" Status YM ""
ukm indonesia sukses: 40 Tahun Menjajakan dan Menyajikan Kerupuk

40 Tahun Menjajakan dan Menyajikan Kerupuk



>>>40 Tahun Menjajakan dan Menyajikan Kerupuk>>>>


Membangun usaha bukan sekedar tren. Tapi, berwiraswata juga untuk melanjutkan tradisi. Seperti H Surachman mengembangkan usaha kerupuk yang sudah dirintis saudara dan kerabatnya. Usaha yang sudah berumur 40 tahun itu, juga diteruskan oleh anak dan menantunya.

COBA tengok menu makanan di meja makan kita atau makanan yang disajikan di warung makan. Satu makanan yang kerap ada di meja saji dan selalu kita kunyah bersama lauk pauk lainnya, yakni kerupuk. Kriuk-kriuk kerupuk yang garing dianggap menjadi penambah semangat selera makan.

Salah seorang yang berjasa menghidang-kan kerupuk di meja makan kita adalah H Surachman, pengusaha kerupuk berlabel UD Gurih. Setiap pagi, para pedagang kerupuk kerap berjejal di tempat usahanya, demi mendapatkan "jatah" kerupuk yang kemudian dijajakan ke warung-warung atau rumah makan.

Saat Berita Kota mendatangi tempat usahanya, jarum jam menunjukkan ke angka tiga, menjelang petang. Kegiatan di ruang produksi kerupuk H Surachman tampak penuh kesibukan. Beberapa orang sedang membuat adonan kerupuk. Sementara dua orang lainnya terlihat sedang menggoreng kerupuk. Seorang lelaki berjalan hilir mudik. Dia membawa kerupuk yang baru selesai digoreng, lalu memasukkan ke gerobak becak.

Gerobak becak itu berisi sekitar 1.000 kerupuk. Masing-masing pedagang mengisi sendiri barang dagangan. Mereka biasanya berangkat dari sini, sekitar pukul 07.00 pagi. Keliling mendatangi warung-warung sesuai wilayah pemasaran masing-masing," ujar H Surachman, pemilik usaha

UD Gurih, kepada Berita Kota, beberapa waktu lalu.Saat ini, UD Gurih memiliki 15 karyawan dan 35 pedagang. Usaha ini berlokasi di kawasan padat penduduk, persisnya di Jalan G 1 No. 46, Slipi, Jakarta Barat. Tapi, saat Surachman membangun usaha itu, 40 tahun lalu, lokasi tersebut masih sepi. Harga tanah saa itu juga masih Rp 10.000 per meter persegi. Tapi, kini harganya sudah mencapai sekitar Rp 3,5 juta per meter persegi.

Dulu, di kawasan itu terdapat lima usaha rumahan kerupuk. Semua usaha kerupuk itu milik pengusaha asal Ciamis, Jawa Barat. Persisnya, tiga pabrik milik kakaknya Surachman, satu pabrik milik adik misannya, dan satu lagi milik Surachman.

"Tapi, saat ini, pabrik yang masih jalan cuma satu, ya, di sini. Pabrik lain sudah tutup, antara lain, karena pemiliknya sudah sepuh dan tidak ada penerusnya," ujar bapak tiga anak ini.

Di Jabodetabek, pengusaha kerupuk berdarah Ciamis ini punya asosiasi. Lewat asosiasi itu, mereka menentukan harga jual kerupuk. Tapi, mereka bukan kartel. Buktinya, setelah menetapkan harga kerupuk Rp 500 per keping pada tahun 2000 lalu, hingga kini harganya tidak pernah naik lagi. Padahal, harga bahan bakunya, seperti, tepung tapioka dan minyak goreng sudah naik berkali-kali.

Modal dengkul

Usaha kerupuk yang dibangun Surachman didirikan pada tahun 1970. Saat itu, dia masih berumur 24 tahun. "Modalnya? Modal dengkul. Artinya, usaha ini dimulai dari nol. Untuk usaha ini, saya dikasih pinjaman oleh kakak saya sebesar Rp 25.000. Uang tersebut digunakan untuk modal kerja," ujar kakek delapan orang cucu ini.

Sebelumnya, Surachman bekerja dengan kakaknya. Setelah punya pengalaman dan pengetahuan, baru dia memberanikan diri untuk membuka usaha sendiri.

Dia bersyukur usaha kerupuknya bisa berjalan dengan baik. "Zamari dulu sih untungnya lumayan. Bisa dua kali lipat. Nah, untung tersebut dikumpulkan dandiputarkan kembali menjadi modal usaha," ujar suami Hj Khodyah.

Tapi, kini untung usaha kerupuk makin tipis. Hal itu disebabkan karena harga bahan baku kerupuk naik terus. "Bisa untung lima persen saja sudah bagus," katanya.Saat ini, Surachman bisa menikmati masa tuanya. Sebab, urusan bisnisnya sudah diserahkan kepada anaknya. Tepatnya, sejak tahun 1998, dia sudah melakukan regenerasi kepada Dede Basuki (mantu) dan Juju Juhariah (anak nomor dua).

Keluarga Surachman adalah keluarga kerupuk. Mantunya, Dede juga berasal dari keluarga pengusaha kerupuk. Sebelumnya, Dede punya usaha kerupuk di Ciputat. Tapi, supaya fokus, Dede diminta untuk mengurus usaha milik Surachman, sementara pabrik yang di Ciputat dijual.

Anak Surachman yang nomor tiga juga menggeluti bisnis kerupuk. Dia punya pabrik di Bandung dan hingga kini sudah 12 tahun mengembangkan usaha tersebut.Ketika ditanya apa kiatnya bisa survive selama 40 tahun, Surachman mengatakan, mungkin karena tidak ada pilihan Iain, sehingga dia melakukan usaha dengan sungguh-sungguh. Senang susah dijalankan saja.

"Kita harus mensyukuri apa yang ada. Masak sudah berhasil, lalu kita mencari usaha lain. Itu kurang bagus," tuturnya.

Surachman mengakui, cuaca ekstrem dalam setahun terakhir, juga menyulitkan usaha kerupuknya. Sebab, semakin banyak curah hujan, maka mutu kerupuk jadi kurang bagus. Pasalnya, kerupuk mentah yang dijemur kurang sinar matahari, kerupuk yang diproduksinya terpaksa harus dikeringkan dengan gas. Selain kualitas kerupuk berkurang, ia juga harus menambah biaya produksi.

"Meski begitu, kami belum menaikkan harga. Dari pabrik, kami menjual tetap Rp 300. Pedagang jual Rp 400, sementara warung menjual eceran Rp 500. Hanya ketebalan kerupuk saja yang ditipiskan. Itu siasat bisnis agar rakyat tetap bisa beli kerupuk," ujar Surachman.

Surachman mengenang masa lalu. Saat memulai usahanya di tahun 1970, harga kerupuk yang ditawarkan masih setengah perak per keping. "Baru pada tahun 1990, harganya naik menjadi Rp 100, naik lagi tahun 1995 jadi Rp 250, dan terakhir tahun 2000 sampai sekarang, harganya tetap Rp 500," ujar Surachman.

Saat ini, sekitar 35 pedagang berada di bawah naungan UD Gurih itu, melayani wilayah pemasaran yang cukup luas, mulai dari Slipi, Kebayoran Lama, Senen, Kapuk hingga Muarakarang. Para pedagang itu menggoes gerobak becaknya dari pagi hingga siang hari, he

Sumber :Berita kota


Entri Populer