Saya menjadikan rumah adalah kantor saya, hingga sekarang," ujarnya. Pada jam-jam bekerja, Peni juga mengaku berkonsentrasi mengajari berbagai keterampilan untuk anaknya.
Ibu rumah tangga tak melulu hanya berurusan dengan dapur. Lihat saja Septi Peni Wulandari. Pencetus metode belajar matematika dengan memanfaatkan jari ini atau jarimatika ini mampu menjadikan rumahnya sebagai kantor. Dengan 450 mitra aktif, Peni memiliki jam kantor yang padat dengan tetap mengawasi kebutuhan tiga anaknya.
NAMA Septi Peni Wulandari sudah identik dengan jarimatika. Perempuan asli Salatiga ini memang yang memperkenalkan metode belajar berhitung matematika dengan menggunakan jari-jari tangan. Dari metode itu pula, Peni memiliki 450 mitra dan mengantongi omzet lebih dari Rp 100 juta sebulan.
Kesuksesan Peni tak datang begitu saja Banyak kendala bagi ibu tiga anak ini saat mengambangkan metode belajar matematika dengan menggunakan jari. Selain metode ini belum dikenal orang, banyak orang yang takut belajar berhiuing lantaran dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit. "Dan, ini menjadi tantangan yang enggak gampang ditaklukkan," ujarnya
Menghabiskan waktu hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di Salatiga, Peni hijrah ke Semarang dan berkuliah di Universitas Diponegoro, mengambil Jurusan Ilmu Gizi.
Lantaran diterima lewat jalur kedinasan, peluang Peni menjadi pegawai negeri sipil atau PNS terbentang luas. Namun, setelah menikah, rencana itu buyar. Sebab, sang suami memintanya berkonsentrasi mengurus keluarga dan anak-anaknya "Suami saya bilang, anak itu harus mendapat pendidikan langsung dari orangruanya, bukan dari orang lain," landas Peni.Keputusan Peni untukmengikuti keinginan suaminya sempat membuat orang tua Peni berat hati. "Orang tua saya sempat menyesalkan keputusan saya," ujarnya mengenang. Maklumlah, kala itu, menjadi PNS dianggap sebagai pekerjaan yang menjamin masa-depan.
Tahun 1995, Peni pun diboyong suaminya yang bekerja di bank ke Jakarta. Mereka menetap di Depok, Jawa Barat.
Meski harus mengurus rumahtangga, hasrat Peni untuk bekerja masih menyala. Ia mengaku iri dengan kesibukan wanita karier yang ada di sekitarnya. "Setahun setelah menikah, saya masih tetap ingin bekerja," ujar Peni. Keinginan untuk menjadi wanita karier juga tak padam meski di rahimnya sudah ada jabang bayi pertamanya
Lagi-lagi, Dodik Maryanto, sang suami, menenangkan hasratnya. Lewat diskusi panjang, ia terngiang dengan perkataan suaminya. "Kesuksesan perempuan dimulai dari dalam rumah dan akan tampak hasilnya dari luar," ujar Peni menirukan petuah suaminya. Mengelola keluarga dengan sungguh-sungguh adalah kesuksesan, yang hasilnya bisa dirasakan keluarga dan berguna bagi banyak orang.
Baru ketika anak pertam-nya, Nurul Syahid Kusuma, lahir, hasrat Peni untuk bekerja meredup. Ia mulai menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga Ia menjadi paham bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan yang tak bisa disepelekan. "Ibu rumahtangga bukan golongan second class yang identik dengan pakaian daster dan bau bawang," tandasnya.
Menjadi ibu rumah tangga tidak perlu menjadikan perempuan malu atau bahkanminder. Justru para perempuan harus bangga karena ibu rumah tangga adalah profesi mulia. "Bayangkan kita harus mengelola semua urusan rumah," ujarnya Termasuk menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Itulah sebabnya, Peni menjadikan kehadiran sang anak sebagai laboratorium pertamanya Ia harus menjadi teladan sekaligus guru bagi Enes, panggilan karib anak pertamanya itu.
Sebelum menemukan metode berhitung dengan menggunakan jari, Peni memulai dengan membuat kurikulum bagi anaknya Karena belum berpengalaman, Peni membaca buku-buku serta ikut kuliah umum untuk memperkaya wawasannya tentang pendidikan. Bekal ini jelas berguna bagi penyusunan kurikulum yang pas buat pendidikan anaknya
Lantas, ia pun menjadikan rumahnya sebagai kantor. Ia menyusun jadwal bekerja untuk dirinya sendiri, yakni mulai dari jam delapan pagi hingga empat sore. Bahkan, ia juga selalu berpakaian rapi serta bersepatu.
Saat itu, ia juga menolak bila ada tetangga yang datang untuk mengobrol. "Saya menjadikan rumah adalah kantor saya, hingga sekarang," ujarnya. Pada jam-jam bekerja, Peni juga mengaku berkonsentrasi mengajari berbagai keterampilan untuk anaknya.
Sumber: harian Kontan
Handoyo