>>>>>>>>Inspiratif Mengolah Sampah Jadi Uang
Ibu Kidem (58) tampak serius dengan mesin jahit di hadapannya.
Sesekali dia menggunting sisa benang, kemudian kembali menginjak pedal
dan mulai menjahit.Tidak seperti para pejahit yang biasanya
menjahit kain untuk dibuat menjadi pakaian, Kidem sedang menjahit
potongan-potongan berbagai kemasan produk yang terbuat dari plastik
untuk dijadikan tas.
Mendaur ulang sampah kemasan produk
berbahan plastik adalah usaha yang baru saja digeluti Kidem. Dia tidak
pernah menyangka jika kemasan plastik yang dulu selalu dia buang
ternyata bisa diolah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
"Saya
mulai mendaur ulang sampah sejak tahun 2008. Merintis dari nol dan
waktu itu ada yang mengajarkan dari warga sekitar yang sudah lebih dulu
bisa. Iseng aja ikut pelatihan, lalu saya tertarik dan mulai mencoba
usaha ini," kata Kidem saat ditemui di Jalan Delima, Kelurahan Malaka
Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (21/2/2011).
Bukan
proses yang mudah untuk mendaur ulang sampah menjadi produk yang bisa
digunakan kembali, butuh waktu hampir seminggu untuk membuat satu buah
tas ukuran besar. Menurutnya, sampah kemasan plastik yang dikumpulkan
harus dibersihkan terlebih dahulu. Proses pencucian bahan dasar
(sampah kemasan plastik) hingga pengeringan memakan waktu empat hari,
kemudian bahan dasar dipotong menurut pola yang ingin dibentuk, baru
dijahit.
"Kami nyuci-nya gak sembarangan, kami rendam, kucek, dikasih pemutih supaya gak bau. Namanya juga ngambil bahannya dari tempat sampah, jadi harus benar-benar bersih mencucinya," kata Kidem.
Proses
menjahit pun tidak mudah, bahan dasar tidak langsung dijahit begitu
saja. Untuk membuat tas, dia membutuhkan lebih dari 100 lembar bahan
dasar, hal ini dikarenakan untuk satu lembar bahan dasar hanya bisa
mendapatkan dua hingga tiga lembar potong pola.
"Itu kalo bahan
dasarnya ada, tetapi kadang kita harus menunggu dulu karena tidak semua
kemasan plastik cocok, baik dari segi model maupun warna. Oleh karena
itu, harus sabar," tutur Kidem yang mengaku mendapatkan bahan dasar
dari Koperasi Bank Sampah yang ada di kampungnya binaan Yayasan
Unilever Indonesia.
Koperasi Bank Sampah dikelola secara mandiri
oleh warga Jalan Delima III. Secara rutin warga mengirimkan sampah yang
telah dipilah untuk ditimbang dan dijual. Dari sinilah Kidem
mendapatkan bahan dasar untuk usahanya. Selain lebih murah, dia tidak
perlu jauh-jauh mencari bahan.
Karena faktor usia, Kidem tidak
menjalani usaha ini sendirian, dia mengajak keempat temannya untuk
turut bekerja. Biasanya keempat temannya mendapatkan tugas mencuci
bahan dasar, mengeringkan, menggambar, dan menggunting pola. Untuk
urusan jahit-menjahit diserahkan kepada Kidem."Kalo kerja sendirian, saya gak kuat. Pernah sekali dapat pesanam 50 tas, saya kerjainnya dengan teman-teman, itu aja memakan waktu 1,5 bulan," kata Kidem.
Produk
daur ulang yang telah jadi bisa memiliki nilai yang lebih tinggi. Harga
yang dipatok pun bervariasi, mulai dari Rp 35.000 hingga Rp. 50.000,
paling murah Kidem menaruh harga Rp 10.000 dan Rp 150.000 yang paling
mahal. Dari usaha ini Kidem tidak mengambil keuntungan banyak, dia
hanya meraup keuntungan Rp 25.000 hingga Rp 50.000.
"Nah
keuntungan itu saya bagi lagi dengan teman-teman, biasanya sih 60-40.
Saya 60 persen, teman-teman saya berempat 40 persen," kata Kidem
menjelaskan pembagian keuntungan.Sempat bekerja di konveksi
mulai dari tahun 1986 hingga 1996 membuat ibu yang memiliki enam anak
ini tidak kesulitan menggeluti usaha ini. Dari usaha daur ulang sampah
ini, Ibu Kidem mampu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari.
"Anak-anak
saya, sih, sudah pada besar dan berkeluarga jadi keuntungan yang saya
dapatkan dipakai buat kebutuhan saya dan suami saja, lumayan buat
tambah-tambah.
INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/