>>>>>>Kualitas Produk Bisnis Runcit
BISNIS runcit alias kelontong alias eceran. Itulah yang dibawa Babah Liem ketika pelesiran ke Melaka, menjumpai para hopeng (sahabat)-nya di bandar yang sangat maju di negeri jiran. Ia bersyukur, dapat mengunjungi lagi kawasan pecinan lama yang terpelihara sebagai heritages.
Ketika sua dengan para hopeng-nya Datuk Seri Mohd Saleem dan Check Guan, dia amat bahagia. Mitra bisnisnya itu konsisten dengan bisnis runcit dan berkembang menjadi salah dua pengusaha sukses di tepian Selat Melaka, itu. Ketika sua dengan Sarah, puteri Datuk Saleem dan Mey Lan, putri Check Guan, dia sangat senang hati. Apalagi dua putri dari dua sahabatnya, itu meneruskan bisnis orang tuanya sebagai perunclt
Babah Liem, Datuk Saleem, dan Check Guan mencoba memahami jalan pikiran kedua gadis yang sedang berkembang sebagai peruncit (pedagang), itu. Ketiganya menyimak dengan tekun pandangan Sarah, salah satu yang dipertahankan para perunclt global adalah mengembangkan konsep menjalin kekariban dengan para pembeli atau pengguna barang runcitan. Baik terkait denganhousehold alias perkakas rumah tangga, maupun produk-produk lain.
Dalam pandangan Sarah, para pedagang barang kelontong, termasuk barang-barang consumer goods, mesti mengikuti perkembangan gaya hidup dan dinamika perubahan yang terjadi secara global. Termasuk hubungan emosional antara konsumen atau pengguna produk dengan produk yang dibelinya. Baik dalam kaitan dengan keperluan primer, sekunder, bahkan tertier.
Babah Liem mengangguk, ketika Sarah mengambil contoh, bagaimana konsumen sepeda motor Harley Davidson - HD (atau mereka yang bermimpln mempunyai HD), mempunyai kaitan emosional dengan seluruh produk aksesori yang menyertainya. Mulai dari sarung tangan, jaket, jam tangan, kaus, helm, dompet, korek api, dan lainnya. Produk-produk itu mempunyai pasar dan omzet yang besar, karena HD berhasil menghadirkan branding image-nya ke dalam hubungan emosional, psikologis, melalui klub-klub yang sengaja atau secara sukarela didirikan oleh konsurnen.
Ketiga saudagar tua, itu terbahak.ketika Mey Lan mengambil amsal tentang kedai Kopi Thiam yang terus melaju dengan produk-produk runcit ikutan, setelah Starbuck melengkapi kedai dan produk jualannya dengan beragam aksesori. Baik gelas, mug, mini termos, bahkan asbak.
Mey Lan bercerita, contoh lain yang bisa disimak untuk mendapatkan hubungan yang karib antara konsumen, produk, dan produsen adalah apa yang dilakukan oleh Journey. Produsen sepatu yang berpangkalan di Nashville - Tennessee, Amerika Serikat itu membidik pasar remaja (usia 15-25 tahun), padahal pangsa pasar remaja, termasuk labil, selalu berubah-ubah trennya sesuai dengan waktu dan selera. Journey melakukan riset khas tentang perkembangan cita rasa remaja dan proyeksi tren sesuai dengan dinamika dunia mereka secara global. Termasuk, hubungannya dengan hobi dan minat. Journey menghubungkan . tren mode sepatu dengan musik, video, warna, dap merek yang menarik perhatian.
Hasilnya? Journey berjaya. Produsen sepatu yang sangat memahami karakter dan jiwa konsumennya Ini, berhasil merajai pasar.
Mey Lan merespons dengan senyuman, ketika Babah Liem bertanya soal kebijakan harga. Menurut Babah Liem, dalam bisnis runcit yang berhubungan dengan konsumen massal yang tak selalu bisa diidentifikasi, kebijakan tentang harga menjadi penting. Mey Land mengatakan, harga diletakkan lebih dari nilai uang yang dibelanjakan. Semahal apa pun harga yang dipatok bagi produk yang memenuhi hasrat dan selera konsumen, tak pernah menjadi soal.Tersebab itulah, kualitas produk sangat menentukan.
Dalam pandangan Sarah, harga adalah kos psikologi yang telah diperhitungkan produsen, sehingga tetap berlaku adil bagi konsumennya. Intinya adalah kenyamanan (kesele-saan) konsumen atas produk yang mereka beli. Termasuk dalam hal kebijakan tentang diskon yang harus merupakan imbalan terhadap konsumen. Bukan sebagai harga yang dikurangkan setelah dinaikkan lebih dulu. Jadi, dalam bisnis runcit, kualitas produk selalu merupakan faktor yang menentukan! Babah Liem dan para hopeng-nya sepakat dengan pandangan itu.
Sumber : Jurnal Nasional
BISNIS runcit alias kelontong alias eceran. Itulah yang dibawa Babah Liem ketika pelesiran ke Melaka, menjumpai para hopeng (sahabat)-nya di bandar yang sangat maju di negeri jiran. Ia bersyukur, dapat mengunjungi lagi kawasan pecinan lama yang terpelihara sebagai heritages.
Ketika sua dengan para hopeng-nya Datuk Seri Mohd Saleem dan Check Guan, dia amat bahagia. Mitra bisnisnya itu konsisten dengan bisnis runcit dan berkembang menjadi salah dua pengusaha sukses di tepian Selat Melaka, itu. Ketika sua dengan Sarah, puteri Datuk Saleem dan Mey Lan, putri Check Guan, dia sangat senang hati. Apalagi dua putri dari dua sahabatnya, itu meneruskan bisnis orang tuanya sebagai perunclt
Babah Liem, Datuk Saleem, dan Check Guan mencoba memahami jalan pikiran kedua gadis yang sedang berkembang sebagai peruncit (pedagang), itu. Ketiganya menyimak dengan tekun pandangan Sarah, salah satu yang dipertahankan para perunclt global adalah mengembangkan konsep menjalin kekariban dengan para pembeli atau pengguna barang runcitan. Baik terkait denganhousehold alias perkakas rumah tangga, maupun produk-produk lain.
Dalam pandangan Sarah, para pedagang barang kelontong, termasuk barang-barang consumer goods, mesti mengikuti perkembangan gaya hidup dan dinamika perubahan yang terjadi secara global. Termasuk hubungan emosional antara konsumen atau pengguna produk dengan produk yang dibelinya. Baik dalam kaitan dengan keperluan primer, sekunder, bahkan tertier.
Babah Liem mengangguk, ketika Sarah mengambil contoh, bagaimana konsumen sepeda motor Harley Davidson - HD (atau mereka yang bermimpln mempunyai HD), mempunyai kaitan emosional dengan seluruh produk aksesori yang menyertainya. Mulai dari sarung tangan, jaket, jam tangan, kaus, helm, dompet, korek api, dan lainnya. Produk-produk itu mempunyai pasar dan omzet yang besar, karena HD berhasil menghadirkan branding image-nya ke dalam hubungan emosional, psikologis, melalui klub-klub yang sengaja atau secara sukarela didirikan oleh konsurnen.
Ketiga saudagar tua, itu terbahak.ketika Mey Lan mengambil amsal tentang kedai Kopi Thiam yang terus melaju dengan produk-produk runcit ikutan, setelah Starbuck melengkapi kedai dan produk jualannya dengan beragam aksesori. Baik gelas, mug, mini termos, bahkan asbak.
Mey Lan bercerita, contoh lain yang bisa disimak untuk mendapatkan hubungan yang karib antara konsumen, produk, dan produsen adalah apa yang dilakukan oleh Journey. Produsen sepatu yang berpangkalan di Nashville - Tennessee, Amerika Serikat itu membidik pasar remaja (usia 15-25 tahun), padahal pangsa pasar remaja, termasuk labil, selalu berubah-ubah trennya sesuai dengan waktu dan selera. Journey melakukan riset khas tentang perkembangan cita rasa remaja dan proyeksi tren sesuai dengan dinamika dunia mereka secara global. Termasuk, hubungannya dengan hobi dan minat. Journey menghubungkan . tren mode sepatu dengan musik, video, warna, dap merek yang menarik perhatian.
Hasilnya? Journey berjaya. Produsen sepatu yang sangat memahami karakter dan jiwa konsumennya Ini, berhasil merajai pasar.
Mey Lan merespons dengan senyuman, ketika Babah Liem bertanya soal kebijakan harga. Menurut Babah Liem, dalam bisnis runcit yang berhubungan dengan konsumen massal yang tak selalu bisa diidentifikasi, kebijakan tentang harga menjadi penting. Mey Land mengatakan, harga diletakkan lebih dari nilai uang yang dibelanjakan. Semahal apa pun harga yang dipatok bagi produk yang memenuhi hasrat dan selera konsumen, tak pernah menjadi soal.Tersebab itulah, kualitas produk sangat menentukan.
Dalam pandangan Sarah, harga adalah kos psikologi yang telah diperhitungkan produsen, sehingga tetap berlaku adil bagi konsumennya. Intinya adalah kenyamanan (kesele-saan) konsumen atas produk yang mereka beli. Termasuk dalam hal kebijakan tentang diskon yang harus merupakan imbalan terhadap konsumen. Bukan sebagai harga yang dikurangkan setelah dinaikkan lebih dulu. Jadi, dalam bisnis runcit, kualitas produk selalu merupakan faktor yang menentukan! Babah Liem dan para hopeng-nya sepakat dengan pandangan itu.
Sumber : Jurnal Nasional